(4)--- Dan tentunya, negara juga bertanggungjawab atas mahalnya harga obat. Bagaimana tidak, obat-obatan yang dikonsumsi oleh masyarakat, dipajak oleh pemerintah.
Obat yang dijual dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh negara, nilai PPN adalah 10 persen, ini jelas mempengaruhi penentuan harga obat semakin tinggi.
PPN menganut sistem negative list, itu bearti semua barang adalah objek PPN, kecuali yang dikecualikan.
Memang ada pengecualian, yakni obat-obatan bagi pasien rawat inap, karena masih satu kesatuan dalam layanan kesehatan. Namun, hanya secuil rakyat Indonesia yang berada dan rawat inap di rumah sakit, sisanya harus pasrah atas mahalnya obat karena dampak PPN.
Luarbiasanya lagi, obat dan bahan baku obat, serta alat pengobatan impor, harus dikenakan bea masuk, dan bahkan dikategorikan barang mewah. Pajak barang mewah sendiri dapat mencapai 30 persen dari nilai produk impor.
Banyak kritik kemudian muncul, negara lebih memilih menghapus bea masuk bagi tas mewah ketimbang bea masuk obat, bahan obat, serta peralatan pengobatan.
Negara sebenarnya dapat bijaksana, tanpa pajak, jelas obat-obatan menjadi murah dan terjangkau. Apa lagi pendapatan pajak obat pasti jauh lebih kecil dibanding subsidi kesehatan yang harus dikeluarkan pemerintah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H