Adakah yang sudah diproses hukum atau setidaknya sudah teridentifikasi diketahui sebagai pelaku persekusi? Sampai kini tidak ada satu pun headlinenya.
Apa mungkin mereka pantas disebut banci yang terbiasa sembunyi di depan umum? Â
Apa mungkin mereka yang mengaku lebih cinta bangsa dan fanatik kepada presidennya mau mengaku sebagai salah satu pihak yang mempersekusi kepentingan agama dan hak politik kelompok lain? Tentunya tidak!Â
Kelompok banci putus asa dan frustasi ini sudah tentu tidak ada yang mau mengaku sebagai persekutor para ulama dan aktivis politik di tahun politik.
"Makna Lain"
Karena terlalu sederhana masalahnya, jawabnya adalah :Â "Inilah Tahun Politik!"
Di tahun politik ini, semua bisa saja terjadi sesuai pakemnya. Jangankan hanya makna konstitusi dan persekusi yang sengaja dibolak-balik, di tahun politik semangka pun bisa berdaun sirih dan ayam pun bisa bertelur itik.Â
Semua kegaduhan mental absurd menjelang kampanye Pilpres ini tidak seberapa kritis nantinya ketika masuk ke dalam proses perhelatan yang sesungguhnya.Â
Namun resume dari semua kekonyolan tentang persekusi dan persekutor ini dapat kita pahami sebagai kesalahan dari revolusi mental yang super kebablasan.Â
Kelompok pendukung persekusi terlalu paranoid menghadapi sikap antipati capres yang belum legowo mengundurkan diri sebelum kampanye.
Persekutor yang menuduh gerakan cinta agama dan politik agama sebagai upaya perbuatan makar kepada presiden (yang sekarang ini setengah sah), secara sadar telah menunjukkan kelemahannya di depan umum. Persekutor saat ini kewalahan dan galau menghadapi bayangannya (ganti presiden) sendiri.
Makna lainnya adalah para persekutor di belakang layar berusaha sekuat tenaga agar penonton (publik) percaya bahwa kegaduhan konstitusi ini adalah drama makar dari kelompok tagar. Padahal skenario peran gaduh itu strategi politik sutradaranya menjelang Pilpres. Persekusi yang kontroversial ini sesungguhnya adalah multi snowball effect. Repersekusi akan berbalik melindas dan menggiling play makernya sendiri.