Mohon tunggu...
Aini Lutfiyah
Aini Lutfiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Less is More

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pernikahan Gerhana (4)

27 April 2012   10:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:02 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Satu minggu kemudian saya dan Janet sudah siap dijemput oleh Rio, Paman Ah Sin untuk menuju stasiun kota. Kereta api. Satu alat transportasi baru kembali saya kenal. Buku-buku perantara  sudah saya jadikan satu. Semua sudah saya tulis disitu. Sebenarnya 2 pekan lagi kak Annie akan ke kota tapi waktu tidak bisa menunggu. Kepada boss dan Tan Yin Yang saya mengatakan akan berhenti dulu selama 1 tahun. Itu maksimal.

Perjalanan menuju desa Wacola menurut Janet sebenarnya hanya memakan waktu setengah jam di atas kereta namun kereta akan berhenti kurang lebih setengah jam di stasiun kecil yang berada di pinggiran hutan. Sehingga menambah waktu perjalanan. Sampai di stasiun desa Wacola, perjalanan kami lanjutkan dengan naik angkutan desa. Di sebuah perempatan kami berhenti dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

" Lumayan, Janet...." kataku.

" Sudah aku katakan dari kemarin, bukan?"

" Iya, sih." kataku sambil mengelap peluh di dahiku. Jalanan sepi hanya suara burung yang melengking dari atas pohon di sisi kiri dan kanan  jalan.

" Janet, mengapa suasana sepi ini tidak pernah masuk ke dalam tulisan para penulis tentang Wacola, ya ?" tanya saya iseng.

"Sepi lebih sering bersahabat dengan para penulis puisi bukan penulis reportase tourism atau pariwisata."

"..Atau kamu mau memulainya, Janet ?"

" Ada usul ? Tentang?"

"Mmmm, misalkan ...kau tidak perlu melengking untuk menyuarakan cintamu..."

"Sam tidak pernah melengking. Tidak tahu kalau Hendry-mu ha ha ha !"

"Sialan !"

" Marie.."

" Ya.."

" Kita bersahabat, kadang aku terpikir apakah ending kisah cinta kita akan sama ?"

"Maksudmu ?"

"Bisa jadi perpisahan juga adalah jalan terbaik untuk aku dan Sam."

"Jangan mendahului takdir, Janet."

" Ya, memang..."

Kami pun berjalan  dalam kesunyian sampai di rumah Janet.3 hari 2 malam saya di tinggal disitu. Sebelum akhirnya saya tinggal dengan seorang nenek yang tinggal sendiri yang rumahnya tepat di sebelah rumah Janet. Janet biasa memanggil nenek itu dengan nama Nenek Pome.

Keluarga Janet sebenarnya memiliki masalah yang tidak jauh berbeda dengan keluarga lain di desa Wacola ini yaitu terlilit hutang pada istri laki-laki keturunan suku Veno. Pinjaman tersebut  akhirnya membengkak. Terlebih ayah Janet sendiri sukar sekali terlepas dari jerat permainan judi. Janet atau Rachel, adik Janet lah yang kemudian harus menerima resiko. Salah satu dari mereka harus mau menjadi istri kedua laki-laki dari suku Veno.

"Apakah istrinya mau memiliki madu sepertimu atau adikmu yang lebih muda darinya?"

"Itulah. Aku sudah memperkirakan nasib yang akan diterima disana. Makanya aku tidak rela jika adikku yang akan mengalami hal tersebut."

" Sam tahu hal ini?"

"Ia hanya tahu bahwa orang tuaku memiliki pinjaman yang membengkak tapi Ia belum atau tidak tahu bahwa orang tuaku telah menerima ancaman. Sebenarnya dari uang hasil kerjaku beberapa tahun dapat untuk melunasinya namun Ayah seperti itu. Mmmm, bagaimanapun juga Ia adalah Ayahku..." kata Janet sambil mengatupkan bibirnya kuat. Kelu.

"Tidak bisa meminta perpanjangan waktu lagi ?" Tanyaku.

"Itu sudah sering sampai kemudian tidak ada toleransi lagi." Janet lalu mengambil kotak perhiasan yang ada di meja kamarnya. Kotak perhiasan yang Ia terima dari orang suruhan laki-laki suku Veno tepat pada malam pertama kami sampai di desa ini. "Mungkin ini sudah nasibku, Marie..." Gumamnya.

"Kapan rencana pernikahan itu ?"

" 6 bulan lagi. Bertepatan dengan waktu sakral Suku Veno."

" Aku pernah membaca bahwa mereka juga memiliki sejarah  memakan daging manusia."

"Sekarang sudah tidak mereka lakukan. Mereka hanya menyembelih hewan persembahan untuk leluhur."

" Sebaiknya kamu membicarakan ini dengan Sam, Janet.."

"....dan membiarkan keluarganya akan menghina habis-habisan keluargaku ?"

" Kamu mengatakan bahwa kamu mencintai Sam. Kamu telah mengenalnya. Bagaimana mungkin mulutmu mengatakan itu tentang keluarga Sam ? Mengapa kamu tidak menganggap bahwa mereka adalah juga calon keluargamu yang pasti akan care dengan masalahmu, Janet ?" Suaraku agak meninggi. Janet tersentak dengan ucapanku. Ia mendadak mematung sambil matanya mengalirkan air mata dengan deras. Aku tidak kuasa melihatnya. Aku hampiri Janet. Aku peluk dia.

"Maafkan aku..." Kataku perlahan.

"Marie, keluarganya jauh di awang-awang sana. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan." Bergetar bibir Janet mengucapkan kalimat itu.

" Mudah-mudahan kita segera menemukan jalan keluarnya...." Aku tepuk perlahan pundak Janet.

BAB VIII

MARIE DARI LANZONES

Nenek Pome memang pernah menanyakan tentang mengapa saya berada di Desa Wacola dan sampai berapa lama. Saya jawab bahwa saya memang ingin menikmati suasana berlibur apalagi dari buku-buku yang saya baca desa Wacola sangat indah. Selain itu saya juga memiliki kegemaran menulis, jadi sekalian akan saya jadikan bahan-bahan untuk tulisan saya.Ternyata Nenek Pome menyukai jawaban saya, buktinya esok paginya Ia membuatkan saya waffle yang sangat enak. Agar kamu kerasan di sini katanya (terima kasih).

Pada malam pekan ke 2 saya di Desa Wacola, hall desa benar-benar terang benderang. Para pemuda telah menyiapkan obor-obor untuk menerangi perjalanan yang akan kami lakukan. Pada malam itulah pertama kali saya melihat sosok laki-laki keturunan suku Veno. Ia bernama Hugo dan istrinya bernama Joana. Mata Hugo sempat menatap ke arah aku dan Janet yang berada tidak jauh dari Sam. Ia juga sempat menarik nafas dalam sekejap  ketika menatap Sam. Apakah ia telah merasakan adanya sesuatu antara Janet dan Sam ? Oh, mudah-mudahan itu hanya perasaanku saja.

Pesta di bendungan desa benar-benar luar biasa. Permukaan air sungai tampak berkilau diterpa sinar bulan dan juga dari lampu-lampu dan obor. Ada yang aneh menurut saya di pesta ini. Di pesta ini kami yaitu Janet dan aku berada bersama warga desa lain sementara Sam berada di kursi yang telah disediakan di dekat panggung sana bersama dengan beberapa undangan.kami berbeda. Ada yang aneh menurutku, bukankah Janet telah menerima perhiasan tanda ia telah diikat oleh Hugo tapi mengapa Ia masih berstatus sama dengan warga lain ? Ketika itu aku tanyakan pada Janet Ia hanya menjawab sederhana, yaitu bahwa pernikahan itu bukan keinginan Hugo tapi permainan Joana. Hmmm, permainan....Permainan apakah ? Dan jika Janet mengetahui bahwa itu hanyalah permainan mengapa Janet bersedia ? Namun Janet sepertinya tidak mau berlarut-larut memikirkan pertanyaanku tadi. Ia asyik menari di tengah arena sana dengan pasangan berbeda-beda.

Malam makin larut. Hugo naik ke atas panggung dan berbicara untuk semua yang hadir disitu.

"Jangan sia-siakan malam yang meriah ini. Menarilah. Nikmati yang ada, sampai besok matahari terbit. Kita akan terus berpesta disini. Sungai Momosa inilah pemberi kesuburan desa Wacola ini dan akan tetap seperti itu. Terima kasih kepada seluruh warga yang telah bekerja keras membangun bendungan sungai ini. Ini adalah malam peresmiannya. Oleh karena itu ini adalah pesta kita semua."

Tepuk tangan menambah keriuhan suasana di bendungan ini. Tapi sampai matahari terbit kita akan disini ? Tenda-tenda memang telah disediakan untuk kami beristirahat. Rumah-rumah  pondok bekas tempat beristirahat para pekerja bangunan juga telah dihias sedemikian rupa dan akan dijadikan sebagai tempat beristirahat para orang-orang istimewa termasuk Sam. Namun ini berbahaya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hulu sungai sana. Tenda-tenda yang hanya berjarak 10 meter atau rumah-rumah pondok yang berjarak 25 meter dari sungai dengan ketinggian tanah sama dengan permukaan air sungai ? Tidak mungkin. Ini sangat berbahaya.

Suara musik semakin dikeraskan. Malam semakin meriah. Obor-obor yang terpasang ikut meliuk menari. Namun ada yang tidak biasa. Api itu tidak sekedar meliuk. Api-api itu benar-benar menunjukkan bahwa angin bertiup lebih kencang. Jantungku berdegup. Aku hampiri Janet yang masih beristirahat.

"Janet, kita tidak seharusnya berada disini. Kita dan semua warga desa yang ada disini lebih baik kembali ke desa."

"Marie, di setiap sudut desa sudah ada yang menjaga. Rumah kita aman, Marie. "

"Bukan itu, Janet..."

" Lalu? Sudahlah, kamu harus mulai terbiasa dengan suasana pesta, Marie. Desa Wacola tidak bisa dipisahkan dengan pesta. Jadi, nikmatilah suasana desa barumu, sobat..."

" Janet, ini di pinggir sungai dan sungai itu bisa banjir kapanpun ia mau."

"Selama bendungan ini dibangun, tidak pernah sekalipun terjadi banjir." Kata Janet.

"OK, kau lihat api-api obor itu ? Api-api itu beberapa kali meliuk cepat."

"Itu karena api-api itu di tempat terbuka. Sudahlah, Marie...Nikmati malam ini.OK ?" Janet meninggalkan aku. Ia kembali ke tengah orang-orang yang sedang asyik menari. Tidak lama ia langsung mendapatkan pasangan. Aku melihat ke api-api obor itu yang telah tenang tapi ternyata itu tidak lama. Api-api itu kembali meliuk kesana kemari dengan lebih cepat. Oh, bagaimana caraku untuk memberi tahu para warga desa ini ? Oh ya, Sam ! Ya, aku harus memintanya untuk membawa orang-orang ini kembali ke desa.

Aku terlebih dahulu melewati barisan para undangan lalu menuju ke tempat Sam duduk. Sam tampak mengangguk-angguk mendengarkan penjelasanku lalu Ia menemui Hugo. Berbincang sebentar lalu kembali menghampiriku.

"Kita yang diminta Hugo untuk memberi tahu warga." Kata Sam. Aku pandangi lagi api-api obor itu, tenda-tenda, pondok-pondok kecil, lalu api-api itu lagi...Beberapa api obor meliuk cepat, bergerak miring, tegak lagi lalu kembali meliuk cepat.

" Ya."  Saya katakan itu dengan hampir tanpa nafas. Sam segera menarik tanganku untuk diajak naik ke atas panggung. Saya tarik tangan saya dari tangannya tapi Sam dengan cepat menarik tanganku kembali. Meski saya tahu bahwa di desa Wacola ini bergandeng tangan, berpelukan,mencium pipi..adalah hal yang lumrah namun saya tidak mau Janet berprasangka lain.

" Di samping saya ini adalah tamu kita di desa Wacola ini. Namanya Marie. Ia berasal dari desa Lanzones." Sam memperkenalkan aku pada seluruh warga yang hadir disitu. Inilah kali pertama saya melihat kharisma Sam secara langsung. Mendengar pemaparan Sam semua warga bisa menemukan bahwa yang saya katakan tadi pada Sam adalah hal yang masuk akal. Semua warga desa dan orang-orang istimewa termasuk Hugo dan juga Joana akhirnya kembali ke desa meninggalkan tenda-tenda,pondok-pondok kecil, sisa-sisa hidangan pesta dan minuman, serta panggung yang masih berhiaskan pita-pita dan balon-balon.

Dalam perjalanan semua warga sibuk dengan pikiran dan nafasnya masing-masing. Diam. Termasuk Janet yang berjalan di sebelahku. Malam itu saya memutuskan untuk tidur di rumahnya. Bisa jadi ia akan menanyakan tentang keberadaan saya di atas panggung bersama Sam tapi mungkin ia terlalu lelah setelah menari di pesta tadi. Sampai di rumah ia langsung membaringkan tubuhnya di tempat tidur dengan mata terpejam. Namun jam 3 pagi Janet mengguncang-guncangkan tubuhku agar segera bangun.

"Marie, dengarkan...!" Dari jauh memang saat itu terdengar suara gemuruh. Suaranya jauh dari atas sana. Terdengar langkah-langkah kaki tergesa-gesa di jalan depan rumah.

"Sungai ?" Tanyaku.

" kemungkinan besar ya..." Suara langkah kaki di luar semakin banyak. Janet menahanku saat aku akan turun untuk ikut melihat ke luar rumah ketika pintu rumah Janet dibuka oleh ayahnya. Ayah Janet bergabung dengan orang-orang itu.Setelah matahari terbit barulah kami, para perempuan diizinkan untuk ke luar rumah. Kami berkumpul di hall desa untuk mengetahui penjelasan kejadian sebenarnya.

Telah terjadi hujan deras  dan tanah longsor di desa atas di hulu sungai sana. Bendungan sungai Momosa hancur berantakan dan tidak ada yang tersisa. Banjir besar turut membawa pohon-pohon yang tumbang dan batu-batu besar di sepanjang aliran sungai Momosa. Tidak ada korban manusia satupun. Hall kemudian gegap gempita oleh suara orang-orang yang mengelu-elukan nama Sam.

" Hidup Sam !"

"Hidup Sam !"

"Hidup Marie !"

"Hidup Marie dari Lanzones !"

" Hidup Sam dan Marie dari Lanzones !"

Para warga, perempuan, laki-laki, anak-anak, dewasa  lalu memeluk dan menciumiku. Oh, mudah sekali orang-orang Wacola ini memeluk dan mencium seseorang. Suara-suara masih gegap gempita. Aku lihat Sam-pun tidak luput dari pelukan dan ciuman orang-orang ini.

"Hidup Sam dan Marie dari Lanzones !"

"Hidup Sam dan Marie dari Lanzones !"

Aku lihat Janet terus menerus memandangku yang tidak bisa lepas dari orang-orang ini. Ia memandangku lalu berlari keluar hall, berlari, dan terus berlari. Aku panggil namanya tapi ia terus berlari.

"Janet....Janet....!!! "

Aku berusaha melepaskan orang-orang ini dan mengejar Janet yang sudah  jauh disana.

"Janet...!!!!!!"

"Marie....!" Sam-pun lalu menyusulku yang berlari mengejar Janet.

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun