Sayup aku masih mendengar langkah kakimu di antara rerumputan berembun
Langkah yang menyuarakan banyak kisah pendek, bergenre puitik
Tentang  masa lampau, ketika tertawan rasa memiliki amor
Â
Ingatkah grafiti melekat di tepi pigura titian sungai
Namamu bersimbol jantung dan panah menikam
Dan, apa kamu ingat di bantaran sungai  kita selisih beda pandang
Tentang makna nikah dan punya anak banyak
Bagimu nikah itu pembatas kebebasan mengurung diri di kerangkeng nestapa
Kalau begitu, mengapa kita harus sudi digores amor
Kamu diam tak beri alas pendapat
Rambut panjangmu tak lagi kubelai
Kita pun sepakat pisah ketika gulita malam bersiram gerimis halus
Melintasi rerumputan selutut jemari tak lagi berkait
Bulan perak sebesar pinggan tak berdaya menepis awan
Muram jadinya pertemuan tanpa makna
Tanpa kecup di bibir dan kening seperti biasa
Dan senyuman itu samar pada gulita hitam arang
Itulah mula kamu merenda kata mengurai novelet bertajuk ' amor tanpa luka'
Terbaca banyak mata di banyak penjuru
Dan di ujung goresmu satu kalimat memicu haru
Betapa indahnya maaf
Meski tak pernah terucap...
( medan, akhir maret 24 )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H