"Kamu lagi hamil?"
"Tahu dari mana?"
"Keras," ia menyentuh dadaku.
Aku menangis lagi. Jek menyalakan rokoknya. Duduk menerawang. Lalu tangannya menyeka air mataku. Tangannya sungguh hangat. Dan perasaan hangat itu menyeruak lagi di dadaku. Aku jatuh tertidur di pelukan Jek.
***
Lima bulan berlalu. Hidupku dimulai dari nol. Aku tinggal bersama Jek. Aku sudah tahu sedikit hukum rimba terminal ini. Mak dan Jek adalah tempat aman untuk berlindung. Jek ditakuti orang-orang terminal. Yang kutahu dari cerita yang kudengar, dia pernah jadi pengamen, kenek dan sopir juga pernah dilakoni. Sedangkan Mak dihormati orang-orang. Mak yang paling tahu sejarah datang perginya orang-orang di terminal ini. Dari semua orang di terminal, Mak paling sayang dengan Jek.Mak bilang, Setelah sekian lama, Jek satu-satunya orang yang bisa membuat kehidupan terminal ini ramai tapi tidak rusuh. Aku kurang mengerti.
Mak masih tidak suka denganku, tapi penyakit gulanya memaksa dia untuk mulai mempercayaiku mengelola dagangannya. Meski tidak suka, Mak mengakui aku telaten dalam berjualan. Toh aku juga tidak minta diupah.
Jek menafkahiku sebenarnya. Dia entah bagaimana selalu punya uang untuk membelikan aku susu. Jek juga memberiku uang tiap bulang. Tidak pernah kupakai. Untuk jaga-jaga. Dan aku sudah punya dua kantong plastik isi pakaian bayi dari Jek. Tapi Jek tidak pernah menyentuhku lagi. Aku sudah bilang kalau mau boleh, dia tertawa saja. Dia hanya menggandeng atau merangkulku di terminal."Biar kamu ga diapa-apain." katanya. Ya aku tahu. Lagipula tangannya hangat. Aku suka.
Pernah suatu malam dia kutanya apakah dia cinta padaku. Aku bilang aku mungkin cinta padanya. Dia tiba-tiba memelukku erat-erat. Jek bilang dia tidak tahu rasanya cinta.
Kemudian baru kutahu dari Mak bahwa dulu Jek sudah punya istri. Waktu hamil tiga bulan istrinya kabur bersama preman kampung sebelah karena tak tahan selalu dipukuli oleh Jek. Tak lama kemudian istrinya kecelakaan dan meninggal. Mak bilang, sejak itu Jek frustasi dan kerjanya gonta ganti pacar. Hampir semua lonte terminal ini sudah pernah tidur dengannya, tapi cuma aku yang diajak tinggal bersama. Aku bilang pada Mak aku bukan lonte. Aku bilang juga Jek tidak pernah main tangan denganku. Mak tertawa sinis.
Sampai tiba-tiba di suatu sore tragedi itu terjadi. Jek berkelahi. Aku hanya melihat dari kejauhan. Baru kali ini aku melihat Jek marah dan memukuli orang sekasar itu. Kata orang Jek memukuli copet. Tapi kata orang yang lain Jek memukuli kepala preman kampung tetangga. Yang kutahu orang yang dipukuli Jek mati. Dan setelah itu Jek menghilang.