Mohon tunggu...
Leonardo Tolstoy Simanjuntak
Leonardo Tolstoy Simanjuntak Mohon Tunggu... Wiraswasta - freelancer

Membaca,menyimak,menulis: pewarna hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tak Kubiarkan Cintaku Berakhir di Tuktuk (109)

25 November 2015   10:40 Diperbarui: 25 November 2015   11:59 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

HUJAN memang turun sore itu, awalnya hujan gerimis apung-apung, lama kelamaan jadi gerimis menderas diiringi angin kencang.  

Itu sangat mengganggu Riko yang menggendong Nika menyusuri tanah pantai yang lembab. Ada jalan berbatu dan jalanan penuh rumput selutut. Tapi lebih menyulitkan manakala harus menapaki jalan mendaki berkelok berbentuk huruf Z. Agak licin karena disirami gerimis. Sebelumnya juga jalanan mendaki berkelok itu sudah agak becek karena hujan semalam. 

"Sudahlah Bang Riko,aku turun aja di sini. Tak apa aku masih kuat berjalan kok," Nika mendesah di punggung Riko. Tapi Riko tak mau menurunkan Nika. Ia merasa tak terbeban menggendong gadis itu. Riko merasa kuat sekali. sedikitpun tak merasa kepayahan dibebani tubuh sintal itu di punggungnya. Riko merasakan sentuhan sentuhan sepasang daging kenyal itu sesekali tertekan di punggungnya. Sentuhan daging kenyal itu, yang sudah dihapalnya dalam hati. Riko tak merasa risih dengan tonjolan daging empuk yang sedang mekar itu. Karena beberapa kali pernah dekat di sana, di pebukitan indah itu.

"Tak apa Nika, aku tak merasa terbeban kok, malah aku senang," kata Riko saat menapaki jalanan mendaki berkelok itu. Dua orang penggembala kerbau hanya terpana memandang adegan romantis yang hanya pernah dilihatnya di layar televisi. "Anak muda jaman sekarang," gumam orang tua bertopi lusuh itu mengerjap-erjapkan mata.

 "Kok abang bilang senang gendong Nika seperti ini," kata Nika.

"Ya senang, Nika tak capek jalan." sahut Riko .

"Hanya karena itu?"

Riko tertawa. "Karena yang kugendong gadis cantik..."

"Lalu...apa lagi,hayo..." canda Nika mengikuti twa Riko.

"Mmmm apa lagi ya..."

"Abang pikirin yang macam-macam ya, uff Riko genit." Nika menonjok punggung Riko.

"Yang macam-macam gimana," Riko tak paham maksud Nika. Ataukah pura-pura.

" Aaaah sudahlah Rik, aku tau bang Riko keenakan."

RIKO tergelak." Keenakan, yah maksud Nika?"

"Keenakan gendong gadis..." sambung Nika lalu menjewer telinga Riko.

Tiba-tiba, tak terduga sepatu Riko menginjak tanah tanjakan yang licin berlumpur. Kakinya terpeleset. Riko hilang keseimbangan. Sempat dicengkeramnya padang ilalang di sisi jalan terjal,tapi rumput itu tercabut tak cukup kuat akarnya menahan sentakan tangan Riko yang begitu kuat.

Nika menjerit, memeluk Riko lebih kuat. Keduanya bergulingan ke bawah. Untung juga tak menimpa batu-batu besar di bawah. Riko merangkul Nika dalam kagetnya. Keduanya terkapar di tanah becek. Sekujur pakaian berselemak lumpur. Nika meringis ketika merasakan lengannya nyeri.

"Maaf ya sayang, tanah licin kena hujan," Riko mengusap lengan dan kaki Nika yang bergelimang lumpur.

Riko mengecup kening gadis itu penuh perasaan." Syukur kita tak menimpa batu itu,". Nika mengangguk menoleh ke gundukan batu di sisinya.

"Ayo kugendong lagi, hujan nanti makin deras." 

NIKA menatap Riko. "Tak usah Rik, kamu capek."

"Tak apa Nika, aku biasa saja. Ayolah naik ke punggungku lagi."

"Hati-hati Rik,jangan jatuh lagi," kata Nika setelah berada di punggung Riko. 

"Ya Nika, aku selalu akan melindungimu," Riko melingkarkan tangan menopang bokong gadis itu.

Riko kembali menapaki jalan menanjak berkelok,lebih waspada. "Pelan aja sayang," bisik Nika di punggungnya.

Keduanya sampai di tepi jalan dalam siraman gerimis halus. Tak sampai membuat kuyup. Riko menurunkan Nika dengan nafas terengah. 

"Tak usah digendong lagi Rik, biar aku jalan, masih mampu kok," kata Nika.

Jarak mobil Inova parkir masih ada sekitar seratus meter. Riko melihat tak jauh dari Inova, ada mobil lain parkir. 

Nika menatap Fortuner hitam itu, dan jantungnya berdebar. Dipegangnya tangan Riko kuat. Ada firasat tak baguS berkelebat di benaknya.

"Riko..." suara Nika bergetar.

"Ya, kenapa Nik,"Riko berpaling mengamati Nika menatap ke arah Fortuner hitam yang parkir tak jauh dari Inova.

"Hati-hati ya Riko, kita mungkin bakal menghadapi bahaya."

"Maksudmu..." Riko menatap wajah Nika yang berubah tegang.

Riko baru tersadar. "Oh ya kau benar Nika, aku ingat sekarang. Tapi tak apa, tenang aja." Riko teringat ketiga pria yang mengancamnya tiga hari lalu. Apakah itu Fortuner yang mereka pakai?

Feeling memang harus direspon.

Ketika sudah tiba dekat Inova, Riko langsung   memencet remote control, membuka pintu, menyuruh Nika masuk di jok depan.

Mobil dihidupkan. Tapi saat kopling dilepas perlahan, Riko sadar ada yang tak beres. Ia melongok melihat ban belakang. Bah, kempesnya sampai kandas. Wajah Riko merah padam. Diliriknya ke arah Fortuner, melihat tiga pria itu mendekat sambil senyum lebar.

Riko turun dari mobil memeriksa ban belakang. Ia terpana. Kedua ban belakang kempes total.

" Kenapa bannya lae, kena paku kali," kata Ramli yang berjambanh lebat tergelak.

Riko tak menjawab. Matanya terpaku melihat bekas sayatan memanjang pada ban. Jelas ada yang mengempesi.

"Puas kalian ya," kata Riko berdiri menghadap ketiga pria itu.

"Puas? ha ha ha...kalian yang puas bercinta, kok dibilang kita yang puas. Ini namanya ngeledek, Bos," kata Ramli menoleh pada Tonny.

" Kalian kempesi ban ini, kenapa?" Riko bersikap tenanng.

Salah seoran bernama Dirgo mendekati pntu samping Inova, berkata pada Nik: "Hallo nona manis, selamat sore sayang..."

Nika diam, merasa muak.

Dirgo mendekati pintu mobil." Sayang sekali bukan jodoh kita untuk bercinta."

Mata Nika mendelik marah. Tapi ia memilih diam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun