"Terima kasih Rik, tak sia-sia aku mencintaimu," balas Nika. Matanya berkilau oleh air mata yang menggantung di pelupuk.
Riko mengecup kening gadis itu lembut. Getaran birahi meluap tapi ditahannya sekuat tenaga. Nika tahu gelora itu, dan ia tersenyum.
"Kamu ingat kenangan di bawah pohon kemiri itu ya Rik. Kita sudah menyatu dan aku telah berikan milikku yang paling berharga di sana."
Riko tertegun. Sekelumit pengalaman paliing indah melintas di pelupuk mata. "Ya Nika, Aku tak akan lupakan itu, dan aku siap bertanggung jawab seandainya..."
"Sssssttt..." Nika melintangkan jari telunjuk di bibir. mencolek perut Riko." Belum ada apa-apa kok Rik, kan baru sekali, mungkin belum Rik...aku tahu Rik kamu pasti mengenang itu."
Lalu Nika mengisyaratkan Riko memandang ke pintu kamar yang terbuka. Riko mengikuti arah mata Nika, lalu berdiri. "Oh ya lupa , untung tak ada yang melihat kita tadi." Lalu daun pintu dirapatkannya perlahan.
Senyum mengembang di bibir Nika.
"Kalau saja kIta menginap berdua malam ini di sini Rik."
Riko memegang tangan Nika menariknya berdiri, merapatkan tubuh sedang mekar itu dalam peluk melekat." Demi menjaga pandangan orang pada dirimu Nik, biarlah kita tidur pisah, kalau tiba waktunya dan takdir menentukan kita akan berdua sepanjang waktu. Sekarang kita ciuman lagi, sebelum aku meninggalkanmu di sini."
Bibir sensual kemerahan itu seperti mencibir manja. "Tapi Rik janji hanya peluk cium aku ya, ntar ketauan orang bisa geger hotel ini."
Riko tertawa kecil. "Aku bisa mengontrol diri Nik, percaya padaku kan. Tapi aku pengen raba-raba bisa kan sayang."