Mohon tunggu...
Aini Lutfiyah
Aini Lutfiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Less is More

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pernikahan Gerhana (23)

25 Oktober 2012   06:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:25 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Marie, JA sudah menghubungimu ?" Tanya Mira.

"Dia baru sampai di kota. Acara di Wishingrod padat sekali. Dia menyelesaikan pekerjaannya dulu."

"Berapa jam dia naik taxi dari kota ke sini? Maksudku waktu plus ia bertanya pada orang tentang arah jalan ke sini."

"Ia bisa menghubungiku sewaktu-waktu."

"Tapi biasanya laki-laki ingin dianggap bisa menyelesaikan semuanya sendiri."

"Kamu tidak salah, Mira. Mudah-mudahan ia bisa memahami denah yang aku beri. Jacob tahu apa yang harus dia lakukan."

***********************

Dini hari adik-adikku tergopoh-gopoh masuk ke kamarku.

"Kak Marie, itu mungkin Kak Jacob." Kata mereka sambil berlari ke arah pintu depan.

"Akhirnya sampai juga, kan ?"

Jacob hanya membawa satu buah travel bag kecil dan ransel ukuran sedang. Neil dan Mira menyalaminya. Adik-adikku setelah turut menyalami Jacob aku lihat sering kali mencuri-curi pandang ke wajah Jacob dan salah tingkah tidak karuan manakala Jacob justru menggoda mereka. Mengetahui ada orang dari Wishingrod berada di rumah kami memang hal yang  janggal dan baru bagi kami.

" Kalian masuk saja dulu, ya. Ada yang harus kakak bicarakan disini." Kataku pada mereka. Tanpa membantah mereka masuk kembali ke dalam rumah.

Kami berjalan menuju beranda.

"Aku ingin bicara pada ayahmu, Marie." Kata Jacob.

"Ayah ibuku sudah tahu bahwa kau akan datang dan bermalam di rumahku. Beliau sudah memberi izin. Masyarakat sini juga sudah mengetahui bahwa kami masih dalam persiapan untuk sebuah acara di Wacola. Sam dan Sharon sudah berada di rumah Kak Annie."

" Ini hal lain." Kata Jacob. Neil dan Mira memandang serius ke arah Jacob sambil menghirup kopi yang mengepul  di gelas mereka.

"Bagaimana kalau besok pagi saja.Ayah ibuku sudah berada di kamar." Kataku.

"Aku harus bicara sekarang."

"Jacob, kamu baru saja datang. Tidur dan istirahat dulu. "

"Justru aku tidak akan bisa istirahat dan tidur sebelum aku mengatakan ini kepada ayahmu."

Aku melihat keseriusan di wajah Jacob. Ia masih menunggu jawabanku.

"Baiklah."

Kami pun berjalan menuju ke ruang tamu. Seumur hidupku baru saat ini aku melakukan hal yang menurutku adalah sebuah tindakan kurang ajar kepada orang tuaku. Aku mengetuk dan memanggil ayah dari depan pintu kamar. Ayah menyahut dari dalam.

"Ada apa, Marie ?" Pintu masih belum dibuka.

"Temanku mau bicara. Jacob."

"Oh ya. Disuruh istirahat dulu saja."

"Dia mau bicara pada ayah sekarang."

"Ya. Ayah sudah mengizinkan dia bermalam di rumah ini. Katakan padanya."

"Saya sudah mengatakan itu, tapi dia memaksa ingin berbicara kepada ayah."

Pintu terbuka.

"Mau bicara tentang apa anak Wishingrod itu ?" Ayah memandang ke arah jam dinding.

" Jam berapa sekarang, coba ?" Sambung ayah lagi.

"Dia memaksa ingin sekarang."

"Ada apa, Marie ?" Ibu muncul dari balik pintu kamar.

"Jacob ingin berbicara kepada ayah."

Mendengar suara ribut di depan kamar ayah, adik-adikku keluar dari kamar mereka namun aku larang mengikuti ayah dan ibu  ke ruang tamu meski aku yakin di dalam kamarpun mereka tidak akan bisa kembali tidur. Aku tahu sifat mereka tidak jauh berbeda denganku.

Ayah aku lihat menata kembali emosi beliau ketika berada di ruang tamu. Basa basi Jacob beliau tanggapi dengan sikap dan jawaban yang wajar.Namun ketika Jacob menahan beliau yang sudah akan beranjak dari kursinya, sikap beliau agak berubah.

"Masih ada yang ingin saya katakan..." Kata Jacob.

"Ya ?" Ayah kembali duduk.

"Saya mencintai Marie." Aku menatap Jacob sambi menahan nafasku. Mengapa ia tidak terlebih dulu mengatakan hal itu kepadaku. Mengapa justru kepada ayah.

" Lalu ?" Ayah mengernyitkan dahinya.

"Saya ingin ayah merestui kami."

"Merestui kalian ? Apakah Marie juga mencintaimu ?"

"Marie...?" Ibu mulai bersuara.

"Ya. Saya juga mencintai Jacob." Mendengar jawabanku Jacob menghambur ke arah Neil dan memeluknya.

"Hah ! Brother...! Yeah...!" Kata itu spontan keluar dari mulut Jacob.Neil tampak gugup dengan sikap Jacob. Bisa jadi ia berpikir seperti inikah sikap anak dari ibukota, dari Wishingrod sana ?

"Sebentar...." Ucapan ayah membuat Jacob kembali ke kursinya.

"Sudah berapa lama kalian saling kenal ?" Tanya ayah.

"Satu minggu." Jawab Jacob.

"Baru satu minggu ?"

" Ya. Sudah satu minggu."

" Dalam waktu satu minggu, kau tahu apa tentang Marie ?" Suara ayah meninggi.

"Saya juga sudah kenal dengan kedua orang tua Jacob, ayah...." Aku merasa harus mempermudah suasana tapi yang terjadi ?

" Apa ? Hanya dalam satu minggu kau pun sudah mau diajak laki-laki untuk ke rumahnya, Marie. Oh, mimpi apa aku sampai anakku menjadi seperti ini ?"

"Bukan begitu, ayah..."

"Ibu,bagaimana dengan anak kita ini ? Memang setiap waktu kita berdo'a agar Marie segera menemukan pasangannya tapi tidak lalu dia menjadi genit seperti ini pada laki-laki...."

"Ibu, tidak seperti itu...." Aku ingin ibuku bisa memberi celah untuk aku menyampaikan bagaimana keadaan sebenarnya saat itu namun harapanku sia-sia belaka.

"Kau seharusnya lebih bisa untuk menahan diri, Marie." Oh, tuntas sudah semua celah tertutup.

"Paman, Marie tidak seperti itu..." Mira dan Neil memang berkewajiban juga untuk memberikan penjelasan. Merekalah saksi pertemuanku yang kedua dengan Jacob.

"Diam kalian ! Neil dan juga kau Mira, kalian adalah sahabat Marie jadi kalian pasti akan membelanya, bukan ?"

"Ayah..." Jacob memanggil ayahku dengan sebutan itu ? Suasana makin runyam.

"Sejak kapan aku mengizinkanmu untuk memanggilku dengan kata itu ?"

"Sejak saya mencintai Marie." Aku heran dengan sikap Jacob. Semua sibuk mencari cara agar ayah mau mendengarkan penjelasanku justru ia semakin membuat suasana menjadi penuh emosi. Ayah makin murka.

"Dengar, Jacob ! Siapapun kamu....Hai, bocah Wishingrod ! Aku sebagai ayah Marie tidak akan pernah menginginkan anak kami salah memilih laki-laki yang akan menjadi pemimpin dalam rumah tangganya."

" Ayah..." Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku.

"Marie, siapapun laki-laki yang dekat denganmu selama kau di Wacola. Ia lebih paham tentang kamu. Dia lebih bisa mengerti kamu. Dia akan tahu bagaimana harus bersikap kepadamu dan dia lebih berhak menjadi pendamping hidupmu."

Usai mengucapkan itu ayah segera berdiri dan meninggalkan ruang tamu sambil tangan berpegangan dengan tangan ibu. Sesekali tangannya mengusap air mata yang mengalir dari matanya. Baru kali ini aku melihat ayah dalam kondisi penuh emosi seperti ini.

Kami berempat masih terdiam di ruang tamu. Dadaku terasa sesak mengingat suasana panas yang baru saja terjadi di ruang tamu ini. Aku pejamkan mataku dan aku atur nafasku untuk menetralisir suasana hatiku tapi ternyata aku tidak bisa melakukannya. Dorongan dari perutku terasa kuat melesak naik  ke dadaku, berkumpul  dengan kesesakan yang sudah berada sebelumnya disitu lalu semuanya secara bersamaan terus mendesak naik ke tenggorokan. Otot leherku menegang dan tanpa bisa aku cegah air mataku keluar membanjiri mata dan seluruh wajahku. Air mataku semakin deras karena dengan menahan agar jangan sampai ada suara yang keluar dari mulutku karena  itu pasti  akan memancing  adik-adikku keluar dari kamarnya, dadaku makin sesak dan membuatku menangis dengan nafas tersengal-sengal. Mira buru-buru bangkit dari kursinya dan berjalan ke arahku yang masih berdiri. Langkah Mira terhenti ketika Jacob mendekatiku dan memeluk tubuhku.

"Semua akan baik-baik saja." Bisik Jacob di telingaku.

*******************

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun