Ada benarnya juga sih kata-kata Bimo tadi. Kadang-kadang setelah bercinta, bisa saja ada sesuatu yang berubah. Tapi Nana ingin berkomunikasi lebih dengan Bimo, Nana ingin mengetahui inci demi inci tubuh Bimo. Nana ingin menyentuh Bimo di tempat-tempat tersembunyi. Tapi mengapa Bimo tidak mau? Orang dengan pikiran seluas dan sebebas Bimo menolak bercinta dengannya dan memilih bisa menikmati malam pertama dengannya? Entah itu munafik, entah itu pengecut, atau entah itu rasa sayang. Nana ingat, dulu dia pernah naksir berat dengan kakak kelasnya, dan di saat itu, ketika ada kesempatan bergandengan tangan, Nana diam saja saking salah tingkahnya. Apa Bimo salah tingkah?
Walau demikian, selain rasa janggal, Nana juga menikmati rasa hangat di situ. Penolakan yang hangat. Keinginan untuk membuat Nana nyaman membuat Nana merasa seperti dijaga sebegitu mulianya. Padahal Bimo tahu, Nana juga bukanlah perawan ting ting, barang bekas. Tapi perasaan yang ditimbulkan dari penolakan itu begitu hangat, Nana merasa naik tingkat dari kain lap pel jadi kain sutera.  Nana belum pernah merasa diperlakukan sehormat ini. Rasa apa ini?
Pukul tiga pagi, Nana diam-diam bangkit, berkemas. Meniggalkan Bimo yang masih terlelap, Nana pulang dengan gamang. Dia jatuh cinta.
[ ]
______________
*Madukara - lebah; kain sutera yang berbenang emas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H