Mohon tunggu...
Aji Latuconsina
Aji Latuconsina Mohon Tunggu... -

|Bukan Penganut Ajaran Agama Spilis (Sekulerisme - Pluralisme - Liberalisme) •Provokata @kutikata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Narrative Text, Takut Mendengar Takbir

29 September 2018   13:59 Diperbarui: 29 September 2018   14:17 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deskripsi dalang wayang panjang kali lebar yang disampaikan S. Tejo tentang hakikat ulama menurut interpretasi budaya liberalnya, mengisyaratkan konklusi bahwa ulama itu tergantung perbuatannya (bukan dakwahnya). 

Pendapat bebas S. Tejo ini sangat berbahaya dan berakibat fatal bagi ruang publik pengetahuan agama orang lain. Jika yang dia maksud adalah siapa saja yang berbuat baik, tidak tergantung profesi dan latar belakang keilmuan agama, maka asumsi S. Tejo sangat dangkal dan menyesatkan. 

Bagi orang yang tidak alim misalnya (kriminal atau koruptor) tetapi karena gengsi profesi dan masih bisa membuat seorang S. Tejo terpukau, terenyuh, simpati dan sevisioner dengannya, maka secara otomatis orang tersebut layak menyandang pangkat ulama, menurut Tejo yang juga pawang wayang dan aktor film ini.

Sayangnya pada akhir sesi acara malam itu, Ustd. Haikal terlihat sama sekali tidak berminat menanggapi buah pikiran nyeleneh dari tumbangnya pohon akal busuk dari logika S. Tejo.

Merasa paling berbudaya di atas awan, S. Tejo kemudian melanjutkan fantasinya tentang pencitraan buruk kepada perihal doktrin agama. 

Narasi Teks Ulama Yang Jadi Nasi Goreng

S. Tejo melanjutkan pemahaman sekulernya dengan mengandalkan contoh penjual nasi goreng di Surabaya yang judesnya minta ampun. 

S. Tejo sengaja menggoreng logika formal pemirsa ILC malam itu bahwa ilmu pengetahuan sama sekali tidak berperan (useless) karena contoh penjual nasi goreng yang setiap saat melayani pembeli dengan sikap judes (amoral) namun dagangannya laku dan banyak pengunjung.

Kemudian S. Tejo memberi kesimpulan bahwa karakter penjual nasi goreng yang seperti itu pasti ada kiyai atau ulama behind the unethical scanes. Yang mengindikasikan jika kiyai atau ulamanya penjual nasi goreng yang betul dan ulama seperti itulah yang diperlukan saat ini.

Di bagian inilah letak narasi S. Tejo yang menghina ulama dengan semangat menyesatkan kapasitas ulama. Ulama menurut konsep S. Tejo tidak ada bedanya dengan dukun, ahli nujum atau pun paranormal.

Tidak cukup sampai di sini S. Tejo mengumbar silently humiliation, menghina ulama di hadapan publik. Peran ulama yang diinginkan Presiden Republik Jancukers ini adalah ulama yang bahkan punya kuasa untuk menyeru dan menyuruh orang atau pasangan suami istri untuk bercerai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun