[caption id="attachment_315715" align="alignnone" width="320" caption="public domain"][/caption]
Kalkulator ini bukan sembarang kalkulator. Dia bisa menghitung cepat (quick count). Jika biasanya orang beramai-ramai membutuhkan waktu berhari-hari untuk menghitung manual, kalkulator ini cuma butuh tak lebih dari empat jam untuk bekerja setelah data siap.
Namun ada konsekuensi dari kecanggihannya menghitung cepat, kalkulator ini tidak bisa betul-betul presisi. Hitungannya bisa bergeser (bukan meleset) dari hitungan sebenarnya (real count). Namun, pergeseran tidak akan terlalu banyak. Saya katakan bukan meleset, karena memang si pengguna kalkulator bisa menentukan sendiri batas kesalahan (margin of error) hitungan yang dia mau.
Jika mau error-nya kecil, data (sampel) yang di-input ke dalam kalkulator harus semakin banyak. Kalau data yang diiput semakin kecil, karena alasan cost (waktu, tenaga dan dana) misalnya, Â maka error-nya semakin besar. Untuk mengetahui berapa jumlah minimal sampel setiap populasi data, pengguna tidak perlu bingung. Semua sudah ada rumusnya dalam sistem operasi kalkulator.
Namun, yang perlu digarisbawahi adalah tidak mungkin tidak ada error dalam penghitungan dengan kalkulator ini. Karena sekali lagi, error adalah konsekuensi kecanggihan alat tersebut dalam menghitung cepat. Kalau Anda tidak menginginkan error sama sekali, sebaiknya data secara keseluruhan dihitung secara manual saja. Tapi, Anda butuh berhari-hari untuk melakukan ini dan butuh banyak orang untuk membantu. Belum lagi ada potensi ketelingsut karena human error atau justru sengaja dimanipulasi oleh oknum demi kepentingan tertentu.
Dari yang sudah-sudah, para pengguna kalkulator hitung cepat ini biasanya menetapkan margin of error +/- 1 %. Artinya, jika hasil hitungan cepat di layar kalkulator menunjukkan angka 50 %, maka hasil sebenarnya adalah dalam rentang (50% - 1%) sampai (50% + 1%), yakni  49 %  sampai 51 %.  Dengan error yang semakin kecil, pengguna bisa mendapatkan rentang hitungan sebenarnya yang lebih sempit.
Sampling
Tidak hanya jumlah data sampel yang memengaruhi akurasi hitungan kalkulator ini, tetapi juga teknik/cara pencuplikannya (sampling). Namun, teknik sampling ini dipercayakan sepenuhnya pada pengguna. Dengan kata lain, prosedur sampling ini berada di luar sistem operasi kalkulator, tetapi diatur dalam 'manual book' (baca: panduan teori).
Biasanya, yang paling sering digunakan adalah sampling probabilitas/random, seeperti Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling), Sampel Acak Sistematis (Systematic Random Sampling), Sampel Acak Stratifikasi (Stratified Random Sampling), Sampling Acak Kluster (Cluster Random Sampling) dan Sampling Acak Bertahap (Multistage Random Sampling).
Pada intinya, variasi teknik sampling tersebut digunakan sesuai dengan karakteristik populasi data yang ingin teliti, sehingga dapat meminimalisir kesalahan pencuplikan (sampling error). Teknik sampling yang salah akan membuat hasil hitung cepat jauh berbeda dengan hitungan sebenarnya.
Jika dianalogikan, untuk mengetahui rasa segelas teh, seseorang tidak perlu minum seluruhnya. Karena sudah tahu rasa teh dalam gelas merata (homogen), maka dia bisa cukup mengambil setetes saja secara acak pada bagian mana saja dalam gelas. Beda halnya jika seseorang coba mencicipi es cincau yang terdiri dari sejumah unsur (heterogen), seperti cincau, es dan air. Kalau dia mengambil sampel dengan acak sederhana dan yang terambil hanya cincau saja, bisa jadi dia mengatakan es cincau tersebut pahit, meski sebenarnya rasa keseluruhan adalah manis. Dalam kasus cincau ini, sejumlah unsur dalam es cincau sebaiknya dikelompokkan lebih dulu, untuk kemudian sampel dicuplik secar acak per kelompok (cluster).
