Satu dari lokasi terdampak yang mengganggu perasaan saya adalah dusun Batu Jong yang berada di desa Beluk Petung, Kecamatan Sembalun. SD Filial Beluk Pitung yang ada di dusun Batu Jong hancur.Â
Padahal ini satu satunya sekolah yang ada di dusun itu. Murid murid yang berjumlah 19 orang anak, yang terdiri dari murid kelas 2, kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 belajar bersama di sekolah darurat yang beratapkan terpal tua dan berdiding gedeg. Dan, sekolah darurat ini masih juga ‘dititipi’ 3 orang anak dari pendidikan anak usia dini (PAUD). Ibu Mus seorang diri mengajar semua murid itu secara paralel di satu bilik sekolah darurat itu.
Praktis, sejak gempa hingga saat ini hanya Ibu Mus yang mengajar. Cara belajarpun disiasati. Pada jam pertama, Ibu Mus menerangkan pelajaran untuk murid kelas 5 dan 6.Â
Pada saat yang bersamaan, murid kelas 2 dan 4 diberikan catatan. Dan, begitu selanjutnya. Bergilir. Atas jasanya ini, Ibu Mus memperoleh insentif sebesar Rp. 550.000 per 3 bulan.
Menurut penuturan Ibu Mus, kepala sekolahnya tidak pernah datang ke SD Filial Batu Jong. Sejak gempa, kepala sekolah datang hanya sekali, yaitu setelah gempa kedua pada tanggal 5 Agustus 2018.Â
Sebenarnya, pihak sekolah memiliki rencana untuk merehabilitasi bangunan sekolah yang hancur, tapi belum dapat direalisasikan karena belum adanya kesepakatan terkait ongkos tukang. Keputusan keputusan untuk membangun sekolah harus menunggu kehadiran kepala sekolah.
Persoalan kesimpangsiuran rencana pembangunan kembali sekolah tersebut membuat kami sebagai relawan hanya bisa memberikan layanan kesehatan masyarakat melalui mobilisasi dokter relawan selama 3 bulan ini.Â
Alhasil, murid murid yang sebelumnya bersekolah di bangunan sekolah darurat, untuk sementara berpindah ke hunian sementara (Huntara) ibu Mus, sang guru, yang pembangunannya kami dukung. Pasalnya, murid mengeluh kepanasan berada di bawah terpal. Jam 10.00 murid murid sudah gelisah dan tidak betah belajar. Juga, pada saat hujan, air masuk ke ruang kelas melalui terpal tua yang tidak dapat menahan air hujan. Buku buku basah rusak.Â
Pada awal Januari 2019 disepakati bahwa dana yang telah kami galang untuk membangun sekolah sementara akan digunakan untuk berkontribusi dalam pembangunan sekolah permanen. Kami berharap pembangunan sekolah akan dimulai pada bulan Januari ini. Hujan besar yang melanda dusun ini telah membuat pembangunan tidak bisa dimulai. Rasanya ini tidak bisa ditunda lagi. Hampir setengah tahun sejak gempa pertama 29 Juli 2018 dan murid murid masih belajar di tempat yang tidal layak.Â
Bila kita tanya pejabat pemerintah kabupaten Lombok Timur, tidak banyak mereka yang mengenal Batu Jong. Daerah ini hanya sekitar 42 km jaraknya dari ibu kota kecamatan di Sembalun atau ditempuh selama 1 jam perjalanan dengan mobil. Namun akses jalan yang terbatas dan elevasi dataran dusun yang terjal membuat dusun ini terpencil.