Mohon tunggu...
Elisius Udit
Elisius Udit Mohon Tunggu... Guru - Pengejar Waktu

Waktu senantiasa pergi dan tak akan kembali. Lakukan apa yang perlu dilakukan hari ini. Besok mempunyai urusannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tugas Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Tentang Coaching untuk Supervisi Akademik

30 Maret 2023   00:05 Diperbarui: 30 Maret 2023   00:14 2118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ELISIUS UDIT

SMK STELLA MARIS LABUAN BAJO

CALON GURU PENGGERAK ANGKATAN 7

KABUPATEN MANGGARAI BARAT

TUGAS KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 TENTANG COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

            Salam dan bahagia. 

   Sungguh sangat menggembirakan mengalami proses pembelajaran dalam pendidikan calon guru penggerak ini. Kali ini dengan materi yang sangat luar biasa yakni coaching untuk supervis akademik. Sebagai seorang calon guru penggerak, ketika mengeksplorasi materi ini, muncul pertanyaan dalam benak saya, "Apakah karena saya calon guru penggerak maka saya harus mempelajari materi ini? Ataukah semua guru semestinya mempelajari materi ini? Saya sangat bersyukur memperoleh kesempatan khusus mempelajari materi ini dalam proses pendidikan calon guru penggerak ini karena dengan mempelajari materi ini saya dapat mengetahui apa itu coaching dan mengapa harus dipelajari oleh seorang guru (penggerak).

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation mendefinisikan  coaching sebagai"...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif."

Proses coaching menggunakan pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching sebagaimana diungkapak Whitmore (2003) bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.

Paradigma berpikir coaching terdiri dari empat hal yakni fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.

1. Fokus pada Coachee

Pada proses coaching, seorang coach harus memusatkan perhatian pada coachee yang dikembangkan. Pada proses mengembangkan coachee, pusat perhatian coach adalah coacheenya, bukan situasi yang dibawakannya dalam percakapan. Apabila coach memfokuskan diri pada topic yang dibawakan oleh coachee akan membuat coachee berkembang sesuai keinginannya.

2. Bersifat Terbuka Dan Ingin Tahu

Seorang coach mengembangkan coachee dalam proses coaching sangat penting untuk mengedepankan keterbukaan terhadap pemikiran-pemikiran coacheenya. Coachee yang mampu berpikir terbuka saat proses coaching hanya coach yang selalu berpikir netral terhadap segala sesuatu yang disampaikan oleh coacheenya. Itu berarti, seorang coach harus selalu menghindari adanya penghakiman atau asumsi atas apa yang disampaikan oleh rekan atau coachee. Coach berusaha mengubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi asumsi secara hati-hati.

3. Kesadaran Diri yang Kuat

Proses coaching dapat berjalan dengan baik dan berhasil bila coah memiliki kesadaran diri yang kuat. Sebab kesadaran diri yang kuat sangat membantu coach menangkap adanya perubahan yang terjadi selama proses percakapan dengan coachee. Kesadaran diri yang kuat membantu coach menangkap emosi/energy yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan dalam coaching.

4. Mampu Melihat peluang Baru dan Masa Depan

Coach dalam proses coaching diharapkan mampu melihat peluang perkembangan yang ada saat ini dan membawa coachee melihat masa depannya sendiri. Coach berusaha mendorong coachee agar selalu fokus pada masa depan, karena situasi masa depan itulah yang bisa diubah, bukan situasi saat ini. Karena itu, fokusnya adalah penemuan solusi oleh coachee atas persoalannya, bukan pada masalahnya.