Jadi, teknik sampling menjadi faktor penting di luar sistem operasi kalkulator yang harus dilakukan dengan benar oleh pengguna. Selain itu, si pengguna juga harus menghindari non-sampling error, yakni kesalahan di luar pencuplikan. Biasanya non-sampling error ini adalah faktor human error. Misalnya data tinggi badan yang sebenarnya 170 cm, malah ditulis 177 cm oleh pengguna. Kesalahan model begini  tentu tidak bisa diantisipasi oleh sistem operasi kalkulator.
Jika si pengguna sudah mampu dan cakap menggunakan kalkulator tersebut, maka hasil hitung cepat akan sesuai dengan yang diharapkan. Artinya, kalaupun ada error, itu adalah error yang sudah ditentukan, tidak melebihi batas.
Perbedaan hasil
Lepas dari semua itu, pengalaman pengguna dalam mengoperasikan kalkulator merupakan faktor penting. Karena dari situlah mereka akan semakin terlatih dan cakap dalam melakukan hal di luar sistem operasi kalkulator, seperti teknik sampling dan obeservasi data. Jika sudah demikian, para pengguna kalkulator yang sudah terlatih pastilah akan mendapatkan hasil yang sesuai atas apapun data yang mereka hitung.
Lalu bagaimana jika ada sejumlah pengguna kalkulator yang sudah (dikenal) terlatih, mendapatkan hasil hitung cepat yang berbeda sama sekali atas data yang sama?
Jika kasus ini Anda temukan, yang pertama kali Anda harus lakukan adalah bukan mengoprek-oprek sistem operasi kalkulatornya. Sebab, kalkulator ini tidak menggunakan uji statistik yang rumit untuk pengoperasiannya, melainkan cukup dengan 'penjumlahan' (summary). Caranya, jumlah data sampel terpilih tinggal di-input dalam kalkulator. Lalu hasil akhirnya dipresentasekan. Semudah itu.
Oleh karena itu, yang patut disalahkan jika hitungan kalkulator hitung cepat sangat berbeda adalah si penggunanya. Jika si pengguna mengaku terlatih, cek lagi bagaimana dia menjalani semua prosedur yang tertulis dalam 'manual book' kalkulator.
Sistem operasi kalkulator hampir tidak bisa dipersalahkan untuk sebuah perbedaan hasil hitung cepat. Bukannya sistem ini tidak menerima koreksi. Tetapi, sistem operasi kalkulator ini memang sudah ajeg, setelah diuji oleh banyak sekali riset dan proses penghitungan.
Dalam Pilpres 2014 yang baru saja berlalu, sistem operasi dalam kalkulator hitung cepat ini dipertanyakan oleh sebagian publik karena ada dua ‘kelompok’ pengguna yang mendapat hasil sama sekali berbeda atas data yang sama.
Alih-alih mendorong agar dilakukan penyelidikan terhadap pengguna yang culas, mereka malah meragukan sistem operasi kalkulator yang merupakan metodologi ilmiah.
Bahkan, ketika seorang pengguna (peneliti) yang sudah cakap berpendapat lebih percaya pada kalkulator ketimbang hitungan manual KPU, dia juga dipersalahkan. Mereka yang mempermasalahkan itu sepertinya lebih percaya dengan cara berhitung beramai-ramai. Padahal dengan banyaknya orang, potensi human error semakin tinggi. Terlebih, karena ini soal politik sangat mungkin banyak error yang disengaja demi kepentingan tertentu.
Hitungan manual memang harus tetap dilakukan demi mendapatkan hitungan resmi (official count) versi KPU, namun meragukan sistem operasi kalkulator hitung cepat adalah sebuah langkah mundur. Adalah sangat tidak bijak jika gara-gara pengguna yang berbohong, justru sistem kalkulator hitung cepat yang diragukan.
Kalkulator hitung cepat yang awalnya diciptakan sebagai alat kontrol dari penghitungan keroyokan yang rawan disusupi mafia politik, kini justru udipertanyakan balik. Ya begitulah politik, kadang dia bisa membalikkan segalanya, dan terkadang itu sangat menggelitik.
17072014
@Laurenjuntax
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H