Senja sedang bergulat  membakar pagi
Nenek pergi mencari kayu kian menipis
Oleh penambangan tak pernah berakhir
Â
Bumi ini makin hangus berantakan
Galian alat mesin terus mendesir tiap detik
Siang malam melubangi tanahku menjejakkan kakiÂ
Demi rupiah dan dollar bagi para pemilik  kaya berkantung tebal
Â
Orang-orang tanah ini semakin tersingkir
Tak tahu kemana harus mendiami
Ketika semua pijakan hangus tak berarti
Â
Anak-anak tak lagi bermain dengan riang
Orang dewasa senantiasa mendendangkan lagu kesedihan
Tanah ulayat milik warisan telah diambil
Demi modernisme kampungku tanpa evolusi sempurna
Â
Tanahku tempat berpijak berlubang penuh koreng
Menjadi tempat tambang, lumbung uang orang-orang berduit
Meninggalkan kesedihan tanpa harapanÂ
Hampir seluruh anak negeri ini
Â
Semua cuci tangan sebagai orang suci dadakan
Ketika tambang tak lagi membawa berkatÂ
Sambil melempar tanggungjawab
Pada pundak rumput tak lagi bergoyangÂ
Â
Wahai anak pertiwi
Insaf dan sadarlahÂ
Bahwa tambang bukan kendaraan kesejahteraan
Tetapi pesawat membawa duka lara nan sengsara
Â
Lebih baik kembali masuk ladang, huma dan sawah
Di sana ada emas padi, mutiara jagung dan berlian umbi-umbian
Harta karun tak boleh ditinggalkan begitu saja meranggas
Telah menghidupi nenek moyang dan kita secara turun temurun
Â
Katakan terus terang pada para penambang
Kami butuh kehidupan layak bukan hanya tambang
Kami serempak bersepakatÂ
Katakan tidak pada TAMBANG
Borong, 14 September 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H