"Amea, maaf" kak Aqie memotong perkataanku dengan kata 'maaf', yang sudah aku mengerti maksudnya. Tiba-tiba aku merasa seperti ada musik berputar menjadi bgm suasana yang sedang kualami saat ini.
"Whenever you say I'm sorry, I'm ready to go in hurry. Whenever we stay in silence, time is passing by. Don't be complicated, love is incomplete. All I need is you beside me, all I need is you beside me"
Standing Egg - Ironic.
Seperti wajarnya orang-orang yang ditolak, aku merasa sangat sedih dan ingin menangis. Hatiku sangat sakit tapi aku berusaha menahannya. Juga air mataku.
"Ohh.. iya Kak, tidak apa-apa. Aku, aku hanya ingin bilang saja kok, Kak! Tidak berharap lebih juga, haha" tawaku sangat garing. Aku teringat kata-kata teh Anna sebelum aku pergi tadi. Seperti biasanya, apa yang dia yakini adalah kebalikan dari apa yang dia yakini. "Aku sudah selesai memberi tahu perasaanku. Terimakasih sudah mendengarkan. Aku, aku pulang sekarang, ya. Pulang sendiri saja. Dekat, kok! Haha" aku langsung berbalik dan berjalan meninggalkan kak Aqie. Aku berharap cepat sampai rumah dan ingin menangis di balik bantal, di bawah selimut.
"Amea, maaf" ucap kak Aqie lagi.
"Ya, ya, tidak apa-apa, haha. Selow saja, Kak!" Aku menengok sebentar lalu lanjut berjalan.
"Amea!" Panggilnya. Aku membeku. 'Apa lagi? Tidak usah pakai kata-kata yang banyak buat bikin hati aku tidak sakit kak, untuk menghibur, tidak perlu' Aku memohon-mohon dalam hati.
"Kamu pasti kesulitan ya, selama ini? Aku minta maaf"
Aku berbalik, "Ah tidak, kok, tidak---" ucapanku terpotong karena kak Aqie tiba-tiba sudah berada tepat di belakangku dan langsung memelukku beberapa detik.
"Maaf, aku terlalu lambat" aku yang tadinya merasa sakit dan ingin menangis jadi membeku. Terlambat apa? Dan kata-kata kak Aqie selanjutnya terdengar seperti jauh sekali dan samar-samar. Tapi tetap terdengar kata perkatanya.