"Sebenarnya aku tidak merasa nyaman seperti ini. Biasanya aku naik Kuupe, kuda milik Ben. Tapi untunglah sekarang sudah malam sehingga tidak terlalu menyolok terlihat oleh orang-orang." Kataku.
"Aku tidak bisa naik kuda. Makanya aku tadi menolak tawaran Ben." kata Jacob.
"Kau tidak bisa ?"
"Umm, ya."
"Kok bisa ?"
"Waktu aku kelas 4 sekolah dasar pernah terjatuh."
"Berarti sebenarnya bisa, kan ?"
"Tidak janji juga aku masih berani......Aku masih teringat bagaimana histerisnya keluargaku saat itu terutama Ibuku.Musibah....namun justru membawa berkah buatku."
"Aku belum jelas..."
"Karena aku lama dalam perawatan maka untuk mengusir kebosanan dan mengalihkan dari rasa sakit maka oleh Ibuku aku disuruh untuk menumpahkan perasaanku pada kertas-kertas. Ibuku menyuruhku menulis puisi."
"Tapi sepengetahuanku kau tidak terlalu begitu menulis puisi."
"Betul sekali kata-katamu, Marie. Aku merasa tidak berbakat disitu. Pertama kali aku diminta menulis sebuah puisi, entahlah aku justru menuturkannya dengan cara lain. Aku bertutur. Aku menyebutkan binatang-binatang di kebun binatang dengan sebelumnya memberi kata "misal" atau "contoh" plus tidak lupa aku beri tanda titik dua, atau juga titik koma. Tanda-tanda baca yang aku pelajari dari buku-buku pelajaran bahasa milik kakak-kakakku."
"Bagaimana tanggapan ibumu saat itu ?"
"Oh, dia terus memaksaku untuk menuliskan puisi seperti yang ia inginkan. Namun bertambah keras Ia memaksaku semakin aku bertahan mempertahankan caraku menulis."
"Ibumu suka puisi atau menulis puisi ?"
"Ya. Sikapnya di rumah bahkan menurutku terlalu teatrikal atau lebih mudahnya umm, terlalu berlebihan."
"Ceritakan bagaimana kemampuan menulismu selanjutnya."
"Ketika sekolah mengadakan lomba menulis, aku mengikutkan karya-karyaku dan ada beberapa yang lolos. Beruntung saat itu ada alumnus sekolahku yang baru saja mendirikan sebuah penerbitan buku yang kemudian menerbitkan karya semua peserta.Sekarang aku tidak bisa dipisahkan dari dunia menulis."
"Kau punya manajemen ?"
"Ya."
"Manajernya ?"
"Ibuku."
"Sudah aku duga he he he..."
"Dia terlalu memilikimu, Jacob.Apakah kau anak tunggal ?"
"Tidak. Aku memiliki dua kakak dan dua adik. Aku membawa foto mereka kok tapi aku tinggal di rumahmu.Mengapa Ibuku terlalu, seperti istilahmu yaitu memilikku,bisa jadi karena hanya aku anaknya yang bisa ia tindas."
"Ditindas ?"
"Ya. Aku sulit mengatakan tidak."
"Tapi kau mampu bersikap tidak seperti ketika ibumu memaksakan kehendaknya untuk membuatmu mau menulis puisi."
"Thanks. Ya, kau benar juga...." Jacob mengangguk-anggukkan kepalanya.
*****************
"Kita masih jalan terus ?" Tanya Jacob.
"Ya, lurus saja." Jawabku.
"OK..."
"Jacob..."
"Ya ?"
"Yang menilaiku bahwa kau terlalu dekat dengan ibumu pasti tidak hanya aku. Benarkah begitu ?"
"Kau hanya menilaiku namun tidak mempermasalahkannya, bukan?"
"Apakah ada yang mempermasalahkannya ?"
"Banyak. Terutama teman-teman dan sahabat-sahabat perempuanku."
"Teman ? Sahabat ?"
"Ia. mereka selalu mengatakan bahwa Ibuku adalah masalah buat mereka."
"Mereka semua pasti cantik."
"Jelaaaaaas...Mereka cantik semua."
"OK...."
"OK ? Maksudmu, Marie..?"
"Apakah mereka mengatakannya dengan cara seperti ini ?"
"Apa maksudmu, Marie ? Ada apa dengan mulut dan bibirmu ?" Jacob sedikit memicingkan matanya melihatku menirukan sikap perempuan yang menggoda laki-laki di film yang aku tonton bersama dengan Janet.
"Atau mereka mengatakannya dengan cara seperti ini ?"
"Please, Marie....Kau kenapa ?"
Aku menirukan gaya perempuan penggoda di film yang aku tonton bersama dengan Tan Yin Yang.
"Atau seperti ini ?"
"Tari apa itu ?"
"Ini tarian milik Aini yang aku lihat ketika aku menginap di dekat stasiun Wacola....Atau seperti ini? Ini seperti Tsuraiya..."
Jacob tiba-tiba menghentikan mobil kami.
"Kau apa-apaan, Jacob?"
"Kau yang apa-apaan..!!!Ini mobil sudah berhenti. Kau tahu, sangat bahaya di mobil yang sedang berjalan ada perempuan yang bersikap sepertimu tadi. Nah, sekarang kau akan menari atau bersikap yang bagaimana lagi ?"
"Sudah, cuma itu yang aku tahu."
"Kau pernah menonton tarian Tsuraiya ?"
"Ya. Bahkan kamarku ternyata di dekat kamarnya..."
"Gila !"
"Siapa yang gila ?"
"Orang yang tergila-gila dengan Tsuraiya."
"Maksudmu bukan aku, kan ?"
"Bukan."
"Kita jalan lagi ?"
"Ya.Tapi..eittt, sebentar !"
"Huh, ada apa lagi, Marie ?"
"Seharusnya kita berbelok di dua tikungan sebelum ini."
"Aduhhhh, Marie....Ini gara-gara sikapmu tadi sampai tidak konsentrasi ke jalan yang harus kita lewati.Aduh, ck ck ck...."
"Maaf...."
"Hmmm.."
"Maaf..."
"Ya."
"Nah, begitu. Jawab kalau ada orang ngomong...."
"Ya."
*************
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H