Mohon tunggu...
Aini Lutfiyah
Aini Lutfiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Less is More

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pernikahan Gerhana (4)

27 April 2012   10:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:02 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Kita yang diminta Hugo untuk memberi tahu warga." Kata Sam. Aku pandangi lagi api-api obor itu, tenda-tenda, pondok-pondok kecil, lalu api-api itu lagi...Beberapa api obor meliuk cepat, bergerak miring, tegak lagi lalu kembali meliuk cepat.

" Ya."  Saya katakan itu dengan hampir tanpa nafas. Sam segera menarik tanganku untuk diajak naik ke atas panggung. Saya tarik tangan saya dari tangannya tapi Sam dengan cepat menarik tanganku kembali. Meski saya tahu bahwa di desa Wacola ini bergandeng tangan, berpelukan,mencium pipi..adalah hal yang lumrah namun saya tidak mau Janet berprasangka lain.

" Di samping saya ini adalah tamu kita di desa Wacola ini. Namanya Marie. Ia berasal dari desa Lanzones." Sam memperkenalkan aku pada seluruh warga yang hadir disitu. Inilah kali pertama saya melihat kharisma Sam secara langsung. Mendengar pemaparan Sam semua warga bisa menemukan bahwa yang saya katakan tadi pada Sam adalah hal yang masuk akal. Semua warga desa dan orang-orang istimewa termasuk Hugo dan juga Joana akhirnya kembali ke desa meninggalkan tenda-tenda,pondok-pondok kecil, sisa-sisa hidangan pesta dan minuman, serta panggung yang masih berhiaskan pita-pita dan balon-balon.

Dalam perjalanan semua warga sibuk dengan pikiran dan nafasnya masing-masing. Diam. Termasuk Janet yang berjalan di sebelahku. Malam itu saya memutuskan untuk tidur di rumahnya. Bisa jadi ia akan menanyakan tentang keberadaan saya di atas panggung bersama Sam tapi mungkin ia terlalu lelah setelah menari di pesta tadi. Sampai di rumah ia langsung membaringkan tubuhnya di tempat tidur dengan mata terpejam. Namun jam 3 pagi Janet mengguncang-guncangkan tubuhku agar segera bangun.

"Marie, dengarkan...!" Dari jauh memang saat itu terdengar suara gemuruh. Suaranya jauh dari atas sana. Terdengar langkah-langkah kaki tergesa-gesa di jalan depan rumah.

"Sungai ?" Tanyaku.

" kemungkinan besar ya..." Suara langkah kaki di luar semakin banyak. Janet menahanku saat aku akan turun untuk ikut melihat ke luar rumah ketika pintu rumah Janet dibuka oleh ayahnya. Ayah Janet bergabung dengan orang-orang itu.Setelah matahari terbit barulah kami, para perempuan diizinkan untuk ke luar rumah. Kami berkumpul di hall desa untuk mengetahui penjelasan kejadian sebenarnya.

Telah terjadi hujan deras  dan tanah longsor di desa atas di hulu sungai sana. Bendungan sungai Momosa hancur berantakan dan tidak ada yang tersisa. Banjir besar turut membawa pohon-pohon yang tumbang dan batu-batu besar di sepanjang aliran sungai Momosa. Tidak ada korban manusia satupun. Hall kemudian gegap gempita oleh suara orang-orang yang mengelu-elukan nama Sam.

" Hidup Sam !"

"Hidup Sam !"

"Hidup Marie !"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun