"Bapak yang selama ini melarang Bayu untuk tidak menikah dengan wanita seberang sana, Bayu trima pak. Walaupun Bayu harus merelakan wanita itu di nikahi oleh laki-laki lain.
 Tapi apa Bapak tau jika di dalam keluarga kita ada penghianat yang selama ini bapak tidak tahu", ucap Bayu dengan memberontak, meluapkan rasa malu dan kecewa atas apa yang terjadi padanya.Â
" Opo maksudmu!!! wong sing pandhueni ahklak becik,ora bakalan nuturi wong tuo koyo nguno iku. Beraninya kowe ngomong sama Bapak seperti itu"
"ini Pak yang namanya sebuah aturan adat jawa yang bapak anut yang katanya bapak junjung tinggi sebuah adat nenek moyang. Sampai-sampai melati dan satiran melakukan hubungan cinta yang terlarang dan selama ini bapak hanya diam saja", dengan marah bayu mengeluarkan amarahnya didepan kakak dan adiknya.
"apa yang Mas katakan tidak benar pak, melati tidak melakukan apa-apa. Mas Bayu yang terlalu berlebihan, rasa sayang kami tidaklah lebih melainkan seorang kakak dan adik", tegas Melati dengan tujuan membela bapaknya.
"lalu siapa yang menghamilimu dek. Laki-laki mana yang menghamilimu", ucap Bayu dengan marah dan memberontak.
"sudah lah mas Bayu jangan marah-marah pada ayah", tegas Melati dengan menahan ras sakit yang selama ini ditanggungnya oleh ibunya. Yang tanpa diketahui oleh saudaranya yang lain.
Seketika istri Pak Loso menghentikan pembicaraan dan mengatakan semua yang terjadi di kluarga ini.
"semua ini adalah kesalah fahaman. Adikmu tidaklah hamil oleh siapapun. Dia hamil karena perjanjian bapakmu dengan sesepuh yang selama ini ia anut dan percayai.Â
Bapakmulah yang menyebabkan ini melati hamil, bapakmu yang selalu memperhatikan aturan adat dan istiadat sesepuhnya tanpa memikirkan betapa sulitnya hidup anak-anak melewati ini semua", ucap istri Pak Loso dengan menahan tangis yang tiada hentinya, menahan betapa sakitnya apa yang dia rasakan. Dengan menyembunyikan segala aturan adat istiadat yang selama ini Pak Loso anut.
"apa maksud ini semua Buk" ucap Satiran dengan memegang tangan Ibuknya.