Sepeda motor itu menyalib begitu mendadak di tengah jalan. Dirgo tak menduga ada kegilaan seperti itu. Bunyi mencicit keras membelah suasana malam ketika Dirgo menginjak pedal rem secara reflek. Untung kepalanya tak trbentur  setir.Â
Dua pengendara motor yang berboncengan tampak turun dan memberi isyarat dengan tangan,meski Fortuner itu sudah berhenti.
"Sialan..." Dirgo menggerutu.
Tonny terkesiap.
"Polisi!"
Ketiganya tegang.
"Bagaimana bos,apa kita jalan terus," desis Ramli yang tadi mengantuk dan kaget karena Dirgo menginjak rem tiba-tiba.
"Tunggu dulu, kita mau tau apa itu polisi," kata Tonny seraya meraba gagang pistol di pnggang.
Dari arah belakang lewat jembatan pendek ada sorotan lampu mobil pikap. Ada tiga orang duduk di depan.
Pengendara motor melangkah pelan mendekati Fortuner.
Insting Tonny langsung bereaksi. Ia menoleh ke belakang tapi matanya silau oleh cahaya lampu pikap.
"Celaka. Kita terkepung polisi."
Dua pengendara motor menyapa dengan ramah."Selamat malam. Tolong buka pintunya."
Ramli yang naik pitam menurunkan kaca pintu." Ada apa ini..."
"Kami polisi."
Tonny dan dua temannya t"erperangah.
"Ini razia apa," kata Ramli.
"Ya,benar." kata pengendara motor yang sudah menggenggam pistol.
"Kami salah apa." Ramli berbasa-basi.
"Kami minta anda semua keluar dari mobil dan jangan coba menentang, karena tiga polisi juga siap bertindak kalau terpaksa."
Tiga polisi di dalam pikap sudah turun berjaga di kiri kanan Fortuner.
KKetiga pria di dalam fortuner tegang, saling pandang dalam gelap.
"Bagaimana bos, kita menyerah begitu saja?" tanya Dirgo pada Tonny.
Tonny memutar kEpala, melihat mobil itu dikelilingi lima orang.
"Percuma melawan," kata Tonny bernada berat.
Polisi pengendara motoR mengulangi perintahnya," bapak-bapak di dalam mobil supaya keluar dulu, dan kami harap tidak adA tindakan yang bisa merugikan anda sendiri."
Tak guna berbuat bodoh, hati kecil Tonny berkata. Perlahan ia mencabut revolver dari pinggang dan menyembunyikannnya di bawah jok.
Ramli yang duduk di depan duluan beringsut kEluar,walau dengan kaki berat. Tonny menyusul dengan gerak lambat. Tiga polisi dari pikap muncul mengelilingi, dan salah satunya melakukan penggeledahan.
Tonny, Ramli, Dirgo, disuruh kembali masuk tapi kemudi diambil alih salah seorang petugas,, dan seorang rekannya ikut menempel di jok belakang. Tonny dududk di jok depan.
Fortuner itu meluncur arah kota diikuti mobil pikap dan speda motor. Tiba di persimpangan kota, menikung ke kiri menuju jalan mendaki.
Tonny akhirnya buka bicara." Apa tak ada jalan lain tanpa harus memperpanjang persoalan yang kami belum mengerti?"
Polisi yang berjaga di belakang, balik bertanya," kalian masak tak mengerti kenapa kalian ditangkap."
"Sejujurnya..." kata Tonny.
"Nanti di kantor kalian akan menegrti," kata petugas.
"Haruskah begitu? Apa tak bisa diselesaikan di sini saja?"Â
"Maksud anda?"
"Sepuluh juta tunai."
"Apa? Maksud anda..."
"Dua puluh..."
"Anda mau menyuap ?"
"Bagaimana kalau dua puluh lima."
Polisi itu tertawa."Uang tak selamanya menyelesaikan persoalan. Kalian menambah satu pasal lagi, penyuapan."
Tonny berang tawarannya tak mendapat respon.
Mobil itu memasuki halaman sebuah kantor, Ketiganya digiring memasuki salah satu ruangan.
Atas dakwaan penganiayan demgan senjata api dan penculikan anak gadis, ketiganya dimasukkan ke dalam sel.
"Menunggu besok anda bertiga sementara kami tahan sesuai surat perintah. Kalian bisa didampingi pengacara."
Ketiga bandit Jakarta itu membisu sejuta bahasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H