Nama: Elisius Udit
Asal Sekolah: SMK Stella Maris Labuan Bajo
Calon Guru Penggerak Angkatan 7
KESIMPULAN
Tidak terasa proses pendidikan calon guru penggerak (CGP) angkatan tujuh sudah berjalan dua bulan. Perjalanan dua bulan ini sungguh luar biasa menyenangkan dan menggairahkan. Bagaimana tidak, sudah berbagai macam materi yang kami pelajari yang sungguh sangat memperkaya dan memperluas serta mencerahkan paradigma berpikir kami tentang bagaimana seharusnya kami sebagai guru memerankan diri dalam proses pendidikan.Â
Kami sudah mempelajari materi mulai dari Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif (dalam hal ini berbicara tentang disiplin positif, motivasi perilaku manusia-hukuman dan penghargaan, posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas dan segitiga restitusi. Beberapa materi ini sangat menarik dan sangat bermanfaat sebagai bekal berharga bagi kami dalam menjalankan tugas sebagai guru.
Setelah saya mempelajari beberapa materi tersebut saya boleh menyimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Seorang guru merupakan penuntun bagi peserta didik di sekolah. Seorang guru harus menuntun peserta didik secara ikhlas dengan penuh cinta dan kasih sayang demi mencapai kebahagiaan dan keselamatannya.
2. Sebagai penuntun, seorang guru harus menyadari nilai-nilai dan perannya agar dapat menuntun peserta didik dengan baik dan mampu membawa mereka pada jalan kebahagiaan dan keselamatan.
3. Seorang guru mampu menjalankan nilai-nilai dan perannya tersebut apabila didasari visi yang dibangun berdasarkan karakter atau kodrat peserta didik itu sendiri baik kodrat alamnya maupun kodrat jamannya. Visi inilah yang menjadi acuan sekaligus tujuan seorang guru menuntun peserta didik.
4. Seorang guru menuntun peserta didik demi terwujudnya pribadi yang merdeka baik sebagai seorang pribadi maupun sebagai makhluk masyarakat. Untuk itu guru sebagai penuntun harus membekali peserta didik dengan keterampilan sosial dan mendukung pertumbuhan karakter yang baik seperti rasa hormat, kepedulian terhadap orang lain, tanggungjawab, kontribusi dan kerjasama. Hal ini dapat diwujudkan dengan menerapkan budaya positif di sekolah. Tujuannya untuk mewujudkan peserta didik yang menghidupi nilai-nilai kebajikan umum demi kebahagiaannya sendiri kebahagiaan orang lain di sekitarnya.
5. Sebagai seorang penuntun, dalam menerapkan budaya positif di sekolah guru harus memahami bahwa apa yang dilakukan oleh manusia selalu didasarkan pada kebutuhan dasarnya dan didorong oleh motivasi-motivasi tertentu seperti untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain dan untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
6. Ketika seorang peserta didik melakukan kesalahan, seorang guru menerapkan disiplin positif dengan metode segitiga restitusi. Ada tiga langkah penting dalam metode ini yakni menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, menanyakan keyakinan. Metode segitiga restitusi bertujuan mewujudkan peserta didik yang memiliki kesadaran intrinsik, mandiri, bertanggungjawab dan merdeka.
REFLEKSI
Sungguh sebuah kegembiraan sudah mengikuti proses pendidikan Calon Guru Penggerak (CGP) hingga pada akhir Paket Modul 1 ini. Saya merasa beruntung mendapat kesempatan belajar di program guru penggerak ini. Sejauh ini saya sudah merasa diperkaya dengan materi-materi yang luar biasa mencerahkan pemahaman yang dibagikan oleh Instruktur, Fasilitaor dan teman-teman Calon Guru Penggerak (CGP). Saya sudah semakin menyadari siapa saya sebagai guru dan bagaimana saya harus memerankan diri dalam proses menuntun peserta didik agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan dirinya dan menjadi pribadi yang berdampak baik bagi diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Modul yang terakhir yang dipelajari yakni Budaya Positif. Beberapa materi penting yang dipelajari pada modul ini yakni; disiplin positif, teori control, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas dan segitiga restitusi.Â
Saya melihat semua materi ini saling berkaitan dalam proses guru menuntun peserta didik untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatannya. Materi dalam modul ini sangat berguna bagi saya dalam mempersiapkan diri untuk membekali peserta didik dengan keterampilan sosial dan mendukung pertumbuhan karakter yang baik seperti rasa hormat, kepedulian terhadap orang lain, tanggungjawab, kontribusi dan kerjasama terutama peserta didik yang berprofil pelajar Pancasila.
Sejauh ini saya memahami beberapa isi Modul ini sebagai berikut:
1. Disiplin positif
Sebagai penuntun peserta didik di sekolah, seorang guru sangat penting dan perlu menerapkan disiplin positif. Disiplin positif merupakan sebuah cara penerapan disiplin tanpa menggunakan kekerasan dan ancaman. Penerapan disiplin mengedapankan komunikasi antara seorang guru dan peserta didik. Guru membantu peserta didik memahami konsekuensi dari setiap perilakunya dan bertanggung jawab serta memiliki rasa hormat dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.Â
Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran dan memberdayakan peserta didik untuk melakukan sesuatu tanpa pengaruh dari luar melainkan karena dorongan intrinsik. Penerapan disiplin positif mewujudkan peserta didik yang memahami bahwa menggunakan sepatu ke sekolah bukan untuk menghindari hukuman, melainkan untuk menjaga kebersihan kaki dari kuman dan kenyamanan saat mengikuti pembelajaran.
2. Teori Kontrol
Tidak satu pun orang di dunia ini yang mampu mengontrol orang lain. Bila ada orang yang mengaku mampu mengontrol orang lain, itu hanyalah sebuah ilusi. Paradigma yang dibangun oleh guru-guru di sekolah selama ini bahwa mereka mampu mengontrol peserta didik. Dr. Wlliam Glasser melihat ini adalah sebuah ilusi saja. Karena sesungguhnya peserta didik sendirilah yang dapat mengontrol dirinya sendiri. Bukan guru, juga bukan orang tuanya.
Ada beberapa hal yang keliru dan coba diluruskan oleh Dr. William Glasser dalam teorinya.
Ilusi guru mengontrol peserta didik.Â
Guru tidak dapat memaksa peserta didik melakukan sesuatu apabila peserta didik tidak mau melakukannya. Kalaupun peserta didik memilih untuk mengikuti gurunya, itu hanya terjadi apabila peserta didik sedang mengijinkan guru mengontrol dirinya. Pada posisi ini, control guru menjadi sebuah kebutuhan bagi peserta didik. Teori control melihat bahwa semua tindakan manusia memiliki tujuannya masing-masing; perilaku yang baik pun yang tidak disukai.
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.Â
Salah satu bentuk kontrol adalah penguatan positif. Namun, hal ini hanya berdampak dalam waktu jangka pendek. Bisa jadi peserta didik akan mencoba menuruti atau menolaknya dan bisa juga peserta didik akan menjadi sangat tergantung pada gurunya.
Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat  menguatkan karakter.
Guru yang mengontrol peserta didik dengan kritikan dan rasa bersalah akan menciptakan peserta didik dengan identitas gagal. Peserta didik akan menilai dirinya buruk dan tidak berdaya, negatif.
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.Â
Banyak orang percaya bahawa penguatan positif efektif dan bermanfaat. Itu hanyalah sebuah ilusi. Penguatan positif menjadi salah satu bentuk control guru terhadap peserta didik. Kontrol seperti ini akan berdampak pada jangka waktu tertentu saja dan tidak menyadarkan peserta didik untuk melakukan sesuatu berdasarkan motivasi dari dalam dirinya.
3. Teori motivasi
Ada tiga motivasi perilaku manusia sebagaimana yang disampaikan oleh Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline. Gossen melihat bahwa ketiga motivasi itulah yang mendorong seorang manusia melakukan sesuatu.
Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Salah satu motivasi manusia melakukan sebuah tindakan yakni untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman. Ini motivasi paing rendah dari perilaku manusia dan sifatnya eksternal. Pertanyaan yang muncul dari orang yang melakukan sebuah tindakan karena alasan ini adalah; apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya? Mereka melakukan tindakan hanya untuk menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh secara fisik, psikologis, atau tidak terpenuhinya kebutuhan mereka apabila mereka tidak melakukan tindakan tersebut.
Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Motivasi lain dari manusia melakukan sebuah tindakan yakni untuk mendapatkan imbalan atau mendapat penghargaan dari orang lain. Motivasi ini bersifat eksternal. Motivasi ini berada satu tingkat di atas motivasi melakukan sebuah tindakan untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman. Pertanyaan mendasar orang melakukan tindakan dengan motivasi ini adalah; apa yang saya dapatkan apabila saya melakukannya? Pujian dari orang lain menjadi dasar utama mereka melakukan tindakan tertentu dan hal itulah yang terpenting dan berkualitas bagi mereka. Hadiah, pengakuan atau imbalan menjadi motivasi tindakannya.
Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Motivasi terakhir manusia melakukan sebuah tindakan adalah untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Pertanyaan dasar bagi orang-orang yang melakukan tindakan dengan motivasi ini yakni akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan tindakan karena mereka meyakini dan menghargai nilai-nilai tertentu dan mereka melakukan tindakan tersebut karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Motivasi inilah yang membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasinya berasal dari dalam dirinya sendiri (intrinsik).
4. Hukuman dan Penghargaan
Secara umum hukuman adalah suatu bentuk prosedur atau tindakan yang diberikan kepada individu atau kelompok atas kesalahan, pelanggaran atau kejahatan yang telah dilakukan dalam bentuk reinforcement negatif atau penderitaan dalam rangka pembinaan dan perbaikan tingkah laku sehingga tidak terulang kembali. Dalam hubungannya dengan pendidikan hukuman adalah tindakan pendidikan yang sengaja dan secara sadar di berikan kepada anak didik yang melakukan suatu kesalahan, agar anak didik tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji dalam hatinya untuk tidak mengulanginya.Â
Hukuman sangat berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan karakter peserta didik. Hukuman dapat mewujudkan peserta didik dengan identitas gagal. Sedangkan penghargaan adalah suatu bentuk imbalan balas jasa yang diberikan kepada seseorang atau kelompok karena telah berperilaku baik, melakukan suatu keunggulan atau prestasi, memberikan suatu sumbangsih, atau berhasil melaksanakan tugas yang diberikan sesuai target yang ditetapkan.
Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengatakan bahwa hukuman dan penghargaan merupakan cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Kohn menilai idealnya tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya. Penghargaan
5. Posisi Kontrol Guru
Guru merupakan penuntun bagi peserta didik untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya sesuai dengan kodrat alam dan jamannya. Salah satu tugas guru dalam proses menuntun ini adalah menerapkan disiplin positif untuk membekali peserta didik dengan keterampilan sosial dan mendukung pertumbuhan karakter yang baik seperti rasa hormat, kepedulian terhadap orang lain, tanggungjawab, kontribusi dan kerjasama.Â
Untuk menjalankan tugas ini, guru memiliki lima posisi kontrol yakni sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, pemantau dan manager. Posisi kontrol yang diharapkan dan sangat ideal bagi seorang guru adalah manager. Â Dengan bertindak sebagai manager guru dapat mewujudkan peserta didik yang mandiri, bertanggungjawab dan merdeka.
6. Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar pada manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun psikologis dengan tujuan mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Dr. William Glasser melihat bahwa ada lima (5) kebutuhan dasar seorang manusia yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidup, kebutuhan akan cinta dan kasih saying, kebutuhan akan kesenangan, kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan kekuasaan. Glasser melihat bahwa tindakan manusia sesungguhnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya ini. Dari sini kita bisa memahami bahwa perilaku manusia selalu memiliki keterkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya.
7. Keyakinan Kelas
Keyakinan kelas merupakan salah satu disiplin posistif yang bisa kita terapkan dalam membangun budaya positif di sekolah. Dengan adanya keyakinan kelas di setiap kelas diharapkan dapat mewujudjkan tujuan pendidikan yang berorientasi kepada Profil Pelajar Pancasila. Keyakinan kelas dibuat dengan tujuan menumbuhkan budaya positif pada peserta didik dan melakukan pembiasaan positif di kelas atau di sekolah. Keyakinan kelas juga bertujuan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada diri peserta didik atas pemilihan aspirasi idenya melalui kesepakaatan dan menumbuhkan rasa saling menghargai diri sendiri dan orang lain.Â
Langkah membuat keyakinan kelas; pertama, guru meminta semua peserta didik di kelas untuk menuliskan apa saja aturan yang perlu disepakati bersama di kelas. Kedua, semua usulan dari peserta didik ditulis pada papan tulis. Ketiga, kalimat-kalimat yang sudah disepakati menjadi keyakinan kelas diubah menjadi kalimat positif. Keempat, keyakinan kelas ditulis pada sebuah poster dan dipajang di tempat yang dapat dijangkau oleh banyak orang.
8. Segitiga Restitusi
Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi peserta didik untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Segitiga restitusi bertujuan menanamkan disiplin positif pada peserta didik sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Guru menerapkan disiplin positif dengan segitiga restitusi untuk mewujudkan peserta didik yang merdeka.Â
Ada 3 langkah restitusi yang harus dilakukan untuk menciptakan disiplin yang positif, antara lain menstabilkan identitas, validasi tindakan, serta menanyakan keyakinan. Jika seorang guru mampu menyelesaikan 3 tahapan tersebut, peserta didik secara responsif akan memperbaiki kesalahannya.
Beberapa materi yang dipelajari dalam Modul Budaya Positif ini sangat menarik dan merupakan sesuatu yang sangat baru dan tidak pernah diduga sebelumnya. Materi seperti disiplin positif, hukuman dan penghargaan, keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia, teori motivasi, posisi kontrol guru dan segitigas restitusi. Salah satu yang menarik bagi saya yakni tentang hukuman dan penghargaan. Selama ini saya yakini bahwa hukuman itu dapat mewujudkan karakter peserta didik yang baik.
Ternyata sebaliknya. Demikian juga dengan penghargaan. Selama ini saya memberikan penghargaan bagi peserta didik yang berprestasi dengan tujuan bahwa dia akan secara mandiri berusaha. Ternyata hal itu dapat mematikan kreativitas dan kompetensi peserta didik.
Setelah saya mempelajari modul ini cara pandang saya tentang penciptaan budaya positif sungguh dicerahkan bahwa hukuman itu tidak dapat menciptakan budaya positif di sekolah. Penerapan segitiga restitusilah yang mampu mewujudkan budaya positif di sekolah. Penerapan segitiga restitusi mewujudkan peserta didik yang mampu mengontrol dirinya sendiri. Guru dan orang tua tidak dapat mengontrol peserta didik.
Penerapan budaya positif di sekolah dengan menggunakan konsep-konsep yang diperoleh dari pembelajaran dalam modul Budaya Positif ini menghadirkan pengalaman yang sangat menarik bahwa peserta didik akan sangat mudah memperbaiki dirinya dan bertanggung jawab bila menggunakan segitigas restitusi. Hukuman bukanlah cara terbaik dalam menerapkan disiplin positif. Peserta didik akan menjadi mandiri dan bertanggungjawab memperbaiki kesalahannya bila menggunkan pendekatan segitigas restitusi.
Sebagai guru saya sangat senang dan bangga mendapati peserta didik yang begitu mandiri dan bertanggungjawab memperbaiki kesalahannya. Hal semacam ini sangat sulit ditemukan sebelum saya mempelajari modul ini. Ini sangat luar biasa dan saya yakin akan sangat baik bagi pembentukan diri dan karakter peserta didik. Konsep-konsep ini sudah sangat baik dan luar biasa tinggal bagaimana guru menerapkannya di ekosisitem sekolah demi pertumbuhan dan perkembangan budaya positif.
Sebelum saya memperlajari modul ini saya sering memerankan posisi sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah dan sebagai pemantau. Selama ini saya merasa apa yang saya lakukan sudah baik dan sesuai aturan yang berlaku. Namun, setelah saya mempelajari modul ini ternyata apa yang selama ini saya yakini baik padahal tidak sesuai dengan peran saya sebagai penuntun peserta didik. Ternyata apa yang saya lakukan sangat berbeda. Selama ini saya pikir saya dapat mengontrol peserta didik, padahal tidak.Â
Peserta didik sendirilah yang mampu mengontrol dirinya sendiri. Penerapan kedisiplinan yang selama ini saya lakukan ternyata dapat mewujudkan peserta didik yang beridentitas gagal. Penerapan disiplin positif dengan materi-materi dalam modul ini menciptakan isentitas peserta didik sukses.
Sesungguhnya saya baru mengenal apa itu segitiga restitusi. Selama ini saya belum pernah menghadapi persoalan peserta didik dengan menggunakan segitiga restitusi. Guru selalu menjadi penentu jalan keluar atas persoalan yang dialami peserta didik sehingga tidak salah kalau jarang sekali ditemukan perubahan yang signifikan dalam diri peserta didik.
Semua materi dan konsep-konsep yang ada dalam modul ini sangat luar biasa dan sangat cocok untuk menciptakan budaya positif di sekolah. Karena itu, saya berpikir bahwa belum dibutuhkan materi lain sebagai tambahan materi-materi ini untuk menciptakan budaya positif di sekolah.
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA
JUDUL MODUL Â Â Â Â Â Â Â Â Â : BUDAYA POSITIF
NAMA PESERTA Â Â Â Â Â Â Â Â : ELISIUS UDIT, S. FIL
1. LATAR BELAKANG
Semua manusia menghendaki menjadi pribadi yang merdeka. Salah satu jalan untuk menjadi manusia merdeka adalah dengan pendidikan. Pendidikan merupakan proses menuntun peserta didik untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dalam proses itu, guru menuntun peserta didik agar bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alam dan jamannya. Pendidikan merupakan proses mewujudkan manusia yang berkuaitas dan berkarakter dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik.
Untuk menghasilkan peserta didik yang berkarakter, maka ekosistem sekolah menerapkan budaya positif demi tercapainya profil pelajar pancasila sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Salah satu caranya dengan menciptakan keyakinan kelas. Keyakinan kelas dibuat untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif, efisien, menyenangkan dan berpihak pada peserta didik.
Kurikulum merdeka mengupayakan peningkatan kuaitas sumber daya manusia melalui pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Tujuannya agar peserta didik bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jamannya. Peserta didik menjadi subjek dalam pembelajaran yang harus dihormati dan dipahami sesuai dengan kodratnya. Guru hadir untuk menuntun peserta didik mencapai keselamatan dan kebahagiaannya masing-masing baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Sebagai calon guru penggerak, saya harus mampu menjadi agen perubahan pendidikan di eksosistem sekolah hari ini dan di masa depan demi mewujudkna peserta didik berprofil pelajar pancasila. Hal ini akan dicapai dengan cara menciptakan budaya positif di sekolah atau kelas melalui keyakinan sekolah atau keyakinan kelas. Guru dan peserta didik menciptakan keyakinan kelas dalam proses pembelajaran.
2. TUJUAN
Penerapan budaya positif di kelas melalui keyakinan kelas memiliki berbagai tujuan seperti mewujudkan peserta didik yang memiliki motivasi intrinsic dalam melakukan sesuatu, meningkatkan nilai-nilai kebajikan dalam pembelajaran dan hidup peserta didik, mewujudkan peserta didik yang mandiri, Â kritis, penuh hormat dan bertanggungjawab. Tujuan-tujuan ini akan tercapai apabila peserta didik dan guru secara mandiri dan merdeka melaksanakan keyakinan kelas yang sudah disepakati bersama.
3. TOLOK UKUR
Keberhasilan penerapan keyakinan kelas ini akan dapat diamati pada perilaku peserta didik dan guru yang sudah menyepakati keyakinan kelas. Beberpa tolok ukur keberhasilan penerapan keyakinan kelas seperti peserta didik secara kritis dan bertanggungjawab menjalankan keyakinan kelas yang sudah disepakati bersama, pembelajaran dijalankan dengan senang hati dan gembira, relasi guru dan peserta didik selalu harmonis.
4. Linimasa tindakan yang akan dilakukan
Perencanaan
a. Hal pertama yang saya lakaukan untuk Aksi Nyata tindakan ini yakni membuat rancangan tindakan kegiatan aksi nyata
b. Kemudian saya menyampaikan rencana kegiatan serta meminta izin kepada kepala sekolah selaku penanggung jawab
c. Setelah mendapat izin kepala sekoah, saya melakukan koordinasi dan sosialisai kepada rekan kerja dan warga sekolah lainnya
d. Kemudian saya mempersiapkan segala sesuatu (saran dan prasarana) yang berhubungan dengan aksi nyata yang akan dilaksanakan
Pelaksanaan
Kegiatan Aksi Nyata ini akan dilaksanakan lebih dahulu di kelas X Perhotelan dan XII Usaha Perjalanan Wisata. Beberapa langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Guru mensosialisasikan mengenai konsep keyakinan kelas kepada peserta didik
b. Peserta didik bercurah pendapat tentang apa saja peraturan yang diinginkan dan kelas impian mereka
c. Guru meminta peserta didik ,menulis satu suasana kelas impian mereka pada kertas post it yang telah dibagikan guru
d. Peserta didik secara bergantian menempelkan daftar curah pendapat mereka pada  papan tulis
e. Guru dan peserta didik bersama-sama meninjau curah pendapat yang telah ditulis lalu mengelompokan menjadi  nilai-nilai kebajikan  yang menjadi inti dari peraturan tersebut
f. Guru dan peserta didik bersama-sama meninjau kembali keyakinan kelas yang telah terbentuk, lalu menyalinnya pada kertas karton dan ditandatangani oleh seluruh anggota kelas dan guru.
g. Keyakinan kelas selanjutnya ditempelkan di dinding kelas.
5. Dukungan yang dibutuhkan
Untuk keberhasilan Aksi Nyata ini, saya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak seperti kepala sekolah, rekan-rekan guru dan peserta didik. Selain itu, saya juga membutuhkan dukungan berupa bahan dan alat seperti kertas berwarna, lem, gunting, spidol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H