Merdeka! Itu yang mereka pekikkan di layar tivi.
Kulihat upacara negara sungguh khidmat dan rapi.
Aku tak peduli.
Katanya ini hari ulangtahun negaraku, berbinar aku menyambut.
Bukan apa. Bokan soal upacara.
Sebuah acara telah menanti, dompetku akan kembali terisi.
Kusemangat tiada biasa.
Menyisir rambut dengan seksama.
Sematkan bando berwarna merah.
Pelembap, bedak, blush on, maskara dan eye shadow telah siap.
Kutempel-tempelkan mereka dengan tebal nan meriah.
Tak lupa kusangkutkan bulumata badai ala sang princess.
Kutatap lama wajah di cermin.
Aku berubah. Aku suka. Maafkan aku Tuhan.
Bukan kebaya atau rok mini yang kupakai.
Tapi kostum olahraga yang tak mencurigakan.
Ku pergi dan ku kunci pintu kamar.
Kamar mahluk terasing.
Yang tak bisa lagi pamit pada ibu bapak.
Saat melangkah masuk lapangan.
Mata sedap mata tak sedap bergantian menyambut.
Tawa nyinyir tawa bahagia saling riuh bersahutan.
Bola ku-serve ternyata keluar.
"Tol***..." teriak kaptenku, "udah banci, tol** lagi.." katanya dengan jari melentik.
Penonton tertawa.
"Sory cyiiinnnn...eike kelilipan..." balasku berkedip kedip.
Lagi-lagi mereka tertawa.
Begitulah tugasku.
Harus mengalahkan identitas diri
demi identitas yang lain.
Karene itu ternyata yang membuatku merdeka.
Merdeka dari kelaparan.
------
Reff; Semarak 17Agustusan...Â
Pertandingan Volly Tim Bpk2 Perumahan VS Tim Laura (Waria)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H