Sebuah kasus penjualan bayi yang melibatkan bidan di Yogyakarta baru-baru ini telah menggemparkan masyarakat dan membuka tabir kelam praktik kejahatan yang tak hanya melibatkan jaringan kriminal, tetapi juga melibatkan profesi yang seharusnya menjadi pelindung nyawa dan kesehatan ibu serta anak.
Bidan berinisial DM (77) dan JE (44) diketahui telah melakukan praktik jual beli 66 bayi sejak tahun 2010. DM merupakan pemilik klinik bersalin, sedangkan JE adalah karyawannya. Mereka menerima bayi dari pasangan di luar nikah dan menjualnya melalui media sosial. Kedua tersangka merupakan residivis yang sebelumnya pernah ditahan selama 10 bulan dalam kasus yang sama.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik kami diketahui dari kegiatan kedua pelaku tersebut telah mendapatkan data sebanyak 66 bayi, terdiri dari bayi laki-laki 28, dan bayi perempuan 36 serta dua bayi tanpa keterangan jenis kelamin," kata Endriadi di Mapolda DIY, Sleman, Kamis (12/12). (Sumber: CNN Indonesia)
Berdasarkan dokumen serah terima di rumah bersalin tersebut diketahui bahwa bayi-bayi itu dijual ke berbagai daerah di Indonesia seperti Papua, NTT, Bali, dan Surabaya.
Mengapa kejahatan ini bisa terjadi?
Â
Salah satu penyebabnya adalah lemahnya pengawasan terhadap profesi dan institusi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya peran pemerintah dalam memastikan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan perdagangan bayi. Meskipun kasus ini melibatkan individu yang memiliki status profesional sebagai bidan, fakta bahwa transaksi bayi ini dapat terjadi di lingkungan yang dianggap aman menunjukkan kelemahan dalam pengawasan dan penegakan hukum. Pemerintah perlu memperkuat sistem pelaporan dan pengawasan terhadap praktik ilegal yang berhubungan dengan kesehatan dan kelahiran.
Selain itu, diperlukan juga peran pemerintah dalam meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya dan konsekuensi dari perdagangan bayi. Mengedukasi masyarakat tentang tanda-tanda kejahatan ini dapat membantu mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Penegakan hukum yang lebih ketat dan transparan terhadap pelaku serta memperbaiki regulasi yang ada harus menjadi prioritas untuk menanggulangi kejahatan ini.
Hari ini, kita harus bertanya kepada diri sendiri: bagaimana kita bisa memastikan bahwa anak-anak yang lahir di negeri ini memiliki hak untuk hidup dengan martabat dan kasih sayang? Jangan biarkan bayi-bayi kita menjadi korban eksploitasi. Tindakan kita hari ini adalah penentu masa depan mereka.
Penjualan bayi adalah noda hitam dalam kemanusiaan kita. Mari bersatu untuk menghapusnya dari lembar sejarah bangsa ini. Sudah saatnya kita bertindak!
Sanksi Pidana Perdagangan Bayi dan Anak
Â
Larangan penjualan bayi atau penjualan anak diatur dalam Pasal 76 F Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan "Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.
Tenaga kesehatan yang terlibat dalam penjualan bayi dapat dikenakan sanksi pidana dan administratif berdasarkan aturan dalam undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
* Â Pasal 57: Menyatakan bahwa tenaga kesehatan wajib mematuhi kode etik dan menjalankan profesinya dengan integritas, serta menjaga keselamatan pasien. Penjualan bayi jelas bertentangan dengan kewajiban ini.
* Â Pasal 58: Menegaskan bahwa tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar profesional dan mengutamakan keselamatan serta kesejahteraan pasien. Keterlibatan dalam perdagangan bayi jelas melanggar ketentuan ini.
Beberapa pasal dalam KUHP juga mengatur tindak pidana yang berkaitan dengan perdagangan orang, termasuk perdagangan bayi.
Penjualan bayi adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan merusak masa depan anak-anak kita. Setiap bayi berhak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, bukan menjadi objek perdagangan. Mari kita bersama-sama menegakkan hukum dan menjaga martabat setiap anak, karena mereka adalah generasi penerus yang layak hidup dengan penuh kasih sayang dan rasa aman.
Kesimpulan
Perdagangan bayi di Indonesia jelas merupakan pelanggaran hukum yang melibatkan beberapa pasal penting dalam undang-undang pidana dan hukum kesehatan. Pelaku yang terlibat dalam perdagangan bayi, termasuk tenaga medis seperti bidan, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai UU yang ada. Dalam menanggulangi kejahatan semacam ini, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, lembaga kesehatan, penegak hukum, dan masyarakat untuk memastikan bahwa bayi-bayi kita dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman, dilindungi, dan penuh kasih sayang. Selain itu, tenaga medis juga dapat dikenakan sanksi profesional sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Tindak pidana perdagangan bayi adalah pelanggaran berat yang tidak hanya merusak hak anak, tetapi juga mencoreng integritas profesi kesehatan yang seharusnya melindungi keselamatan ibu dan bayi.
Referensi :Â
Sari, A. G., Murty, H., & Sulistyo, H. (2021). Tindak Pidana Perdagangan Manusia Ditinjau dari Hukum Nasional dan Hukum Internasional. Transparansi Hukum, 4(1).
Azhari, A. S., Meidiawati, Y., Rahayu, A. H., Prakasa, R. S., Kristiningrum, W., Sushanty, V. R., ... & Pujilestari, I. (2023). Etika Hukum Kesehatan Profesi Kebidanan. CV. Gita Lentera.
bpsdm.kemenkumham.go.id
Indonesia, R. (2017). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Manuscript.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H