"Kenapa sih pada takut Matematika?" tanyanya masih mengurai senyum sehingga aku bisa melihat jelas lubang di pipinya.
"Rumit," jawabku jujur, "nggak suka hitung-hitungan dan malas mikir."
"Dasar cowok!" celetuknya membuatku mengerutkan kening.
Si Kutilangdara kembali tersenyum memperlihatkan gigi besar yang tersusun rapi. Well, kuakui senyumnya cukup manis.
"Bukan lo aja, adik gue juga gitu kok. Kalau ada PR Matematika suruh gue yang kerjakan," jelasnya tanpa diminta.
Aku hanya menanggapi dengan ber-oh-ria.
Sesaat kemudian kami sama-sama terdiam. Ketika aku melihat lagi kepadanya, si Kutilangdara kembali mengibaskan rambut yang masih basah.
"Pacar lo lumayan juga," cetusku mengatasi rasa canggung di antara kami.
Dia kembali tersenyum.
"Thanks," ucapnya lagi.
"Lo udah percaya 'kan kalau gue gabung di klub basket murni karena hobi?" sambungnya kemudian.