"Ke mana?"
"Jalan aja ke situ. BIsa istirahat atau tidur kalau memang ga mau pulang." Ia menunjuk ke suatu arah.
Aku diam. Ada kehangatan yang tidak bisa aku jelaskan menyeruak ke dalam dadaku. Dan dia bangkit berdiri. Aku juga. Dia berjalan. Aku mengikuti.
"Punya nama?"
"Punya."
"Siapa?"
"Ayi"
Hening lagi. Aku tidak tertarik sama sekali untuk tahu namanya. Dia lalu menggandeng tanganku. Aku diam. Dia merangkul pingganggku. Aku diam.
"Biar mereka ga ganggu kamu," katanya sambil melirik ke sekumpulan pengamen yang kami lewati.
Kami masuk ke gang kecil, kampung belakang terminal. Sepi. Dia mencium pipiku. Aku masih diam. Melihat reaksi dinginku, dia lalu melepaskan rangkulannya.
Dan sampai kami di sebuah kamar kontrakan kecil tanpa halaman. Dia persilakan aku masuk. Kamar bau apek tanpa kamar mandi. Hanya ada tempat tidur dan tumpukan kardus berisi baju bercampur gelas dan piring. "Tidur di sini saja." Dan aku menurut. Aku langsung jatuh tertidur karena lelah juga. Dia sempat merokok sebentar di samping tempat tidur. Samar-samar di antara khayalan dan mimpi aku merasakan tangannya yang hangat memegang keningku, lalu sesaat kemudian ada suara pintu ditutup.