Semua anggota tidak ada yang mau barisan paling belakang, terpaksa Pak Ustadz Hasan penggantinya. Keganjilan, keanehan terasa menemani kami setelah melewati kuburan kuda.
Aku juga merasa kakiku seolah- olah menginjak duri. Tapi setelah kubuka sepatu tidak ada durinya, dibawa berjalan terasa sakit. Aku berdoa dalam hati agar rasa aneh ini segera hilang.
Lama-lama rasa sakit ketusuk duri berangsur-angsur hilang.
Setelah berjalan beberapa lama, Eko minta istirahat sebentar, kecapekan, aku melirik jam tangan, menunjukkan jam sembilan malam, gelap gulita menyelimuti seluruh hutan serta mencekam.
Kami membentuk lingkaran saling berdebat, menginap apa perjalanan dilanjutkan. Keputusan bersama tetap melanjutkan perjalanan berhubung perbekalan juga menipis.
Setelah melanjutkan perjalanan tak terasa pemukiman penduduk sudah kelihatan, kami merasa tenang. Jam sepuluh malam tiba di pos 2, berjalan lagi tak terasa sudah di pos satu.
Di pos satu, penduduk menyediakan warung untuk para pendaki. Sambil istirahat semua pada makan. Kejadian aneh tadi baru berani diceritakan oleh Eric.
"Eric tadi kenapa tiba-tiba kamu lari seperti ada yang mengganggumu," ujar Danang ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"Tadi aku melihat Genderuwo, besar banget, matanya merah dan berbisik di telingaku. Tapi aku tidak tahu apa yang dia bisikan tiba-tiba saja aku didorongnya sampai aku terjerembab. Bulu kudukku merinding semua. Itu terjadi setelah kita melewati kuburan kuda.
Pertama- Tama sih aku merasa, ah tidak apa-apa cuma angin. Tapi kok merinding bulu kudukku, aku menoleh ke samping. Ehhh aku kaget, dia menyeringai sambil tangannya mendorongku hingga terjerembab. Aku terus berdoa dalam hati dan berlari sekencang-kencangnya.
"Oh begitukah ceritanya, untung kita sudah melewatinya ya," ujarku sambil mengucap syukur, Tuhan selalu  melindungi kami di perjalanan.