Mohon tunggu...
Gitskai
Gitskai Mohon Tunggu... -

suka cerita apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Benang Merah (Tentang Ayi dan Nana - Bagian 3)

10 Desember 2011   18:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:33 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kami berdua kembali hening. Saya berpikir lagi dan kemudian menyadari bahwa saya tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini. Benang merahnya cuma satu. Saya adalah teman kosan Ayi dan Nana. Benang merah yang terlalu tipis. Lain dari itu hanyalah masalah cinta segi entah berapa yang entah kenapa ikut menjejal di kepala saya.

"Na. Kita juga belum tahu benar atau tidak Ayi hamil. Dari tadi kita cuma berasumsi bahwa Ayi hamil. Bagi gw pribadi, kalaupun memang Ayi hamil, ya kita support dia. Cuma sekarang kan anaknya ga ada. Mungkin dia memang sedang ingin menghilang. Buat gw sih ga ada masalah ya. Apalagi setelah tahu masalah ini. Tapi buat lo, gw pahamlah. Terlalu banyak masalah pribadi antara lo dan Ayi. Mending sekarang tidur dulu lah. Besok kita pikirin lagi soal ini."

Saya beranjak membuka pintu, kembali ke kamar.

Nana tidak menanggapi perkataan saya. Dia ikut berdiri. Ketika akan menutup pintu dia berkata pelan.   "Kalau itu anaknya Bimo, gw mungkin akan suruh Ayi makan nanas banyak banyak biar bayinya gugur. Sahabat gw hamil dari pacar gw sendiri. Itu terlalu berat buat gw."

Saya diam. Tidak ingin menanggapi.  Masalah ini terlalu rumit. Saya kembali ke kamar dengan perasaan tidak jelas. Cinta, hasrat seksual, persahabatan, semuanya tiba-tiba terasa begitu rumit. Bagian terburuknya adalah, kerumitan yang ada itu kesemuanya bukanlah masalah saya sama sekali.

Waktu sudah menunjukan pukul tiga dini hari. Saya tidak bisa tidur. Akhirnya saya mnyalakan komputer dan berselancar di situs jejaring sosial. Membunuh waktu. Tiba-tiba seseorang mengirimkan permintaan untuk menjadi teman. Namanya tidak familiar. Permintaan teman ini dilengkapi pesan singat. "Sela, ini Wawan. Semoga lo masih inget gw. Gw butuh ngobrol sama lo. Please, acccept friend request gw."

Saya ingat cerita Nana. Apakah setelah gagal mendekati Nana, Wawan gentian mendekati saya untuk mencari tahu soal Ayi?

Saya tahu lebih baik tidak terlibat masalah pelik ini. Tapi tak bisa dipungkiri, saya penasaran. Sungguh penasaran. Saya kembali berpikir. Saya mulai bisa melihat benamg merah terjalin dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain. Dari orang yang satu ke orang yang lain. Jalinan yang rumit dan semrawut. Saya menyukainya. Baiklah. Saya memilih kotak "Accept".

[bersambung]

*Cerita ini adalah bagian dari serial Jek. Cerita-cerita pendek yang tidak perlu dibaca berurutan tapi saling terkait. Silakan lihat di sini :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun