Mungkin tidak, kakak hanya sekedar mengimbangi puisi yang kita posting di depan umum. Hanya tuntutan. Namun tidak dengan diksiku, tidak dengan hatiku, semuanya ada di sudut hatiku yang menjawab setiap malam-malam sujud Tahajudku bersama-Nya, atas kehendak dari-Nya. Aku sakit, memang benar tahun kemarin aku sudah operasi. Namun, Tuhan punya kehendak lain, penyakit itu kembali, dan aku berusaha tersenyum untuk setiap terapi yang diberikan dokter padaku. Aku tak ingin mengumbar cinta, karena jika iya, aku pasti menunjukkannya lewat tindakanku.
Bagaimana dengan rasa ini? Tak apa, aku dapat menahannya, dan aku pasti menunggu takdir-Nya. Bertemu denganmu sudah cukup membuatku bahagia.
Akankah bisa aku menemuimu? Akankah aku bisa bertahan dengan sakitku? Kak, teruslah tersenyum untukku, dan untuk orang yang kamu cintai dimana pun dia berada.
Inilah untaian rasaku, dalam rindu yang kian bertaruh pada waktu. Tentang rasa, di sudut hati yang kini terukir namamu.
Blora, 14 Februari 2014.
With Love
Varadina,
------------------------------------------------
Diremasnya surat itu, dipeluknya Vara yang sedang terbaring lemah.
"Maafin aku Ra, aku juga sayang kamu." Titik-titik air berjatuhan di pipinya.
***