"Gw ga tahu deh Sela, yang gw tahu gw ciuman aja sama dia tadi."
Jeng jeng jeng jeng. Kejutan ketiga. Nana mencium pacar Ayi. Pecun.
"Buat gw impas sih Sela. Beberapa minggu yang lalu gw ngeliat Ayi pegang-pegangan tangan sama Bimo di warung Babeh. Impas lah. Dia megang tangan cowok gw. Gw ciuman sama cowoknya. Impas kan?”
Kejutan keempat datang. Ayi pegangan tangan dengan pacar Nana. Pecun.
Kini dengan resmi saya berbahagia sekaligus prihatin. Bahagia karena dua orang yang selalu saya kagumi karena kecantikan dan kepintarannya ternyata tidak beres urusan pacar-memacari. Levelnya level murahan. Saya merasa dua tiga kali lebih baik dari mereka berdua.
Tapi di saat yang bersamaan, saya juga prihatin. Tiba-tiba, hal yang benar dan salah menjadi abu-abu sekali. Memegang dan mencium, interaksi antara dua orang manusia, bila dilakukan dengan suka satu sama lain, harusnya baik-baik saja. Kalaupun salah satu adalah pacar orang lain, toh pacaran belum ada ikatan hukumnya. Kalau dipikir-pikir ya bukan masalah juga sih. Entahlah.
Nana menyadari saya bengong cukup lama.
"Sela, lo mikir apaan?"
"Kagetlah. Ini lebih sinetron dari sinetron kali Na."
Kami berdua sama-sama terdiam. Saya terdiam karena tidak tahu harus berbuat apa. Nana terdiam mungkin karena menyadari betapa situasi ini sungguh tidak nyaman.
"Na, Kalau memang benar Ayi hamil, bapaknya siapa? Menurut gw, kalau kita tahu siapa bapaknya, dia musti tahu di mana Ayi. Maksud gw, bagaimanapun juga kan Ayi teman kita, dia hamil begini menurut gw malah btuh dukungan dan support. Kita musti harus cari dia.: