"Riko..." nafas Nika menderu. Desah manja mencuat pada nada suaranya.
Dan detik berikutnya bibir Riko menempel di bibir sensual itu. Nika pun memejamkan mata, ketika merasakan bibir Riko mengulum bibirnya dengan ciuman hangat. Reflek kedua tangannya terangkat mendekap Riko. Deru nafas berpadu, menyatu dalam peluk hangat yang menggelora.
"Aku sungguh takut Riko, takut sekali," bisik Nika ketika kuluman ketat bibir Riko terlepas.
"Apa yang kamu takutkan sayang," Riko masih melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu. Diendusnya wangi khas rambut ikal hitam sebahu itu dengan menyentuhkan hidung.
"Takut kalau tak ketemu lagi denganmu," Nika menggelinjang geli ketika ujung hidung Riko menyentuh lehernya.
"Kita sama Nik,sejak pengalaman pahit di rumah sakit itu, aku hampir putus asa. Tapi aku berdoa terus, dan Tuhan mendengar doaku."
Nika menceritakan secara ringkas kejadian yang membawa ibunya berurusan dengan polisi. Riko prihatin mendengarkan. Diusapnya airmata yang menetes turun ke pipi halus itu.
"Aku kira Tuhan campur tangan sehingga siapa mamaku yang sesungguhnya jadi terkuak. Mama telah menerima hukumannya. Dia membiarkan papa sekarat dalam sakitnya untuk niat yang jahat. Dan Tuhan marah."
Riko menarik nafas panjang." Sekarang kita diintai bahaya Nik. Ada tiga orang disuruh mamamu memutus hubungan kita. Bahkan aku diancam."
Nika menggeser tubuhnya menghadap Riko. Dipegangnya kedua bahu Riko." Mamamu sungguh tega, aku malu dan kesal. Sudah di penjara juga masih berpikiran jahat. Sungguh aku malu. Tapi Rik, aku tak takut. Aku tak akan surut oleh ancaman. Mereka kira gampang memperlakukanku seperti anak kecil."
Riko memeluk tubuh sintal itu erat. Dibelainya rambut Nika, berbisik " Ya aku juga tidak takut, aku hanya memikirkan dirimu. apapun yang terjadi aku siap hadapi sekalipun nyawa jadi taruhannya."