Mohon tunggu...
Lestari Zulkarnain
Lestari Zulkarnain Mohon Tunggu... Guru - Berusaha menjadi lebih baik di setiap moment dalam hidup.

Menulis itu menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhir Cinta Pertama

22 November 2022   07:21 Diperbarui: 22 November 2022   07:37 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah aku bertanya pada diri ini, mengapa cinta pertama tak pernah menjadi yang terakhir?

-----

Perpisahan adalah sesuatu hal yang sangat aku benci. Mengapa harus bertemu jika harus berpisah.

Baca juga: Mak Kunti

Masa lalu adalah kenangan untuk saat ini dan masa depan. Mengenangmu adalah hal yang menyesakkan pun terkadang membahagiakan.

Dicintai olehmu dan juga mencintaimu adalah anugrah.

Tujuh belas tahun yang lalu ....

Baca juga: Memory Kereta Api

Tok ... tok ... tok .... 

Terdengar suara pintu kontrakan diketuk. Aku yang saat itu sedang makan malam, segera bangkit dan membuka pintu kemudian. 

Betapa kagetnya ketika yang datang adalah dia, orang yang pernah ada dalam kehidupanku. 

Baca juga: Blokir Saja!

Dia tersenyum manis semanis kulitnya yang hitam. Deretan giginya yang putih, membuat aku tak lepas dari pandangan.

Rasanya sangat gugup dan jantungku berdebar lebih kencang tatkala berhadapan dengannya.

Entah mengapa, hanya dengan dia aku merasakan getaran itu. Selama aku bergaul dengan pria, hanya dia yang mampu menundukkan hatiku. Namun sayang, aku telah putus dengannya dua bulan yang lalu.

Meskipun telah putus, aku belum bisa move on darinya dan juga belum bisa melupakannya.  Harapan untuk kembali masih ada.

"Mas? Tu---tumben, ada apa?" tanyaku sambil terbata-bata serta debaran jantungku yang tak tertata. Semenjak putus dengannya, aku belum pernah bertemu. Kini, dia datang dan berada di hadapanku. Mimpi apa aku?

Rasa sakit yang kau toreh saat memutuskan hubungan denganku, masih terasa. Namun rasa sayang itu masih tersimpan rapat di relung jiwa. 

"Boleh aku masuk?" tanyanya tenang.

Aku yang masih mengendalikan diri dan hati, tak langsung menjawabnya.

"Hai, malah melamun. Boleh masuk?" tanyanya lagi.

"I--iya silakan."

Kupersilakan dia masuk dan duduk di karpet. Aku keluar sebentar ke warung untuk membeli minuman serta cemilan. Setelah itu aku kembali dan duduk bersebelahan dengannya.

"Silakan diminum, Mas."

Kusodorkan teh botol dingin padanya. Sekilas kulirik wajahnya yang manis. Wajahnya biasa saja, tetapi tidak membosankan. Mas Rama, cinta pertamaku yang mampu memporak-porandakan hati dan jiwaku.

Waktu itu dia yang tiba-tiba memutusku tanpa memberi tahu alasannya. Namun, aku masih mencintainya hingga kini, hingga detik ini.

"Dek, Maafkan aku yang mengejutkanmu." Aku hanya mengangguk padahal dalam hati bertanya, ada apa? "Mas ke sini mau pamit, mau pulang kampung ke Semarang."

Gubrak!!!

 Kaget, aku pikir dia mau kembali padaku. Ah, aku yang terlalu gede rasa. Rupanya pamit Mas Rama pamit dan ingin pulang kampung serta meninggalkan kota ini. Kota Serang penuh kenangan. Kalau dia pulang kampung, aku tak bisa bertemu lagi dengannya, oh Tuhan ....

"Mas kesini ingin minta maaf atas semua yang Mas lakukan selama kita menjalin hubungan. Mas tahu, Mas banyak salah, Mas sering menyakitimu." Pria yang memiliki tinggi badan 178 itu terdiam sesaat kemudian menarik nafas panjang.

"Mungkin Mas tak akan kembali ke sini lagi. Ibuku menyuruh Mas untuk tinggal di kampung dan menjalankan bisnis yang dikelola oleh keluarga. Sekali lagi, maafkan Mas, ya. You are the best girl friend. Jika Allah menghendaki, kita pasti akan bersatu."

Seketika itu aku merasa lemas, air mata tak dapat aku bendung, mengalir deras bak air sungai, sakit.

Kenapa kemarin kamu putusin aku jika kamu memberi harapan padaku. Jangan pergi, Mas. Jangan! Aku tak bisa berpisah denganmu. Aku masih mencintaimu.

"Ri, Mas pergi, yah, besok pagi Mas berangkat."

Kuberanikan diri menatap matanya, air mataku masih mengalir, dia pun menatapku. Kami saling menatap dan tak bisa berkata apa-apa kemudian aku mendekat dan memeluknya, erat.

Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan padamu, Mas. Namun mulut ini serasa kelu. Aku ingin tahu, kenapa kamu memutuskan hubungan denganku.

"Iya, Mas. Hati-hati, jangan lupakan aku."

Hanya itu yang dapat aku ucapkan. Aku melepas pelukan, dia mengusap pipiku yang basah oleh air mata. Setelah itu dia bangkit dan pergi.

Aku hanya mematung, pikiranku linglung. Ketika tersadar ternyata Ia telah keluar dari kontrakan. Aku keluar dan mengejarnya, namun dia sudah jauh dari pandangan, hanya punggungnya yang terlihat dari kejauhan. Aku terjatuh dan tersungkur serta menangis. Good bye my first love, see you next time. I love you always.

.

.

Tiga tahun kemudian ....

Notifikasi SMS masuk di ponsel jadulku.

[Assalamualaikum, pie kabare? Rama]

Rama? A--apa ini Mas Rama?

[Waalaikum salam, Rama siapa?] Untuk memastikan apa benar ia adalah Mas Rama.

[Ramamu, aku sekarang di Serang, sedang acara keluarga di rumah Bulek.]

Ya Allah, sekian lama kupendam rasa rindu, tanpa kata tanpa irama. Kini, cinta lamaku ke sini apakah untuk kembali?

----

Based on story

Saya ada di media sosial

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun