Dalam kajian hubungan internasional, berbagai teori  dikembangkan untuk memahami kompleksnya dinamika politik dunia. Di antara teori-teori ini, realisme, neorealisme, liberalisme, dan neoliberalisme muncul sebagai paradigma dominan, yang menawarkan perspektif berbeda mengenai sifat interaksi antar negara. Meskipun masing-masing teori mempunyai pendekatan dan asumsi uniknya masing-masing, teori-teori tersebut memiliki kesamaan dalam pengakuannya terhadap peran negara sebagai aktor kunci dalam sistem internasional. Tujuan artikel ini adalah untuk mengkaji persamaan dan perbedaan  teori-teori tersebut serta memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana teori-teori tersebut menjelaskan fenomena hubungan internasional dan dampaknya terhadap politik dunia.
Sebelum membahas persamaan dan perbedaan pada keempat teori HI tersebut, kita akan belajar memahami satu persatu mengenai teori Realisme, Neo-Realisme, Liberalisme, dan Neo-Liberalisme secara singkat.
Realisme dalam Hubungan Internasional (HI) adalah teori yang menekankan sifat kompetitif dan konfliktual dari politik global. Pada intinya, realisme menyatakan bahwa negara adalah aktor utama dalam urusan internasional yang membayangi entitas lain seperti individu dan organisasi. Dalam realis ini, kepentingan pribadi akan mendorong perilaku negara. Kaum realis berpendapat bahwa negara beroperasi sebagai aktor kesatuan yang termotivasi oleh kepentingan nasional. Ahli teori realis seperti Hans J. Morgenthau telah mengartikulasikan prinsip-prinsip yang menyatakan bahwa tindakan politik pada dasarnya didorong oleh pertimbangan kekuasaan dan kepentingan nasional.
Salah satu prinsip dasar realisme adalah pernyataannya mengenai anarki dalam sistem internasional. Tanpa adanya otoritas pusat yang mengatur interaksi antar negara, setiap negara harus memprioritaskan keamanan dan kelangsungan hidup mereka sendiri. Dalam realis dengan pandangan anarkis ini negara-negara dipaksa untuk terlibat dalam strategi penyeimbangan kekuatan guna menangkal potensi ancaman.
Selain itu, kaum realis berpendapat bahwa sifat manusia memainkan peran penting dalam membentuk hubungan internasional karena individu dipandang egois dan serakah dalam mencari kekuasaan. Akibatnya, kecenderungan mementingkan diri sendiri ini mendorong pola konflik yang dapat diprediksi dan terus terjadi. Serta penyeimbangan kekuatan pada setiap negara tidak akan pernah ada habisnya, setiap ada negara yang lebih kuat pasti negara lain akan menyeimbangkan kekuatannya, sedangkan negara yang paling kuat tersebut tetap akan terus menambah kekuatannya agar tetap menjadi negara yang terkuat sehingga tidak akan ada negara yang berani berkonflik dengannya.
Dengan demikian realisme berfokus pada interaksi antara perilaku negara dan pengejaran kekuasaan di tengah ketidakpastian global.
Neorealisme, yang sering disebut sebagai realisme struktural adalah kerangka kerja teoretis yang signifikan dalam hubungan internasional yang menekankan sifat anarkis dari sistem internasional dan pengaruhnya terhadap perilaku negara. Neorealisme menyatakan bahwa negara-negara beroperasi dalam lingkungan swadaya di mana tidak ada otoritas yang menyeluruh.
Struktur ini memaksa negara-negara untuk memprioritaskan keamanan dan kelangsungan hidup mereka, yang mengarah pada persaingan dan konflik saat mereka mengelola hubungan dalam kekuasaan yang terus berubah. Tidak seperti realisme klasik, yang berfokus pada sifat manusia dan motivasi individu, neorealisme mengalihkan perhatian pada kendala sistemik yang membentuk tindakan negara.
Salah satu prinsip utama neorealisme adalah penekanannya pada rasionalitas di antara negara-negara ketika mereka mengejar kepentingan mereka dalam kerangka kerja yang anarkis. Negara dipandang sebagai aktor rasional yang membuat keputusan strategis dengan tujuan untuk memaksimalkan keamanan. Perspektif ini telah menyebabkan perbedaan dalam pemikiran neorealis, terutama antara realisme defensif yang mendorong upaya maksimal untuk memastikan keamanan dan realisme ofensif yang berargumen dalam memaksimalkan kekuasaan dengan segala cara.
Keberlangsungan mengenai kerja sama dalam lingkungan yang anarkis dan peran institusi dalam mengurangi konflik lalu menjadi sorotan. Neorealisme menegaskan bahwa meskipun institusi dan norma-norma ada di dalam sistem ini, pada akhirnya mereka mencerminkan kepentingan negara-negara yang berkuasa dan bukannya bertindak secara independen.
Liberalisme dalam teori Hubungan Internasional mewakili perubahan signifikan dari pandangan pesimis yang dianut oleh realisme yang menawarkan perspektif yang lebih optimis tentang interaksi global. Inti dari pemikiran liberal adalah keyakinan bahwa manusia pada dasarnya baik dan bahwa perdamaian dan keharmonisan internasional dapat dicapai melalui upaya kerja sama di antara negara-negara.