Mohon tunggu...
Gitskai
Gitskai Mohon Tunggu... -

suka cerita apa saja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Ayi

13 April 2010   02:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:50 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ke mana?"

"Jalan aja ke situ. BIsa istirahat atau tidur kalau memang ga mau pulang." Ia menunjuk ke suatu arah.

Aku diam. Ada kehangatan yang tidak bisa aku jelaskan menyeruak ke dalam dadaku.  Dan dia bangkit berdiri. Aku juga. Dia berjalan. Aku mengikuti.

"Punya nama?"

"Punya."

"Siapa?"

"Ayi"

Hening lagi. Aku tidak tertarik sama sekali untuk tahu namanya. Dia lalu menggandeng tanganku. Aku diam. Dia merangkul pingganggku. Aku diam.

"Biar mereka ga ganggu kamu," katanya sambil melirik ke sekumpulan pengamen yang kami lewati.

Kami masuk ke gang kecil, kampung belakang terminal. Sepi. Dia mencium pipiku. Aku masih diam. Melihat reaksi dinginku, dia lalu melepaskan rangkulannya.

Dan sampai kami di sebuah kamar kontrakan kecil tanpa halaman. Dia persilakan aku masuk. Kamar bau apek tanpa kamar mandi. Hanya ada tempat tidur dan tumpukan kardus berisi baju bercampur gelas dan piring. "Tidur di sini saja." Dan aku menurut. Aku langsung jatuh tertidur karena lelah juga. Dia sempat merokok sebentar di samping tempat tidur. Samar-samar di antara khayalan dan mimpi aku merasakan tangannya yang hangat memegang keningku, lalu sesaat kemudian ada suara pintu ditutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun