Usai mengucapkan itu ayah segera berdiri dan meninggalkan ruang tamu sambil tangan berpegangan dengan tangan ibu. Sesekali tangannya mengusap air mata yang mengalir dari matanya. Baru kali ini aku melihat ayah dalam kondisi penuh emosi seperti ini.
Kami berempat masih terdiam di ruang tamu. Dadaku terasa sesak mengingat suasana panas yang baru saja terjadi di ruang tamu ini. Aku pejamkan mataku dan aku atur nafasku untuk menetralisir suasana hatiku tapi ternyata aku tidak bisa melakukannya. Dorongan dari perutku terasa kuat melesak naik ke dadaku, berkumpul dengan kesesakan yang sudah berada sebelumnya disitu lalu semuanya secara bersamaan terus mendesak naik ke tenggorokan. Otot leherku menegang dan tanpa bisa aku cegah air mataku keluar membanjiri mata dan seluruh wajahku. Air mataku semakin deras karena dengan menahan agar jangan sampai ada suara yang keluar dari mulutku karena itu pasti akan memancing adik-adikku keluar dari kamarnya, dadaku makin sesak dan membuatku menangis dengan nafas tersengal-sengal. Mira buru-buru bangkit dari kursinya dan berjalan ke arahku yang masih berdiri. Langkah Mira terhenti ketika Jacob mendekatiku dan memeluk tubuhku.
"Semua akan baik-baik saja." Bisik Jacob di telingaku.
*******************
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H