Selain memiliki beberapa paradigm, coaching juga mempunyai beberapa prinsip. Kedua hal ini sangat penting dalam proses coahing. Karena itu, seorang coach harus memahami hal ini secara baik agar mampu menjadi coach yang profesional. Beberapa Prinsip Coaching antara lain:

1. Kemitraan

Seorang coach adalah mitra dari coachee. Posisi keudanya setara. Coach dan caochee melihat satu sama lain sebagai pihak yang setara, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah. Coach menjadi rekan berpikir bagi coachee untuk dalam membantu coachee belajar dari dirnya sendiri. Karena itu, coach harus  percaya diri saat mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua dan menumbuhkan rasa rendah hati saat mengembangkan rekan sejawat yang lebih muda dan pengalamannya lebih sedikit. Selain itu, coach dalam mengembangkan coachee perlu juga mengedepankan tujuan coachee. Coachee memiliki tujuannya saat melaksanakan pengembangan. Coach harus selalu mengedepankan tujuan coachee tersebut.

2. Proses Kreatif

Salah satu prinsip coaching adalah proses kreatif. Karena itu, dalam proses coaching, terjadi komunikasi antara coach dan coachee. Hal ini akan mampu membuat coachee berpikir dan menemukan kekuatan dalam dirinya dan coach membantu memetakan dan menggali coachee untuk menghasilkan ide-ide yang baru. Apbila proses kreatif ini berjalan dengan baik, maka coaching yang merupakan roses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan sangat mungkin tercapai.

3. Memaksimalkan Potensi

Dalam sebuah proses coaching, coach berusaha memaksimalkan potensi coachee dengan. Karena itu, untuk memberdayakan coachee, percakapan coaching selalu berujung pada membuat sebuah kesimpulan dan merancang rencana tindak lanjut yang dibuat oleh seorang coachee untuk dikembangkan. Rencana yang dibuat adalah hal-hal yang paling mungkin dilakukan dan besar kemungkinan dapat berhasil.

Guru (penggerak) merupakan coch yang memimpin sebuah proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan menjadi bermakna yang mampu menuntun peserta didik menemukan kebagiaan dan keselamatannya jika guru dapat menerapkan coaching untuk menemukan kekuatan peserta didik, memberdayakannya dan memaksimalkan potensinya. Untuk itu, seorang guru atau coach perlu memahami kompetensi inti coaching dan alur yang digunakan dalam perakapan coaching.

Kompetensi Inti Coaching

1. Kehadiran Penuh (Presence)

Salah satu kompetensi inti coaching adalah kehadiran penuh (presence). Kehadiran penuh merupakan kemampuan coach untuk menghadirkan dirinya secara utuh bagi seorang coachee; seluruh badan, pikiran, hati coach harus selaras. Kehadiran penuh menjadi bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigm berpikir dan kompetensi lain dalam proses coaching. Hal ini sangat penting untuk selalu fokus dan bersikap terbuka, sabar dan melahirkan rasa ingin tahu.

2. Mendengarkan Aktif

Seorang coach dalam proses coaching sangat dituntut untuk memiliki kompetensi mendengarkan aktif yakni keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering disebut menyimak. Coach yang memiliki kompetensi mendenfarkan aktif akan lebih sedikit berbicara dan lebih banyak mendengarkan. Untuk bisa mendengarkan aktif, seorang coach perlu untuk mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang dipikrkannya termasuk penilaiannya terhadap coachee. Ada tiga hal yang membuat coach tidak mampu mendengarkan aktif saat coaching yakni asumsi (anggapan tertentu tentang suatu situasi yang belum tentu benar), Melabel/Judgment (memberi label/penilaian pada seseorang dalam situasi tertentu) dan Asosiasi (mengaitkan dengan pengalaman pribadi).

3. Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Kompetensi inti coaching yang lain adalah mengajukan pertanyaan berbobot. Pertanyaan berbobot akan sangat membantu coachee untuk merasa tergugah, berpikir dan menstimulusi pemikirannya sehingga mampu memunculkan hal-hal penting yang mungkin belum dipikirkannya, membantunya mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri yang dapat mendorongnya untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi. Pertanyaan yang diajukan itu berbobot apabila timbul dari hasil mendengarkan aktif, membantu coachee merefleksikan diri, bersifat terbuka dan eksploratif dan disampaikan pada moment yang tepat. Salah satu referensi yang digunakan agar seorang coach dapat mengajukan pertanyaan berbobot yakni dengan menggunakan mendengarkan dengan teknik RASA (receive/menerima, appreciate/mengapresiasi, summarize/merangkum, ask/menanya,). Apabila coach mampu  mendengarkan aktif dengan RASA, maka coach akan sangat mungkin dapat mengajukan pertanyaan berbobot kepada coachee sehingga coachee dapat menemukan kekuatan dalam dirinya dan menemukan solusi atas persoalannya sendiri.

TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching

Percakapan coaching merupakan acuan interkasi antara coach dan coachee. Karena itu, seorang coach harus memiliki kemampuan untuk menunjukkan tujuan dan arah percakapan yang dibuthkan oleh coachee seperti Percakapan untuk perencanaan,  Percakapan   untuk   pemecahan   masalah, Percakapan untuk berefleksi,  Percakapan  untuk  kalibrasi . Seorang coach perlu memiliki kesadaran terhadap tujuan percakapan yang dibutuhkan coachee sesuai konteks dan ketersediaan waktu saat percakapan terjadi.

Percakapan berbasis coaching yang bermakna dan efektif salah satunya dengan menggunakan alur TIRTA. Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir, prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana   secara mandiri.      Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk pengembangan diri dan membangun kemandirian. Melalui alur percakapan coaching TIRTA, kita diharapkan dapat melakukan pendampingan baik kepada rekan sejawat maupun muridnya.

Adapun alur percakapan TIRTA adalah sebagai berikut:


1. Tujuan Umum

Tujuan umum menjadi tahap awal dalam percakapan coaching dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. 

2. Identifikasi

Coach  melakukan  penggalian  dan  pemetaan  situasi  yang  sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.

3. Rencana Aksi

Coach mendorong coachee mengembangkan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuatnya.

4. Tanggung Jawab

Coach mendorong coachee membuat komitmen atas hasil yang dicapai dalam percakapan dan membuat langkah selanjutnya.

Umpan Balik Berbasis Coaching

Prinsip dan paradigma berpikir coaching dapat membuat proses supervisi akademik terfokus kepada pemberdayaan untuk pengembangan kompetensi diri dan kemandirian seorang coachee.   Namun, kenyataan selama ini praktek yang terjadi di satuan pendidikan bahwa supervisi akademik adalah sebuah proses evaluasi yang sering kali bersifat satu arah tanpa ada ruang untuk dialog apalagi menyepakati hasil supervisi akademik bersama dengan pimpinan.

Apa yang perlu diperhatikan untuk membuat pemberian umpan balik yang efektif dan memberdayakan sesuai prinsip dan paradigma berpikir coaching? Umpan balik yang efektif haruslah bersifat netral sehingga tidak subjektif dan tanpa dasar (Costa dan Garmston, 2016).   Umpan balik yang berbasis data kuatitatif dari indicator pencapaian yang disepakati akan memiliki lebih besar kesempatan untuk diterima.  Setiap orang tentunya membutuhkan umpan balik sehingga apabila umpan balik tidak diberikan secara efektif akan cendrung akan berasumsi terhadap capaian hasil sendiri tanpa data yang valid. Pembelajaran dapat terjadi di saat kita memiliki kesempatan untuk bisa mengolah data yang di dapat dari internal maupun eksternal. Data eksternal termasuk umpan balik dari rekan sejawat, guru, pendamping, pengalaman pribadi sementara data internal yang didapat dari umpan balik dan refleksi diri. Tidak satupun data yang didapat dari internal maupun eksternal akan bermanfaat untuk pengembangan diri kecuali adanya umpan balik konstruktif yang diberikan secara rutin dan berkesinambungan. Umpan balik akan efektif apabila berbasis data dan disampaikan secara langsung tidak lama setelah kejadian/pembelajaran/situasi terjadi.

Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching

Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajarannya di kelas. Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Karenanya kegiatan supervisi akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).

Hal ini sangat sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan, bagian Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan yaitu Pasal 14 ayat (1) Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran selain dilaksanakan oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang dapat dilaksanakan oleh sesama pendidik; kepala Satuan Pendidikan; dan/atau Peserta Didik.

Selama ini supervise akademik kadang dilihat sebagai momok yang menakutkan para guru karena sering supervisi akademik dilihat sebagai sebuah proses yang bersifat satu arah. Apalagi jika supervisi akademik ini hanya terjadi satu tahun sekali menjelang akhir tahun pelajaran. Supervisi menjadi sebuah tagihan atau kewajiban para pemimpin sekolah dalam tanggung jawabnya mengevaluasi para tenaga pendidik.    Sesungguhnya supervise akademik merupakan upaya memberdayakan kompetensi guru secara berkelanjutan dan mengoptimalkan potensi yang ada di dalam dirinya.

Supervisi akademik selalu diharapkan berujung pada peningkatan kualitas pembelajaran di dalam kelas terutama mengarah kepada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Namun, tidak berarti bahwa supervisi akademik hanya berfokus pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan, tetapi juga terarah kepada peningkatan motivasi atau komitmen diri kerja seorang guru di satuan pendidikan.

Supervisi akademik mengarah kepada dua paradigma utama yang menjadi landasan supervisi akademik yakni pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. Seorang supervisor harus memfokuskan diri pada dua hal ini pada pelaksanaan supervise agar kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjadi nyata dan terlaksana. Dalam konteks ini, supervisor perlu memahami bahwa supervise akademik bertujuan pertumbuhan yang mana setiap individu akan melihat supervisi sebagai bagian dari daur ulang belajar demi pengembangan performanya. Selain itu, supervis juga bertujuan mengembangkan yakni mendorong individu mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan dirinya. Proses supervise juga bertujuan mengevaluasi yakni sarana memonitoring pencapaian tujuan pembelajaran.

Setelah saya membaca keseluruhan materi di modul 2.3 tentang Coaching untuk supervise akademik akhirnya saya menyimpulkan bahwa semua guru seharusnya mempelajari dan memahami materi ini demi pelaksanaan tugasnya di sekolah terutama di dalam kelas. Apalagi seorang calon guru penggerak yang juga adalah calon kepala sekolah yang salah satu tugas pokoknya sebagai supervisor pendidikan. Seorang calon guru penggerak harus mempelajari dan memahami materi ini dengan baik agar pada saatnya bisa menjalankan tugas dengan baik pula.

Materi pada modul 2.3 tentang coacing untuk supervisi akademik ini sangat berkaitan dengan materi-materi yang sudah dipelajari pada modul-modul sebelumnya.

1. Supervise akademik bertujuan untuk mengembangkan komptensi guru yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu agar mampu mendesain pembelajaran. Beberapa peran guru penggerak yang dibahas pada modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak adalah menjadi pemimpin pembelajaran, mewujudkan kepemimpinan murid dan berpihak pada peserta didik. Supervisi akademik sesungguhnya sangat terarah pada tujuan mengembangkan kompetensi guru dan mengoptimalkan potensinya untuk menjadi pemimpin pemlajaran yang professional, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan melahirkan peserta didik yang mampu memimpin dirinya sendiri. Proses coaching akan sangat membantu seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk menemukan kekuatan dalam diri peserta didik agar kemudian menuntunnya mengembangkan diri (kepemimpinan murid) sesuai dengan kekuatannya masing-masing. Dalam konteks ini, guru menjadi coach yang membantu dan memberdayakan peserta didik mengembangkan kompetensinya dan mengoptimalkan potensinya.

2. Supervise akademik dengan paradigma berpikir coaching juga bertujuan mengembangkan kompetensi guru secara berkelanjutan dan mengoptimalkan potensinya agar menjadi guru yang reflektif, mandiri, inovatif dan kolaboratif. Hal ini sangat berkaitan erat dengan nilai seorang guru penggerak yang sudah dipelajari pada modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak. Proses supervise akademik dengan paradigma berpikir coaching akan sangat mungkin melahirkan guru dan peserta didik yang mampu melihat dirinya sendiri (kompetensi dan potensinya), guru dan peserta didik yang inovatif, kolaboratif dan menjadi pribadi yang mandiri.

3. Salah satu komptensi coaching adalah kehadiran penuh. Kehadiran penuh sangat mungkin membantu seorang coach untuk memfokuskan diri pada coachee sehingga mampu dapat memberdayakan kompetensi dan mengoptimalkan potensi coachee. Kehadiran penuh dapat saja tidak dapat dibangun apabila coach belum mampu menghadirkan dirinya secara utuh dalam proses coaching. Karena itu, perlu sekali diusahakan agar coach menghadirkan dirinya secara utuh dalam proses coaching. Hal ini sangat mungkin dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran sosial dan emosional sebagai yang dipelajari dalam modul 2.2 tentang pembelajaran sosial dan emosional. Contoh kegiatan untuk melatih menghadirkan presence yang bisa kita lakukan adalah dengan melakukan kegiatan STOP dan Mindful Listening sebagaimana yang dipelajari pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional.

Satuan pendidikan sangat penting untuk menerapkan prinsip dan paradigma berpikir coaching ini dalam supervise akademik. Supervisi akademik dengan menerapkan prinsip dan paradigm berpikir coaching sangat mempengaruhi dalam usaha mengembangkan kopetensi guru agar menjadi diri yang otonom. Supervisi akademik selalu terarah kepada pengembangan dan peningkatn kompetensi mengajar guru demi peningkatan kualitas proses pembelajaran di dalam kelas yang berpusat pada peserta didik. Karena itu, seorang supervisor perlu untuk mengedepankan semangat memberdayakan dalam proses supervise, bukannya mengevaluasi tanpa solusi.

Guru pada dasarnya adalah seorang pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran guru seharusnya melaksanakan proses pembelajaran yang interaktif, menginspirasi, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik. Karena itu, perlu dilaksanakan supervisi akademik untuk mengetahui, memberdayakan dan memaksimalkan potensi guru demi pelaksanaan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.

Pada konteks ini sudah pasti dibutuhkan kehadiran seorang supervisor. Supervisor dalam sebuah satuan pendidikan adalah seorang kepala sekolah. Kepala sekolah dapat menjadi supervisor yang baik kalau dia mampu mendorong warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid. Seorang supervisor mampu melakukan hal ini apabila dia dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Semua hal ini hanya akan mungkin dicapai apabila melakukan proses coaching.

Pendidikan seturut Ki Hadjar Dewantara menekankan pada proses 'menuntun'  pada tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Untuk dapat menuntun peserta didik dengan baik dibutuhkan ketrampilan coaching dari seorang guru agar betul membawa peserta didik mencapai keselamatan dan kebhagiaan baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam konteks pendidikan, proses coaching merupakan komunikasi pembelajaran guru dan peserta didik yang memberikan ruang kebebasan agar peserta didik menemukan kekuatan dirinya. Guru hadir sebagai pamong yang menuntun dan memberdayakan potensi peserta didik agar selalu berjalan sesuai jalan dan arahnya untuk menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya sendiri.

Hal-hal ini akan mungkin dilaksanakan apabila seluruh pendidik dan pemimpin satuan pendidikan memiliki pemahaman yang sama tentang konsep coaching ini. Untuk konteks satuan pendidikan tempat saya bekerja pengimplementasian hal ini membutuhkan waktu karena sebagian besar pendidiknya belum mempelajari materi ini apalagi memahaminya. Karena itu, untuk pengimplementasiannya terlebih dahulu akan dilakukan sosialisasi agar semua warga satuan pendidikan memiliki kesamaan konsep tentang supervise akademik dengan paradigma berpikir coaching ini. Apalagi selama ini proses supervise hanya mengarahkan kepada umpan balik yang satu arah saja atau lebih tepat disebut mengevaluasi proses pembelajaran, belum sampai pada proses pemberdayaan dan pengoptimalan potensi guru. Untuk itu, hal ini menjadi salah satu tujuan sosialisasi agar ada kesamaan pemahaman tentang supervise akademik dan dapat dijalakan sesuai tujuan supervise akademik dengan paradigma coaching ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun