"Gue pikir lo nggak ke sini," ucapnya di sela isakan. "Gue pikir bakalan nginap di sini sampai besok pagi. Gue takut banget. Gue---"
Aku langsung menariknya ke dalam pelukan, setidaknya inilah yang dibutuhkan seseorang ketika berada dalam situasi seperti ini. Kalian jangan berpikiran aku mencuri kesempatan, memeluk anak gadis orang. Sungguh, diri ini tidak tega melihat si Kutilangdara berada dalam kondisi begini. Apa yang dilakukan Chibie sudah keterlaluan. Lihat saja apa yang akan kulakukan terhadap mereka besok.
"Ssst ... tenang. Ada gue di sini dan lo nggak bakalan nginap di atas atap," bisikku sambil menepuk pelan punggungnya.
Tubuhnya bergetar hebat mungkin karena ketakutan. Aku melonggarkan pelukan, lantas menyeka lagi air mata yang kembali mengalir di pipi tirusnya.
"Nanti aja nangisnya. Sekarang kita turun dulu, kalau nggak beneran dikunci di sini sama penjaga."
Aku membantunya berdiri.
"Sebentar! Kaki gue kram," ucapnya.
Kami tidak memiliki banyak waktu, khawatir jika penjaga benar-benar mengunci pintu gedung ini. Aku langsung menekuk lutut dan menepuk pundak ini.
"Naik ke punggung gue," suruhku.
Si Kutilangdara bergeming.
"Ayo naik atau kita beneran bakal terkurung di gedung ini," tuturku dengan suara meninggi.