Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Gunung Ciremai 2) Bisikan Genderuwo Kuburan Kuda

30 September 2020   05:29 Diperbarui: 30 September 2020   05:32 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita mistis dari gunung Ciremai,

saya menulis cerita horor pengalaman teman.

Seperti biasa darah anak muda yang suka tantangan. Mendaki gunung paling banyak nih penggemarnya. Katanya menguji nyali juga.

Pengalaman ini ketika aku masih kerja di daerah Jakarta. Kami laki-laki di tempat kost yang sama berencana jalan- jalan ke gunung untuk menghilangkan rasa penat dan jenuh di daerah Jakarta.

Kami semua berjumlah 11 orang diketuai oleh Ustadz Hasan masih muda umur 25 tahun.

Berangkat dari Jakarta naik Bis Luragong Jaye, Jumat malam sampai lewat jalan tol Cipali. Sampai di Kuningan Kota Cirebon jam menunjukkan jam 3 pagi.

Kami berjalan  selama satu jam menyusuri gelapnya malam ke pos jalan Kuningan Linggar Jati.

Masing-masing membawa alat perlengkapan naik gunung, tas gunung telah namplok di punggung masing- masing.

Setelah sampai di pos pendakian istirahat sambi menunggu sholat subuh. Sholat subuh usai, kami tiduran sampai jam 7  pagi untuk menghilangkan rasa penat naik Bis serta mengumpulkan tenaga.

"Kita sarapan dulu ya," Ustadz Hasan menghimbau anggota pendaki gunung mengisi perut agar ada kekuatan untuk mendaki gunung.

Setelah sarapan kami berangkat jam 9, jalan kaki melewati jalan aspal tak lupa tas gunung di punggung masing-masing. Belum lama berjalan salah satu teman kami tidak enak badan.

"Pak Ustadz bisa berhenti dulu, kepalaku pusing," Dodi sambil memegangi kepala sebelah kiri yang terasa sakit, badannya juga lemas.

"Kenapa berhenti Dodi," Ustadz Hasan sambil mengomando teman- teman agar berhenti sebentar.

"Tadi aku tidak sarapan di pos pendaftaran Pak Ustadz," Dodi menjelaskan sambil meringis menahan sakit.

"Oh ya udah, sekarang Dodi makan dulu ya untung di sini masih ada warung," Ustadz Hasan melihat sekeliling ternyata post 1 ada warung. Kami sekalian mengisi jiregen muatan 5 liter untuk persediaan air mendaki gunung.

Tak terasa hari sudah mulai sore, panas matahari mulai memudar kami telah sampai di tengah hutan jam 5 sore, ketua rombongan memutuskan untuk beristirahat. Membuat dua tenda masing-masing tenda ada yang 5 orang dan 6 orang.

Setelah makan malam kami memutuskan untuk tidur sekitar jam 9 malam.

Suasana mencekam semua gelap, aku tidak berani melihat sekeliling takut ada penampakan. Suara jangkrik bersahutan, desahan angin malam sayup- sayup terdengar lembut perlahan menghantar kami ke peraduan.

Tidak ada kejadian aneh malam hari hingga pagi- pagi kami bangun, sholat subuh dan memasak sarapan pagi.

Setelah sarapan siap- siap samid(naik ke puncak) untuk melihat awan dan pemandangan hutan yang indah. Membuat mata segar, alangkah indah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa. Lukisan alam yang kekal.

Perjalanan dari tenda ke puncak gunung ternyata lumayan jauh juga kira-kira 6 jam. Kami berjalan sesuai kekuatan fisik masing-masing. Berpencar jadi 3 kelompok, kelompok pertama ketua rombongan bersama 3 orang, kelompok kedua aku bersama 5 orang dan sisanya 2 orang ketinggalan mereka tidak kuat mendaki gunung akhirnya banyak istirahat. Sesampai di atas gunung semua merasa takjub, kami bertemu dengan rombongan pendaki lainnya.

Semua rombongan sibuk foto-foto bahkan ada juga yang  membuat video. Melihat awan berarak seolah- olah bisa digapai. Sambil istirahat meluruskan kaki, memijat yang pegal- pegal. Menarik napas panjang sambil menghirup udara segar. Sejuknya udara dingin, tak terasa lelahnya ketika kami sudah berada di puncak Gunung Ciremai.

Setelah puas foto- foto dan menikmati panorama indah Gunung Ciremai jam satu siang kami turun gunung menuju tenda masing-masing. Rombongan kami masih ada dua orang yang tertinggal di puncak, mereka sampai di tenda kira-kira jam 7 malam, setelah mereka sampai, kami makan malam.

Hari mulai gelap Sang Surya tenggelam berganti dengan gelap atau malam hari.

Hitam pekat di sekeliling hutan, seolah- olah para penghuni abadi  hutan  memantau kegiatan kami. Ketua rombongan memberi komando agar semua siap-siap untuk turun gunung.

"Kita turun sekarang, berhubung persiapan bekal kita sudah menipis," ujar Ustadz Hasan sambil membereskan tenda-tenda peralatan kemah ke tas masing-masing.

"Siap, Pak Ustadz," sahut Eric yang paling berani selain ketua rombongan.

Perjalanan turun gunung awalnya biasa saja tidak ada apa-apa menyusuri jalan setapak. Kemudian tidak berapa lama salah satu teman kami minta istirahat yang bernama Arman.

"Minum  madu dulu Man,"Aku sambil memberikan madu dan air putih untuk Arman agar tenaganya cepat pulih karena perjalanan masih jauh.

"Terima kasih, Rob,"Arman sembari meminum madu dan air putih.

"Sama-sama, Man," ujarku sambil menerima botol madu dari Arman.

Sesudah Arman mendingan kami melanjutkan perjalanan. Melewati kuburan kuda, konon katanya sering terjadi kejadian mistis. Ketua rombongan kami pernah lihat penampakan putih di kejauhan.

Berselang beberapa lama Eric barisan paling belakang tiba-tiba lari kencang mendahului kami, padahal dia terkenal berani lho.

Kami juga ikut- ikutan lari kencang.

Setelah lari agak jauh dari kuburan kuda kami berhenti berkumpul membentuk lingkaran.

"Ada apa, kenapa Eric tiba-tiba lari."

"Tidak apa-apa, Pak Ustadz tadi perasaan ada yang mendorongku dari belakang," kata Eric sambil meceritakan kejadian yang menimpanya, sekujur tubuhnya menggigil dan wajahnya agak pucat.

"Mari kita berdoa dulu," Ustadz Hasan menghimbau mereka untuk berdoa. Semua rombongan berdoa, ada yang baca ayat kursi dan lain- lain.

Setelah berdoa perjalanan dilanjutkan, suasana terasa tegang disertai dengan desahan angin malam perlahan- lahan menambah mencekam.

Eric merasa dirinya masih diikuti, tengkuknya terasa dingin dan bulu kuduknya berdiri. Dia minta berhenti biar berganti barisan paling belakang.

"Pak Ustadz, berhenti dulu," Eric memanggilnya.

"Iya ada apa Eric," ujar Ustadz Hasan.

"Aku tidak mau barisan paling belakang, Pak Ustadz, aku di tengah-tengah saja."

" Ada yang mau mengganti Eric," Ustadz Hasan melihat semua anggota rombongan satu persatu, tidak ada yang bersedia.

Semua anggota tidak ada yang mau barisan paling belakang, terpaksa Pak Ustadz Hasan penggantinya. Keganjilan, keanehan terasa menemani kami setelah melewati kuburan kuda.

Aku juga merasa kakiku seolah- olah menginjak duri. Tapi setelah kubuka sepatu tidak ada durinya, dibawa berjalan terasa sakit. Aku berdoa dalam hati agar rasa aneh ini segera hilang.

Lama-lama rasa sakit ketusuk duri berangsur-angsur hilang.

Setelah berjalan beberapa lama, Eko minta istirahat sebentar, kecapekan, aku melirik jam tangan, menunjukkan jam sembilan malam, gelap gulita menyelimuti seluruh hutan serta mencekam.

Kami membentuk lingkaran saling berdebat, menginap apa perjalanan dilanjutkan. Keputusan bersama tetap melanjutkan perjalanan berhubung perbekalan juga menipis.

Setelah melanjutkan perjalanan tak terasa pemukiman penduduk sudah kelihatan, kami merasa tenang. Jam sepuluh malam tiba di pos 2, berjalan lagi tak terasa sudah di pos satu.

Di pos satu, penduduk menyediakan warung untuk para pendaki. Sambil istirahat semua pada makan. Kejadian aneh tadi baru berani diceritakan oleh Eric.

"Eric tadi kenapa tiba-tiba kamu lari seperti ada yang mengganggumu," ujar Danang ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Tadi aku melihat Genderuwo, besar banget, matanya merah dan berbisik di telingaku. Tapi aku tidak tahu apa yang dia bisikan tiba-tiba saja aku didorongnya sampai aku terjerembab. Bulu kudukku merinding semua. Itu terjadi setelah kita melewati kuburan kuda.

Pertama- Tama sih aku merasa, ah tidak apa-apa cuma angin. Tapi kok merinding bulu kudukku, aku menoleh ke samping. Ehhh aku kaget, dia menyeringai sambil tangannya mendorongku hingga terjerembab. Aku terus berdoa dalam hati dan berlari sekencang-kencangnya.

"Oh begitukah ceritanya, untung kita sudah melewatinya ya," ujarku sambil mengucap syukur, Tuhan selalu  melindungi kami di perjalanan.

Setelah selesai makan kami lanjutkan lagi perjalanan menuju basecamp naik ojek, sampai di basecamp, aku melirik arloji sudah jam satu dini hari. Perjalanan lumayan panjang ya, jam satu siang dari gunung sampai di basecamp jam satu dini hari.

Sekian dulu ya ceritanya, terima kasih.

Sudah ditulis di Kaskus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun