Mohon tunggu...
Aini Lutfiyah
Aini Lutfiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Less is More

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Saya Berkata No dan Tuhan Berkata Yes

7 Maret 2012   11:12 Diperbarui: 22 Oktober 2015   18:31 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13311207731683861338

Pergi ke tempat Leo bekerja sangat menyenangkan buat saya. Gedung yang asri dan mengusik sisi pribadi. Saya yang bahkan pada saat  SMA selalu berniat agar di sekolah dapat menjadi anak manis yang pendiam, yang cukup menjawab "ya" dengan anggukan dan "tidak" hanya dengan gelengan kepala...dan setiap hari itu pula saya gagal. Di gedung ini, entahlah... semua seakan paham apa yang ada dalam hati dan pikiran saya meski tanpa perlu mengucapkan apapun. Gedung tempat Leo bekerja ini bagaikan tumpukan balok yang menjulang. Ada sebuah halaman rumput berukuran sedang diantara blok-balok itu dengan sebuah aula di sisi kirinya. Di tempat parkir saya melihat Harry sedang berbicara melalui telepon genggam. " 'gantian kamu datang kesini, dong.Aku kan kerja disini. Apa? Malu? Sejak kapan itu ada di kamus hidup kamu ?Sudahlah, lebih enak kalau kita selesaikan saat kita bertemu saja. Please....kesini...!" Sangat tidak enak menyapa orang yang sedang ada urusan penting, saya segera berlalu. " Annelie !" Saya menoleh ke arah Harry. Telunjuknya mengarah ke lantai atas. Saya paham maksudnya, Leo ada di ruangannya di lantai atas. " Thank you." Kataku. Harry hanya mengacungkan jempol tangannya. Berbelok ke arah halaman rumput, saya melihat seorang perempuan yang nyaris masuk ke dalam gedung Ia keluar lagi. Body-nya tipis semampai berpakaian sangat fashionable bahkan cenderung sangat panggung.Seorang model ataukah bekerja di gedung itu ? Siapapun dia, kemungkinan besar Ia alumnus Perancis atau memang Ia asli orang Perancis sana. Bukankah bagi mereka setiap hari adalah festival ? Perempuan itu kembali melanjutkan langkahnya. Bisa jadi Ia merasa aneh di bumi masih ada perempuan seperti saya. Berpenampilan tanpa brand.Bagian atas saya memakai atasan lengan panjang transparan bermotif  kecil berbentuk jubah panjang sampai di bawah lutut yang saya sendiri sangat heran karena  ternyata ada salah satu finalis miss universe memakai versi ketatnya  sebagai gaun malam. Pantas saja jika kemudian Ia kalah ( ha ha!). Untuk bawah saya memakai long skirt, kain tipis namun tidak transparan. Ini adalah yang saya pakai saat saya pertama kali bertemu dengan Leo. Keluar dari lift, di kaca jendela saya lihat dua kupu-kupu tampak asyik bercengkrama dengan posisi selalu saling berhadapan, mesra sekali. Sampai di ruangan Leo. Oh, sayang sekali ia akan ada meeting.

" Annalie, mengapa tidak memberi tahu dulu ?" " Aku tidak apa-apa menunggu sampai kamu ke sini lagi. Meetingnya tidak lama, kan?"

" Ya, mudah-mudahan tidak...atau ikut saja ?" Leo tersenyum. Tuhan, sangat jarang saya melihatnya tersenyum. Ia pribadi yang serius.

" Nggak,ah!Sudah sana berangkat. Bisa terlambat nanti..."

Leo mengelus rambutku sebentar. Bagi orang-orang di kantor ini Leo bisa jadi monster bagi mereka namun ia sebenarnya memiliki hati yang lembut. Aku bahkan merasa sangat aman dan nyaman bersamanya. Tuhan, sampaikan kata-kata dalam hati saya ini kepadanya. Betapa saya sangat mengaguminya, apapun anggapan orang terhadapnya. Sebenarnya sebelum saya kenal dengan Leo, tempat ini telah beberapa kali bekerja sama dalam proyek pelestarian lingkungan dengan universitas saya. Ada satu orang yang lucu dan menarik. Ia minta dirinya dipanggil Barney padahal ia memiliki nama yang bagus, Gibraltar Azizi. Fisiknya lebih tinggi dari Leo. Di kantor ini, menurut Leo tidak segan Barney berlari-lari mengelilingi halaman rumput saat waktu senggang.  Mengadopsi budaya Jepang katanya, agar tidak jenuh. Nilai plusnya adalah badan menjadi sehat.

 

                                           ***************************

 

" Kita makan dulu...."Singkat kata-kata yang diucapkan oleh Leo. Tangannya menggandeng tanganku. Aku lihat kupu-kupu itu masih asyik saja meski posisi mereka telah agak bergeser ke sudut jendela. Kami berjalan menyusuri koridor yang diatasnya melengkung tanaman anggur. Sedikit kata yang diucapkan oleh Leo namun aku yakin ia selalu menginginkan yang terbaik bagi kami berdua termasuk tentang akan makan dimana kita berdua. Aku sendiri meski tidak memfavoritkan, namun menu salad di tempat makan yang akan kami tuju lumayan enak rasanya. Menu dagingnya juga pernah aku coba, tidak mengecewakan. Hanya saat ini aku memang hanya menginginkan salad yang akan mengisi perutku, jadi aku kesampingkan dulu menu yang lain. Leo masuk terlebih dulu dan menuju meja yang sudah ada beberapa rekan kerja sekantor Leo. Saya mengikuti langkahnya.

" Annelie....!!! " Suara Leo cukup keras sehingga beberapa orang tampak menoleh ke arahnya lalu melihat ke arahku.Oh, tidak seharusnya Leo begitu.

"Ini Barney !" Leo mempersilakan Barney menjabat tanganku.

" Gibraltar Azizi.Panggil saja Gibb." Kata Barney. Saya agak terkejut  Barney menggunakan nama aslinya. Tidak terkecuali juga Leo. Ia menatap serius ke arah wajahku dan wajah Barney atau Gibb itu. Aku menggeser kursiku lebih dekat pada kursi Leo. Bagaimanapun hanya Leo yang saya inginkan ada di sampingku, di hatiku, dan untuk seluruh hidupku ke depan. Namun mengapa Leo tidak memesan makanan apapun? Ia hanya minum.

" Sudah kenyang..." Katanya.

"Kalau begitu kita ke kantor lagi saja..." Saya gandeng tangan Leo sambil beranjak.

" Habiskan dulu saladnya, Hun..."

"Tidak usah, Sudah cukup yang masuk ke perut kok." Koridor tanaman anggur benar-benar beku dan bisu. Tuhan, apa yang ada di pikiran Leo sebenarnya? Komunikasi kami selama ini memang seperti ini. Tidak seperti pasangan-pasangan yang lain.Ini pun sudah sangat kami syukuri dan kami merasa memang beginilah pola komunikasi yang Tuhan berikan untuk kami berdua. Keluar dari lift, dua kupu-kupu masih ada disitu.

 

                                          **************************

 

Tuhan, apakah saya tidak salah dengar ? Leo berbicara dengan seseorang di telepon. "Please, naik kesini. Temani aku makan. Ah ya, kemanapun kamu mau nanti kita kesana. OK, aku tunggu..." Telepon ditutup.Sebilah pisau serasa tertancap di hatiku. Perih. Leo memandangku dengan tatapan serius.

" Leo. sepertinya kita harus bicara...."

" Saya kira itu tidak perlu, Annelie.Barney...atau Gibb-mu itu lebih bisa memahamimu. Ia akan lebih bisa mengisi hari-harimu dibandingkan aku. Setiap kita bertemu disini dan terakhir adalah tadi, ketika aku akan meeting. Keluar lift, Barney akan menuju lantai atas. Apakah sebenarnya Ia yang kamu cari disini? Bukan aku yang kamu inginkan kamu temui disini, kan? Kalian telah sepakat untuk bertemu di tempat kita makan tadi kan, Annelie?"

" Kamu ngomong apa sih, Leo ? Ini cuma salah paham."

"Sudahlah. Kita berpisah lebih baik. Kamu lebih membutuhkan itu, Annelie. Kita putus."

" Leo !"

" Jaga diri baik-baik, Annelie !"

 

                                                ********************************

 

Aku melangkah menuju balkon di dekat lift. Saya lihat ke bawah. Gadis  tipis semampai tampak sedang dibukakan pintu mobil oleh seorang  pria. Romantis sekali. Saya lihat ke hall, tampak Harry dan kekasihnya tampak sedang menikmati satu ice cream untuk mereka berdua. Saat tua kelak itu pasti akan selalu mereka ingat sebagai moment  paling romantis untuk mereka berdua dan akan selalu diceritakan pada cucu-cucu mereka.

Pandangan saya arahkan ke halaman rumput, Barney atau Gibb tidak sedang berlari-lari mengelilingi halaman rumput melainkan sedang memainkan sebuah gitar. Bisa jadi Ia baru saja melakukannya. Ia masih memakai pakaian olah raga. Tuhan, saya tidak tahu siapa Gibb atau Barney itu. Saya selama ini hanya mempersiapkan untuk kelak menjadi pendamping Leo. Bukan orang lain. Apapun yang akan terjadi di depan, saya yakin pasti akan dapat melaluinya bersama Leo. Namun mengapa ini terjadi? Huffttt....tapi jika itu mau Tuhan siapa yang bisa menolaknya?  Apa yang bisa kita lakukan sebagai manusia. Jika kita berkata No tapi Tuhan menginginkan Yes, siapa yang bisa membantahnya ?

Tampak berjalan ke arah tempat parkir, Leo bersama dengan seorang perempuan.......perempuan itu sangat eksotis dan etnik. Gelang kaki mungil menghiasi kakinya. Saya tidak kuasa menatap mereka berdua. Tuhan, kuatkan hati saya.Melangkah menuju lift, di jendela hanya tinggal satu kupu-kupu disana. Kupu-kupu, apakah hatimu juga sedang menangis sepertiku?

 

                                                         *******************

 

Di dalam lift ada seorang pria di sebelahku.Ia tampaknya juga akan turun ke lantai bawah seperti aku. Saya lihat namanya, Wayn..... " Wayan. I'm Wayan not Wayn....From Indonesia, Bali..." Oh, rupanya tanpa sadar bibirku ikut bersuara membaca namanya. " Maaf...." Tuhan, saya tidak tahu apakah pipiku merah saat ini. Namun kalau memang memerah, saya merasa ini terlalu cepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun