Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Selamat Hari PRT, Ibu Parli, Mbak Yem, dan PRT Seluruh Indonesia!

15 Februari 2019   13:05 Diperbarui: 15 Februari 2019   19:39 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PRT di masa penjajahan Belanda. (Sanitasi.Net)

Alhamdulillah, seumur hidup saya beruntung mendapat kawan seperjuangan hidup. Kawan seperjuangan hidup karena memang mereka ada di samping saya sejak kecil sampai setua ini. Mereka adalah Pekerja Rumah Tangga atau PRT. 

Di masa kanak kanak sampai SD kelas VI, saya ditemani Mbok Ah. Mbok Ah bertugas memasak. Tentu saya akan memanfaatkan sebagai teman ngobrol.  Mbok Ah sering bercerita soal penguasa Belanda yang saat itu menjadi administrator perkebunan di Subah, Batang (Jawa Tengah) pada tahun 1950an, sebelum nasionalisasi perkebunan perkebunan milik Belanda dilakukan.  

Mbok Ah menyebut dirinya "babu cuci" ndoro tuan Bickering. Mbok Ah secara spesifik menyebut demikian karena Tuan Bickering si Belanda ini memiliki banyak pekerja rumah tangga. Mbok Ah bersama beberapa perempuan lain bertugas mencuci baju baju orang orang Belanda yang hidup di perumahan Perkebunan itu. Tuan tuan Belanda ini tidak membawa istrinya. 

Rumah besar itu menjadi semacam asrama. Ada tukang masak, tukang cuci baju, tukang kebun, 'jongos' yang melayani makan dan minum ndoro tuan Bickering. Dalam ceritanya, mbok Ah juga mengkisahkan kawan kerjanya yang tiba tiba jadi gendut perutnya dan akhirnya terpaksa terkucil karena hamil. 

Dan kehamilannya menjadi misteri karena ia tak punya pacar, sementara ada banyak orang Belanda di rumah itu. Untuk mendapatkan cerita yang tuntas, saya sering meminta ijin ibu saya agar saya bisa menginap di rumah Mbok Ah yang sederhana. Rumah gedeg yang akhirnya ia bangun menjadi rumah bata. Mbok Ah telah meninggal, namun ceritanya masih ada di hati.

Di masa bersekolah di SMP sampai kuliah, keluarga kami dibantu mbok Djah. Sebelum menjadi bagian dari keluarga kami, Mbok Djah adalah istri Carik atau Sekretaris Desa yang kemudian juga menjadi istri Kepala Desa di Subah. 

Ceritanya, ketika ia bekerja dengan kami statusnya janda Carik. Ketika pak Lurah datang ke rumah kami, naksirlah pak Lurah pada Mbok Djah yang memang cantik dan berkulit langsat. Maka mbok Djah menjadi istri Kepala Desa. Itu pernikahan kedua bagi mbok Djah dan pernikahan kelima bagi pak Lurah. 

Karena rupanya pak Lurah mata keranjang, mbok Djah jadi sakit sakitan.  Setelah bercerai dari sang kepala desa, mbok Djah bergabung bersama kami lagi. Adalah keberuntungan bagi saya karena ketika saya berkeluarga, Mbok Djah yang pensiun dari rumah Ibu saya kemudian 'melamar' untuk menjadi bagian dari keluarga kami. Ialah yang menemani anak saya mandi sebelum berangkat sekolah. 

Anak saya memang sulit mandi pagi kala SD. Mbok Djah akan duduk di 'dingklik', kursi kecil, sambil mengobrol dengan anak saya yang duduk lama di atas kloset atau main air air mandi. Ini supaya anak saya siap ketika mobil jemputan tiba.  Mbok Djah juga memastikan anak saya makan lahap. Bila anak saya malas makan, ia segera membuat nasi goreng dengan potongan keju kesukaan anak saya yang selalu mbok Djah sisakan di lemari es. 

Di usia lanjutnya, Mbok Djah terkena kanker paru paru. Ia memang perokok. Setiap hari anggota keluarga kami mengantar Mbok Djah secara bergantian untuk melakukan radiasi selama 40 kali. Mbok Djahpun sangat disiplin menyantap makanan makanan sehat saja selama sakitnya. Ia ingin sehat kembali. Kanker dinyatakan bersih. Kami semua bersyukur. 

Namun, suatu saat mbok Djah melaporkan adanya benjolan lain di ketiaknya dan juga di lehernya. Dokter mengatakan bahwa kanker itu telah menjalar dan waktu hidup mbok Djah diperkirakan hanya tersisa 3 bulan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun