Walau tahun 2019 sudah masuk ke hari ke 17 dan Cambridge Analytica sudah dinyatakan bangkrut dan ditutup pada Mei 2018, saya merasa masih ada misteri di balik semua ini. Â
Cambridge Analytica adalah perusahaan yang ahli dalam mengumpulkan dan menganalisis data untuk merubah perilaku audiens atau warga. Sebagai konsultan, Cambridge Analytica melayani pekerjaan dari sektor bisnis maupun politik. Lembaga ini mengklaim mampu memasak analisis prediksi, ilmu perilaku, dan menggunakan teknologi pemasaran berbasis data untuk menyetir kampanye kampanye.
Cambridge Analytica mempunyai kantor kantor di jantung politik dunia. Di New York, Washington DC, London, Brazil dan Malaysia.
Cambridge Analytica dituduh telah membuat sistem untuk memanipulasi data dan informasi untuk mempengaruhi atau mengendalikan pemilu di seluruh dunia. Ramainya diskusi tentang Cambridge Analytica meningkat ketika perusahaan ini dianggap mencuri dan memanfaatkan data lebih dari 50 juta profil pengguna Facebook di Amerika dan menyasar pemilih Amerika untuk kemudian dimanfaatkan menjadi pemasaran politik yang berbasis profil psikhologi dari masyarakat. Dan, Trump adalah pengguna jasa Cambridge Analytica, yang pada akhirnya menang.
Zuckerberg telah meminta maaf soal kebocoran itu. Tetapi bagaimana dengan pemanfaatan dan rekayasa atas informasi yang bocor tersebut. Adalah Christopher Wylie, salah satu yang membantu pendirian Cambridge Analytica dan bekerja sampai dengan 2014, yang dianggap membocorkan informasi soal Cambridge Analytica ke Gurdian.
Beberapa orang yang ada di lembaga ini juga diduga membantu partai besar di Indonesia pada tahun 1999 untuk merobohkan kekuasaan Suharto, melalui SCL atau Strategic Communication Laboratories.Â
SCL yang berdiri pada 1990 di Inggris adalah perusahaan induk Cambridge Analytica. SLC sendiri mengklaim telah mempengaruhi lebih dari 100 kampanye di 32 negara yang mencakup 5 benua. Jaringan SCL pun luas, disinyalir berkaitan denan perusahaan yang akan merugi dengan adanya kebijakan perubahan iklim.Â
The Observer mengatakan bahwa data dikumpulan melalu suatu aplikasi yang bernama thisisyourdigitallife, yang didesain oleh Aleksander Kogan, sebagai kerja sampingan selain di Universitas Cambridge.
Salah satu pemilik Cambridge Analytica, Robert Mercer adalah pendukung kunci Trump dan telah menginvestasikan 15 juta dollar Amerika untuk mengoperasikan Cambridge Analytica. Selanjutnya, data Federal Election Commision melaporkan bahwa Trump menyewa Cambridge Analytical senilai 6,2 juta dollar Amerika pada kampanye 2016.