"Betul sekali kata-katamu, Marie. Aku merasa tidak berbakat disitu. Pertama kali aku diminta menulis sebuah puisi, entahlah aku justru menuturkannya dengan cara lain. Aku bertutur. Aku menyebutkan binatang-binatang di kebun binatang dengan sebelumnya memberi kata "misal" atau "contoh" plus tidak lupa aku beri tanda titik dua, atau juga titik koma. Tanda-tanda baca yang aku pelajari dari buku-buku pelajaran bahasa milik kakak-kakakku."
"Bagaimana tanggapan ibumu saat itu ?"
"Oh, dia terus memaksaku untuk menuliskan puisi seperti yang ia inginkan. Namun bertambah keras Ia memaksaku semakin aku bertahan mempertahankan caraku menulis."
"Ibumu suka puisi atau menulis puisi ?"
"Ya. Sikapnya di rumah bahkan menurutku terlalu teatrikal atau lebih mudahnya umm, terlalu berlebihan."
"Ceritakan bagaimana kemampuan menulismu selanjutnya."
"Ketika sekolah mengadakan lomba menulis, aku mengikutkan karya-karyaku dan ada beberapa yang lolos. Beruntung saat itu ada alumnus sekolahku yang baru saja mendirikan sebuah penerbitan buku yang kemudian menerbitkan karya semua peserta.Sekarang aku tidak bisa dipisahkan dari dunia menulis."
"Kau punya manajemen ?"
"Ya."
"Manajernya ?"
"Ibuku."