Mohon tunggu...
Aini Lutfiyah
Aini Lutfiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Less is More

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pernikahan Gerhana (24)

31 Oktober 2012   08:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:10 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tempat yang pertama kali aku tuju setelah kami sampai di rumah Sam di Wacola adalah rumah Nenek Pome. Perjalanan yang lumayan melelahkan karena kami mengambil jalan melingkar yang dapat dilalui oleh mobil. Memang itu tidak memakan lebih banyak waktu dibandingkan jika kami melewati kota terlebih dahulu namun sebenarnya ada jalur pintas yang akan memakan waktu lebih pendek. Hanya saja jalur tersebut cuma dapat dilalui oleh kuda.

Aku ingat ketika kami berpamitan kepada ayah untuk keberangkatan ini. Beliau menitipkan aku kepada Jacob.

"Tolong jaga dan lindungi Marie selama di sana." Kata Ayah.

"Berarti Ayah sudah merestui kami ?" Tanya Jacob.

"Kapan aku mengatakan itu ?"

"Itu. Saya harus menjaga dan melindungi Marie selama di sana."

"Karena tidak mungkin aku meminta itu kepada Neil. Neil menjaga Mira sudah merupakan tanggung jawab yang besar. Tidak mungkin ia menjaga dua perempuan."

""Neil tidak hanya bertanggung jawab terhadap Mira tapi juga kepada Leah, Stephanie, dan juga Odessa. Dalam kapasitas lebih besar ia bertanggung jawab terhadap nama Lanzones selama kami di Wacola."

"Itulah mengapa aku menghindari untuk berbicara terlalu banyak denganmu, Jacob. Bahkan Marie yang selama ini sangat menghormati kami sebagai orang tuanya hanya karena mengenalmu selama tujuh hari ia sudah berani mengetuk kamar kami saat tengah malam...."

"Sudahlah, Yah...Pembicaraan menjadi kemana-mana.." Aku turut menimpali pembicaraan antara Ayah dan Jacob.

"Ya, Ayah....." Kembali Jacob menyebut kata ini dan aku sudah menduganya. Ayah langsung pergi masuk ke dalam rumah meninggalkan kami.

"Mengapa ayahmu tidak mau menerima panggilan ayah dariku, Marie..?" Tanya Jacob.

"Bisa jadi ini terlalu cepat." Jawabku.

"Cepat atau lambat aku akan tetap menjadi anaknya."

"Sudah.Cukup. Itu mobil Sam sudah datang. Kita mengikuti do'a pelepasan dulu di tempat Kak Annie."

"Sam hanya teman, kan ?"

"Ya."

****************************

Ya. Sam hanya teman. Tidak lebih.

"Marie, kau melamun ?" Tanya Jacob.

"Apakah aku tampak seperti sedang melamun ?"

"Atau bisa jadi kamu terlalu lelah."

"Tidak juga. Tadi hanya teringat pembicaraanmu dengan Ayah."

"Ya. Seharusnya ayah bersikap lebih welcome denganku. Marie, kita ke arah mana ?"

" Lurus saja. Sampai di pertigaan kita belok kiri. Rumah kedua itulah rumah Nenek Pome, rumah di sebelahnya adalah rumah Janet."

Sampai di rumah Nenek Pome, beliau menyambut kami dengan wajah bersuka cita. Ia memandang wajah Jacob dengan lekat sebelum kembali mengajakku berbicara.

"Nek, ini Jacob."

"Kekasihmu, Marie ?"

"Ya."

"Lebih tepatnya adalah  calon suami Marie. Saya akan segera menikahinya." Kata Jacob.

"Baguslah, agar Marie tidak sering begadang."

"Dia seperti itu ?"

"Wah, jangan tanya.Tengah malam aku akan ke kamar mandi, kamarnya masih terang benderang."

"Benar begitu, Marie ?" Jacob menoleh ke arahku. Aku cuma tersenyum mengikuti pembicaraan mereka.

"Ini kamar yang digunakan oleh Marie selama di sini..."  Kami berdua lalu duduk di atas tempat tidur yang baru dua pekan aku tinggalkan. Seperti sebuah keajaiban aku hari ini berada diatasnya kembali. Bahkan saat berpamitan pada Nenek Pome aku tidak yakin apakah aku akan berada di Wacola lagi atau tidak karena bahkan untuk ke Wacola lagi pun aku tidak ada alasan yang cukup kuat yang melatarbelakanginya.

"Hampir setiap malam aku menulis di meja itu." Kataku kepada Jacob dan Nenek Pome.

"Menulis tentang ?" Tanya Jacob.

"Tentang Wacola dan aku sudah terpikir untuk bagaimana agar tulisan-tulisanku itu bisa diterbitkan namun tidak menggunakan namaku."

"Lalu menggunakan nama siapa ?"

"Namamu. Jacob Alek."

"Itu bukan tulisan-tulisanku. Aku bisa menghubungkanmu dengan pihak penerbit kalau kau mau."

"Aku pikir masalah bukan di pihak penerbit."

"Lalu?"

"Tentang bagaimana agar ide-ide dalam tulisanku bisa diterima oleh pembaca."

"Menggunakan namamu pun pembaca akan bisa menerima ide-idemu jika ide-ide itu memang membuat mereka merasa tertarik."

" Aku khawatir begitu buku itu terbit justru yang pembaca ingin tahu adalah tentang siapa Marie, rambutnya panjang atau tidak, di salon mana Marie merawat rambutnya, berapa tinggi tubuhnya,apakah Marie secantik Ratu Victoria dari negeri seberang, pakaian merek apa yang Marie pakai, berapa ukuran sepatunya, makan malam apa yang paling di sukai oleh Marie....Hal-hal yang menurutku tidak lebih penting daripada ide-ide dalam tulisanku. Jika tulisan-tulisan itu menggunakan namamu maka orang sudah tahu siapa Jacob Alek sehingga yang mereka cari adalah isi dari tulisanmu."

"Namun pembacaku sudah mengetahui bagaimana gaya penulisanku dan sampai saat ini aku tidak pernah menulis tentang Wacola baik tersirat maupun tersurat dalam buku-bukuku. Bahkan dalam satu kalimatpun tidak. Pembacaku pasti akan mengetahui bahwa itu bukan tulisanku. Aku tidak mau membohongi mereka dan aku tidak bisa membayangkan jika itu sampai terjadi, apa yang akan aku katakan kepada mereka ?"

"OK. Kalau itu sampai terjadi, maka aku yang akan menjelaskan kepada mereka."

"Maksudmu ?"

"Ya. Aku akan mengatakan kepada mereka bahwa saya bisa menjelaskan semua dan saya mengetahui semuanya karena saya adalah isteri Jacob Alek. Jacob Alek telah menjelaskan semua tentang Wacola kepada saya dan saya adalah juru bicaranya tentang itu."

"Ngawur kamu !"

" Apanya yang ngawur ? Bisa saja, kan ?"

Sedikit tanpa kami sadari Nenek Pome beringsut akan turun dari atas tempat tidur yang kami duduki bertiga.

"Nek, Nenek Pome...Maaf..." Kataku namun Nenek Pome hanya diam.

"Nek, maaf...bukannya kami tidak mempedulikan Nenek...Jacob,Kamu yang mulai sih. Disini kita bertiga mengapa yang kita bicarakan hanya tentang urusan kita berdua ?" Aku pegangi tangan Nenek Pome agar dapat turun dengan lebih mudah, Jacob dengan sigap membantu dari sisi sebelahnya.

"Sebentar, Nenek ke kamar dulu. Kalian tunggu disini." Akhirnya Nenek Pome bersuara.

"Kamu itu. Marah kan Nenek Pome..."

"Belum tentu. Lagi pula kalau memang marah sebabnya adalah kita berdua he he..." Kata Jacob dengan tenang.

Tidak lama kemudian.

"Nah, tidak lama, kan ?" Nenek Pome datang sambil membawa sebuah kotak di tangannya.

"Apa itu, Nek ?" Tanyaku.

"Ini sebenarnya akan aku berikan untuk cucuku. Bocah berandal itu sudah lama tidak pulang ke Wacola ini. Aku berharap...ehm, Marie..Maaf sebelumnya...Aku sebenarnya menginginkan ia untuk bisa memperistrimu meskipun aku tahu itu tidak mungkin dan ini adalah yang akan aku minta kepadanya untuk dijadikan sebagai mas kawin saat ia menikahimu." Kata Nenek Pome sambil membuka kotak  itu.

"Wah, Nek....Ini bagus sekali ! Terlalu bagus dan mahal buat saya....!!!" Mataku tidak berkedip melihat isi kotak yang berkilau.

"Ini memang tidak akan aku berikan untukmu, Marie..." Kata Nenek Pome dengan tenang.

Jacob tergelak melihatku salah tingkah dengan jawaban Nenek Pome. Lagi pula jika itu tidak untuk diberikan untukku mengapa aku harus melihatnya dibuka didepanku ? Logikaku begitu.

"Tapi untukmu, Jacob..." Mulut Jacob yang masih tertawa lebar langsung terkatup rapat. Wajahnya memucat. Lalu ia berkata.

"Nek, saya laki-laki...Sehat, tulen....Nenek tidak bercanda, kan ?"

"Maksudku, ini aku berikan untukmu,Jacob...Namun Nenek minta ini bisa kau jadikan sebagai salah satu mas kawinmu untuk Marie."

"Oh, begitu...." Aku dan Jacob mengangguk-angguk. Dalam hati aku masih tertawa geli dengan kesalahpahaman yang baru saja terjadi.

"Baiklah, lalu bagimana saya membalas kebaikan Nenek Pome ini dan  bagaimana dengan cucu Nenek Pome yang belum kembali ke Wacola  ?"

"Sebagai gantinya, kau jadilah pemimpin rumah tangga yang baik untuk rumah tanggamu dengan Marie. Itu saja. Mengenai cucu nenek, nenek bisa menjelaskan kepadanya lagipula ia tidak pernah tertarik dengan ini. Yang ia suka adalah berpetualang dan berpetualang."

"Permintaan Nenek sangat mudah untuk saya jawab ya tapi sangat berat untuk dilakukan. Namun saya akan selalu berusaha untuk itu. Do'akan..."

"Selalu." Kata Nenek Pome. Tidak tahan aku untuk tidak memeluk Nenek Pome.

"Marie, tidurlah kamu dan Jacob disini malam ini. Kau boleh tidur bersama Jacob di kamar ini." Kata Nenek Pome sambil membalas pelukanku.

"Ya, Nek. Tapi nanti saya ingin tidur di kamar Nenek Pome. Jacob biar tidur di kamar ini." Nenek Pome membalas kata-kataku dengan mengangguk-anggukan kepalanya. Tangannya mengusap lembut rambutku.Beberapa lama tinggal bersamanya  di rumah ini sedikit banyak beliau sudah mengetahui bagaimana aku yang adalah gadis Lanzones ini. Wacola memang berbeda dengan Lanzones. Orang-orang Wacola telah mengagetkanku pada saat awal aku berada di desa ini dengan begitu mudahnya mereka memeluk orang lain.Di Wacola begitu seorang gadis dan pemuda saling mencintai pun maka tidak ada  yang dapat melarang mereka jika mereka ingin tidur dalam satu kamar. Namun aku masih lah seorang gadis Lanzones.....

"Jacob, maafkan aku..." Kataku sambil memandang ke wajah Jacob. Apakah ada kekecewaan disana ?

"Kamu tidak salah, Marie...Aku mencintaimu apa adanya kamu. Jangan pernah berusaha untuk menjadi orang lain."

"Terima kasih."

"Marie, apakah kau sudah menengok Janet ?" Tanya Nenek Pome sambil melepaskan pelukanku.

"Sebaiknya bagaimana, Nek ? Rumahnya sepi..."

"Tengoklah dia sekalian kau perkenalkan bahwa sudah ada Jacob disisimu. Rumahnya memang masih selalu sepi. Adiknya atau ibunya kalau siang di rumah tapi kalau malam, semuanya berada di rumah Ibu Helena. Beberapa pemuda desa juga ada yang diberi tugas untuk menjaga rumah Ibu Helena."

"Baiklah, saya akan kesana sebentar saja."

Jacob mengangguk ke arahku.

*************************

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun