Mohon tunggu...
Aini Lutfiyah
Aini Lutfiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Less is More

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pernikahan Gerhana (3)

16 April 2012   08:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:33 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

******************

Janet aku baringkan di kamarnya. Sempat aku dengar kata-kata Nenek Ah Sin.

" Janet bukan gadis baik-baik. Lihat saja pakaiannya. Semua baju dan pakaiannya selalu terbuka pada bagian atas dadanya.Hari Sabtu diliburkan justru digunakan untuk mabuk. Marie, sebaiknya kamu tidak terlalu dekat dengannya..."

"Pakaian seperti itu memang sedang trend. Janet gadis yang baik kok, Ia hanya sedikit pusing. Besok pagi Ia katanya akan beribadah."

" Ah, kau Marie. Direpotkan begini malah membelanya."

"Bukannya membela, Nek. Memang kenyataannya demikian."

" Yach, sudahlah." Nenek meninggalkan aku di kamar Janet. Aku betulkan posisi kakinya yang agak menjuntai.

Kamar Janet ini lumayan hommy.Foto keluarganya ada yang dipasang di dinding, ada pula yang dibingkai dan diletakkan di atas meja.Aku ambil album foto di dekat pigura tsb. Didalamnya ada foto ia bersama dengan teman-temannya di kebun, ada pula saat kegiatan di sebuah rumah ibadah, foto saat ada pesta dansa, saat  hari besar agama dengan lampu-lampu yang mengular di pohon-pohon dan pagar-pagar rumah, foto acara perpisahan sekolah di rumah ibadah, dan foto saat Janet menari dengan memakai pakaian tradisional.

Saya buka lagi album foto yang dibawahnya. Foto-foto disitu lebih berwarna abu-abu namun bersifat  sangat keluarga. Ada foto Janet bersama adik-adiknya, foto ayah ibunya, foto ibunya yang sedang memasak bersama neneknya, foto acara keluarga besarnya, foto hidangan-hidangan di acara tersebut. Aku pandang lagi wajah Janet. Bagaimanapun dia, bagaimanapun cara Ia berpakaian...Aku merasa Janet adalah orang yang bisa aku percaya sebagai teman. Memang Janet berbeda dengan Mira. Namun Tuhan pasti selalu memberi yang terbaik. Pada saat aku berada di desa dengan segala permasalahan di desa, Ia memberiku teman seorang Mira sementara pada saat aku telah berada di dunia kerja dengan segala permasalahannya Ia memberiku teman seorang Janet. Pada saat yang tepat Tuhan memberi kita partner yang tepat.

Aku tutup album foto itu. Apakah aku terlalu lancang karena telah  membukanya ? Mudah-mudahan Janet tidak berkeberatan aku melakukan itu.

BAB V

Hanya Ini Yang Bisa Saya Lakukan

" Janet, saat aku di kamarmu Sabtu kemarin. Aku membuka album-album fotomu yang ada di meja. Sebenarnya boleh atau tidak aku melakukan itu ?"

"Tidak apa-apa kok. Aku percaya sama kamu. Justru aku sangat berterima kasih kamu mau mengantarku pulang dari pub."

"Santai saja. Oh ya, ngomong-ngomong bagaimana tentang pendeta baru itu ?"

" Hai! kamu tahu itu ?"

"Ha ha ha ! Makanya tidak usah pakai mabuk.Bisa bocor kemana-mana itu rahasiamu."

" Ya, tapi kan cuma ada kamu saat itu. Tidak mungkin bocor kemana-mana pastinya hehehe.."

"Mmmm,memang dia ganteng seperti Josh Groban? Serius?"

"Lebih tepatnya seperti orang aku cintai  di desa Wacola sana."

" Oh, maaf. Tapi kalian berdua baik-baik saja, bukan ?"

" Tidak begitu baik." Janet tampak menghela nafas sebentar.

"" Aku boleh tahu lebih jauh ?" Janet mengangguk. Ia sedikit menggeser duduknya lebih dekat ke pokok pohon Jambu biji yang kami panjat. Lalu Janet mulai bercerita.

"Ia bernama Sam.Kami dari keluarga yang berbeda status. Ia adalah keturunan pendiri desa Wacola. Dengan kata lain ia berdarah biru. Meski pemerintahan desa sekarang berada di tangan pria keturunan suku Veno dari desa Veno sana yang menikah dengan janda kaya di desa Wacola, namun masyarakat desa Wacola masih lebih menghormati keluarga Sam.Masyarakat menginginkan perempuan yang akan mendampingi Sam adalah perempuan yang harus segalanya dalam hal fisik, ekonomi, keturunan, pendidikan, spiritualitas...."

" Spiritualitas ?"

"Ya. Semua keluarganya sampai sekarang adalah ahli ibadah...Dan Sam sendiri lebih memperjelas itu dengan menekuni belajar itu secara formal di sekolah. Setelah itu Ia melanjutkan dengan belajar Theology."

"Apakah Sam yang fotonya  di atas meja itu ?"

" Ya."

"Kalian sudah pacaran ?"

" Sudah tapi masih kami lakukan secara sembunyi-sembunyi."

" Sembunyi-sembunyi ?"

" Ya. Sambil berdo'a semoga ada jalan agar kami berdua dapat bersatu."

Aku teringat bagaimana kisahku dengan Hendry. Kisah kami yang kami lakukan secara sembunyi-sembunyi dan berakhir dengan  perpisahan. Jauh di relung hatiku sana  muncul getaran untuk mempersatukan mereka. tapi bagaimana caranya ?

" Hai! Mengapa kamu diam, Marie ?"

"Apa? ha ha !Hmm, Janet....pertahankan dia ! jika ada kesempatan untuk itu aku akan membantu kalian sekuat tenaga untuk membuatmu bersatu dengan Sam."

" Terima kasih, Marie." Janet lalu tampak terdiam sejenak. Matanya mulai berkaca-kaca dan disitu aku tampak melihat ketidakberdayaannya menghadapi situasi sulit yang ada di depan dia dan Sam. Melihatku memperhatikannya. Janet membuang wajahnya ke arah lain.

" Terima kasih, Marie.." katanya sekali lagi.

" Terima kasih untuk apa Janet ? Aku tidak melakukan apapun untuk menyelesaikan masalahmu. Bukankah masalah tidak akan berubah ataupun selesai hanya dengan opini ?"

"Do'amu membuat aku merasa tidak sendiri."

" Aku ingin membantu dengan cara yang lebih dari sekedar do"a, Janet. Tapi aku sendiri tidak tahu bagaimana cara membantumu he he he...Ayo, kita makan jambu biji saja. Itu disana ada yang sudah berwarna kuning. Aku petikkan buatmu, ya?" Perlahan Janet menganggukkan kepalanya. Tangan kanannya masih memeluk erat pokok pohon jambu sementara tangan kirinya mengusap butir-butir air mata yang tidak kuasa ia bendung. Maafkan aku, sobat. Hanya masih ini yang bisa aku lakukan. Hanya menghiburmu dan mengajakmu sedikit melupakan kisah sedihmu di desa Wacola sana.

BAB VI

BUKU PERANTARA

Weekend saat Janet dibebaskan dari tugas pengasuhan Ah Sin, namun justru sering kami isi dengan acara yang melibatkan Ah Sin baik itu berjalan-jalan, menonton, ataupun memasak. Tidak jarang Ia pun membawa buku-buku belajarnya. Untuk materi-materi pembelajaran, saya mengacungkan jempol untuk Kak Annie dan Kak Diego yang telah membuat beban materi menjadi lebih mudah dengan kondisi di desa. Namun ada satu buku yang menarik perhatianku. Ah Sin menyebutnya sebagai buku komunikasi.

" Buku ini setiap aku sekolah selalu diisi oleh guruku agar Kak Janet, Mama papaku, atau siapapun di rumah mengetahui apa yang aku pelajari dan aku lakukan di sekolah. Disitu juga ada tempat untuk memberi komentar." Kata Ah Sin.

Yuppp ! Mengapa itu tidak aku gunakan untuk berkomunikasi dengan Ayah Ibu, adik-adik, Mira, ataupun Kak Annie ? Saya pun membeli 2 buah buku tulis berukuran paling besar dan saya tulis disitu catatan-catatan harian saya yang akan saya share untuk mereka di desa.

Saat Kak Annie ke kota, meluncurlah pertama kali buku itu ke desa dan selama satu buku itu di desa,  saya menulis di satu buku lainnya sampai buku itu kembali lagi ke tanganku pada bulan berikutnya. Begitu seterusnya. Ayah Ibu, adik-adik, maupun Mira berkomentar pada resep masakan yang Janet ajarkan padaku yaitu cara membuat menu makan pagi yang dibuat dari bubur nasi dicampur dengan bubuk coklat yang telah dicairkan dengan sedikit air, dan saat akan memakannya diberi susu cair di atasnya. Komentar-komentar yang ada adalah :


  • Adik-adik: Kami membuatnya  terlalu banyak air...:(
  • Ayah Ibu : Makan jangan sembarangan. Jaga Kesehatan !
  • Mira : Ngga enyaaaaakkk...! Neil merasa seperti makan lem berwarna hitam. Ia makan sambil memejamkan mata ha ha ha !


Di buku itu pula aku bercerita bahwa di kota saya memiliki sahabat yang berasal dari Wacola. Ilmu memang berada dimana-mana. Saya dapat belajar banyak dari Janet. Dan karena tuntutan pekerjaan di toko pula lah akhirnya saya memberanikan diri bicara pada boss untuk meminta agar gaji dihitung per jam  karena saya juga akan belajar komputer di salah satu perguruan tinggi di kota ini. Tidak lama. Hanya dua tahun.

BAB VII

Inikah Petualangan ?

Boss mengatakan bahwa akan dibuka toko cabang dan Ia menginginkan aku untuk mendampingi Tan Yin Yang. Alangkah menyenangkan mendapatkan kepercayaan dari boss. Tidak sia-sia belajar komputer selama 2 tahun. Hatiku sangat berbunga-bunga hingga pada suatu pagi sebuah surat diberikan oleh Ah Sin yang akan berangkat sekolah dengan diantar oleh pamannya. Ah Sin berlari-lari kecil dan berteriak-teriak  sambil mengacung-acungkan sebuah surat.

" Kak Marie....Kak Marie....Di belakang surat ini tertulis "Guess who ?" tapi ini pasti dari Kak Janet karena di depannya ditulis untuk Kak Marie. Apa yang terjadi dengan Kak Janet ? Aku tidak membenci Kak Janet. Aku menyukai Kak Janet seperti aku juga menyukai saat belajar dengan Kak Marie. Apa yang terjadi dengannya ?"

Aku buka amplop surat itu. Di kertas yang ada di dalamnya tertulis

Ada persoalan serius terjadi desaku di Wacola . Aku harus kembali ke sana.Kalau mau mendengar ceritaku, aku tunggu di tempat biasa.

Tempat biasa, di pohon itu..aku harus segera kesana. Tan Yin Yang, maaf...ini seperti ada persoalan sangat serius. Saya absen. Telah beberapa bulan ini saya mencari informasi dari buku-buku mengenai suku Veno yang ternyata memiliki riwayat memakan daging manusia dan beberapa hari terakhir ini Janet banyak bercerita tentang  kondisi keluarganya yang terancam oleh pemerintahan desa yang ada di tangan laki-laki berdarah suku Veno. Apakah ini ada hubungannya ?

" Kak Marie, ada apa dengan Kak Janet ? Ia akan kembali ke Wacola ?"

" Iya, bersama Kak Marie....."

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun