Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Gunung Ciremai 2) Bisikan Genderuwo Kuburan Kuda

30 September 2020   05:29 Diperbarui: 30 September 2020   05:32 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua anggota tidak ada yang mau barisan paling belakang, terpaksa Pak Ustadz Hasan penggantinya. Keganjilan, keanehan terasa menemani kami setelah melewati kuburan kuda.

Aku juga merasa kakiku seolah- olah menginjak duri. Tapi setelah kubuka sepatu tidak ada durinya, dibawa berjalan terasa sakit. Aku berdoa dalam hati agar rasa aneh ini segera hilang.

Lama-lama rasa sakit ketusuk duri berangsur-angsur hilang.

Setelah berjalan beberapa lama, Eko minta istirahat sebentar, kecapekan, aku melirik jam tangan, menunjukkan jam sembilan malam, gelap gulita menyelimuti seluruh hutan serta mencekam.

Kami membentuk lingkaran saling berdebat, menginap apa perjalanan dilanjutkan. Keputusan bersama tetap melanjutkan perjalanan berhubung perbekalan juga menipis.

Setelah melanjutkan perjalanan tak terasa pemukiman penduduk sudah kelihatan, kami merasa tenang. Jam sepuluh malam tiba di pos 2, berjalan lagi tak terasa sudah di pos satu.

Di pos satu, penduduk menyediakan warung untuk para pendaki. Sambil istirahat semua pada makan. Kejadian aneh tadi baru berani diceritakan oleh Eric.

"Eric tadi kenapa tiba-tiba kamu lari seperti ada yang mengganggumu," ujar Danang ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Tadi aku melihat Genderuwo, besar banget, matanya merah dan berbisik di telingaku. Tapi aku tidak tahu apa yang dia bisikan tiba-tiba saja aku didorongnya sampai aku terjerembab. Bulu kudukku merinding semua. Itu terjadi setelah kita melewati kuburan kuda.

Pertama- Tama sih aku merasa, ah tidak apa-apa cuma angin. Tapi kok merinding bulu kudukku, aku menoleh ke samping. Ehhh aku kaget, dia menyeringai sambil tangannya mendorongku hingga terjerembab. Aku terus berdoa dalam hati dan berlari sekencang-kencangnya.

"Oh begitukah ceritanya, untung kita sudah melewatinya ya," ujarku sambil mengucap syukur, Tuhan selalu  melindungi kami di perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun