" Hai! Mengapa kamu diam, Marie ?"
"Apa? ha ha !Hmm, Janet....pertahankan dia ! jika ada kesempatan untuk itu aku akan membantu kalian sekuat tenaga untuk membuatmu bersatu dengan Sam."
" Terima kasih, Marie." Janet lalu tampak terdiam sejenak. Matanya mulai berkaca-kaca dan disitu aku tampak melihat ketidakberdayaannya menghadapi situasi sulit yang ada di depan dia dan Sam. Melihatku memperhatikannya. Janet membuang wajahnya ke arah lain.
" Terima kasih, Marie.." katanya sekali lagi.
" Terima kasih untuk apa Janet ? Aku tidak melakukan apapun untuk menyelesaikan masalahmu. Bukankah masalah tidak akan berubah ataupun selesai hanya dengan opini ?"
"Do'amu membuat aku merasa tidak sendiri."
" Aku ingin membantu dengan cara yang lebih dari sekedar do"a, Janet. Tapi aku sendiri tidak tahu bagaimana cara membantumu he he he...Ayo, kita makan jambu biji saja. Itu disana ada yang sudah berwarna kuning. Aku petikkan buatmu, ya?" Perlahan Janet menganggukkan kepalanya. Tangan kanannya masih memeluk erat pokok pohon jambu sementara tangan kirinya mengusap butir-butir air mata yang tidak kuasa ia bendung. Maafkan aku, sobat. Hanya masih ini yang bisa aku lakukan. Hanya menghiburmu dan mengajakmu sedikit melupakan kisah sedihmu di desa Wacola sana.
BAB VI
BUKU PERANTARA
Weekend saat Janet dibebaskan dari tugas pengasuhan Ah Sin, namun justru sering kami isi dengan acara yang melibatkan Ah Sin baik itu berjalan-jalan, menonton, ataupun memasak. Tidak jarang Ia pun membawa buku-buku belajarnya. Untuk materi-materi pembelajaran, saya mengacungkan jempol untuk Kak Annie dan Kak Diego yang telah membuat beban materi menjadi lebih mudah dengan kondisi di desa. Namun ada satu buku yang menarik perhatianku. Ah Sin menyebutnya sebagai buku komunikasi.
" Buku ini setiap aku sekolah selalu diisi oleh guruku agar Kak Janet, Mama papaku, atau siapapun di rumah mengetahui apa yang aku pelajari dan aku lakukan di sekolah. Disitu juga ada tempat untuk memberi komentar." Kata Ah Sin.