Mohon tunggu...
SkyLy
SkyLy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memiliki hobi menulis mendorong saya untuk mencurahkan hobi saya di blog digital ini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kunamai Bunga Lily

31 Juli 2024   08:14 Diperbarui: 31 Juli 2024   11:51 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini jadwal saya menyambangi panti asuhan, entah sudah panti asuhan yang ke berapa, yang pasti semoga anak yang saya cari ada disini. Saya benar-benar mencari anak untuk diadopsi dengan kriteria yang sangat spesifik, anak perempuan balita, dengan ciri fisik yang harus sangat mirip dengan saya, berkulit putih langsat dengan kornea mata yang hitam legam dan rambut lurus yang hitam pula.

Saya seorang wanita yatim-piatu sejak bangku SMA, baru saja lulus sarjana, bekerja freelance dengan upah diatas UMR, tidak tinggal dengan sanak saudara, tentu saja masih melajang, dan dalam beberapa bulan terakhir sering merasa kesepian.

"Di depan ruko tukang jahit ya neng?"

"Iya pak."

Kali ini saya pergi dengan ojek online, karena jarak panti asuhan tujuan terakhir saya ini lumayan jauh dari tempat saya tinggal, juga tidak dilalui angkutan umum, letaknya kurang strategis karena harus masuk ke gang kecil. Tapi bangunan pantinya terbilang luas untuk ukuran panti asuhan di daerah kecamatan, dengan ibu pendiri panti asuhan yang dinobatkan sebagai ibu dengan senyum paling ramah se kecamatan.

Jika penjaga panti asuhan benar, seharusnya saya hanya perlu menunggu ibu panti sekitar 15 menit, namun 9 menit berlalu ibu panti masih belum terlihat juga wujudnya di ujung gang. Saya sudah menyebutkan kriteria spesifik anak yang saya cari kepada penjaga panti, penjaga panti tidak yakin ada anak asuhnya yang cocok betul dengan spesifikasi yang saya sebutkan, sekarang ia tengah memeriksa semoga ada yang mendekati kriteria.

"Neng, ada."

"Yang benar saja bu?"

"Saat masih bayi rambutnya sehitam ini neng." Seraya penjaga panti memperlihatkan photo bayi dengan selimut merah polos.

"Sekarang usianya hampir 4 tahun, rambutnya benar-benar lurus tanpa gelombang, tapi sekarang rambutnya sedikit memerah neng. Dia suka panas-panasan."

"Assalamu'alaikum." Terdengar ucapan salam itu diiringi bunyi pintu ruang tunggu terbuka.

9.47, pas sekali dengan perkiraan penjaga panti, tidak lebih dari 15 menit. Ibu panti datang membawa barang belanjaan dari pasar, sepertinya itu untuk makan siang anak-anak. Ibu panti membiarkan penjaga panti mengambil alih barang belanjaan, lantas menatapku dengan tatapan menyelidik.

"Bu, perkenalkan saya Raye." Sengaja saya mencuri awal percakapan karena terasa sangat canggung.

"Kunjungan? Atau akan menitip?." Ibu panti bertanya penuh curiga.

"Saya sudah menyampaikan niat saya ke ibu penjaga panti yang tadi, pun sudah dicarikan anak yang cocok dengan spesifikasi yang saya cari. Jika berkas-berkasnya bisa dilengkapi hari ini, apakah boleh anaknya langsung saya bawa hari ini juga bu? saya berniat mengadopsi."

Ibu panti membuang nafas lega, "Mari masuk ke ruangan saya."

***

Baru saja saya dan ibu panti menempati posisi sempurna diatas sofa empuk minimalis berwarna hijau muda, seseorang mengetuk pintu lalu masuk membawa dua gelas teh dengan alas nampan stainless.

"Mba, mari duduk." Ibu panti meminta penjaga panti itu duduk bersama kami.

"Siapa kira-kira yang akan cocok dengan spesifikasi anak yang dicari nak Raye?" 

"Lian, bu. Tadi sudah saya perlihatkan photo Lian bayi, karena hanya Lian yang berambut lurus tanpa gelombang."

"Baiklah, ibu akan mengobrol dengan nak Raye. Setelah sekitar 30 menit, tolong antarkan Lian kesini mbak."

"Baik, bu." Penjaga panti itu lantas beranjak keluar dan menempatkan kembali pintu pada posisi tertutup rapat.

"Lian sudah di panti asuhan ini sejak lahir, awalnya saya berpikir tidak akan memberikan Lian kepada siapapun pengadopsi yang meminta Lian." Ibu panti menyelang ucapannya dengan helaan nafas yang lumayan berat.

"Namun setelah ibu pikirkan kembali, Lian berhak mendapatkan hidup yang belum dia dapatkan sebelumnya. Lian terlampau riang, sehingga membuat pengasuh bingung kapan dia merasa sedih. Untuk usia belianya saya akui dia amat pandai mengatur emosi, selalu menempatkan emosi marah dan penat pada posisinya. Yang ditakutkan adalah, emosi yang selalu dia tempatkan pada posisinya, apakah juga dia ekspresikan berdasarkan porsi yang seharusnya. Kita semua orang dewasa tentu paham, bahwa emosi haruslah diekspresikan dengan sebenar-benarnya, Karena dampak-dampak besar pada kesehatan mental akan berakibat fatal di masa depan. Terlepas dari semua itu, perlu diketahui bahwa Lian begitu santun dan rama, gemar membantu, dan begitu cerdas memecahkan masalah."

"Selanjutnya apakah ada yang ingin ditanyakan, nak?"

"Mengapa Lian bisa berada disini sejak dia lahir?"

"Di depan gang panti asuhan ini ada ruko tukang jahit, lihat? pemiliknya adalah mendiang ibunda Lian. Menjadi ibu tunggal sehari sebelum Lian lahir, penyebab meninggalnya ayahanda Lian tidak bisa saya terangkan. Yang pasti, kepergian sang suami betul-betul mengguncang mental mendiang ibunda Lian. Malam itu, kami (ibu panti dan ibu penjaga panti) sengaja bermalam di ruko tempat tinggal ibunda Lian, karena HPL sudah terlewat, kami cemas terjadi kontraksi saat malam hari dan tidak ada yang menolong. Tengah malam sepertinya, semuanya terjadi begitu cepat. Mendiang ibunda Lian dinyatakan telah gagal denyut jantung dalam perjalanan menuju tempat bersalin, penyakit asma yang kronis juga lemah jantung menjadi pemicunya. Pukul satu tepat dini hari, hari senin, tanggal 19 Juli, dokter bersalin berhasil mengeluarkan Lian dari rahim mendiang ibundanya dengan selamat."

"Bu, saya ada dua pertanyaan lagi. Boleh?"

"Silahkan." 

Memang sedari tadi, ibu panti bercerita dengan tatapan mata yang kosong, matanya sudah berlinang, namun air matanya tidak terjatuh.

"Apakah nama Lian adalah pemberian mendiang orang tuanya?"

"Bukan."

"Setelah Lian resmi saya adopsi, apakah saya boleh mengganti namanya?"

"Memang akan diganti menjadi bagaimana namanya? jika kamu sudah melihat parasnya, kamu pasti paham betapa nama Lian sangat serasi baginya."

"Bagaimana jika saya ganti menjadi Lilyan? tidak menghilangkan nama Lian yang begitu amat sangat sudah menyatu dengannya."

"Pengadopsi berhak atasnya."

Tidak lebih dari 30 menit kami menyiapkan semua berkas pengadopsian, datanglah penjaga panti dengan Lian dalam gandengannya.

Setelah Lian resmi menjadi anak angkat saya, saya mengganti nama Lian menjadi Lilyan.

Bunga Lily yang kerap kali melambangkan duka atas kematian merupakan alasan saya mengganti nama Lian menjadi Lilyan, yatim piatu sejak lahir merupakan hal yang tidak mungkin dia harapkan, namun kedua duka itu membentuk keindahan dalam diri Lian. Kemurnian, Kesucian, Keindahan adalah makna bunga Lily, dan semuanya saya dapati ada pada Lian.

Dunia, perkenalkanlah.

Dia kunamai Lilyan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun