Sebagaimana, diketahui sebelumnya bahwa  tahun 2020, Pemerintah Republik Indonesia bersama DPR-RI, Kementerian BUMN, diketahui Bendahara Negara (Kemenkeu-RI), dalam  membentuk Panitia Kerja Jiwasraya (Panja DPR-RI) untuk PT AJS. Dimana, Panja DPR-RI itu, dalam rangka memberikan persetujuan terhadap pelaksanaan program restrukturisasi polis. Dan telah diputuskan pemberian fasilitas pembiayaan modal, yang diambilkan dari Penyertaan Modal Negara (PMN). Untuk tidak diberikan langsung kepada perusahaan asuransi plat merah pada PT AJS, beralasan dari Bendahara Negara Kemenkeu-RI belum ada payung hukum dana bailout untuk sektor industri perasuransian.Â
Alasan politis itulah, Secara tidak langsung tidak memberikan dana bailout PMN, untuk perusahaan asuransi jiwa plat merah (BUMN) pada PT AJS, menjadi terancam punah, yang berpotensi untuk dilikuidasi. Akan tetapi melalui mekanisme penyelesaian opsional yang dipilih opsi bail-in, dan transfer seluruh portofolio pertanggungan asuransi ke asuransi lain, yang diberikan melalui PT BPUI-IFG (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) sebagai penerima dana PMN Â sebesar Rp 20 triliun.
Diketahui sebelumnya, bahwa TIM Percepatan Restrukturisasi PT AJS, atas pernyataannya yang mengklaim sepihak sebagai model dari restrukturisasi polis adalah dengan mekanisme transfer seluruh aset-aset portofolio polis pertanggungan asuransi perusahaan plat merah PT AJS ke perusahaan asuransi IFG Life.Â
Dimana, restrukturisasi itu ada langkah tahapan-tahapannya, pertama terlebih dahulu akan dilakukan verifikasi data nasabah polis PT AJS melalui microsite yang sediakan, SMS blast sosialisasi restrukturisasi polis, kemudian mengirim surat proposal penawaran restrukturisasi polis, menandatangani perjanjian polis baru dalam bentuk SPAJ (Surat Permintaan Asuransi Jiwa), kemudian mengirimkan kembali dokumen beserta kelengkapannya, dan  diakhiri dengan diterbitkannya polis baru (closing polis), dilakukan pada perusahaan asuransi jiwa yang sama. Kemudian, dana polis premi pertamanya akan menggunakan dana nilai tunai polis sebelumnya sebagai setoran premi awal, dari Nilai Tunai polis yang terbentuk, untuk selanjutnya menjadi penutupan polis baru (closing polis). Tindakan tersebut, yang diklaim sepihak oleh TIM Percepatan Restrukturisasi adalah merupakan hasil dari restrukturisasi polis. Selanjutnya, telah dianggap menyetujui rangkaian dari proposal restrukturisasi polis, kemudian hasilnya restru, akan diboyong ke perusahaan asuransi lain yang sudah ditunjuk oleh Direktur Utama PT AJS.
Dalam Rapat kerja  komisi VI DPR-RI, merasa ada yang janggal, ketika dalam raker tersebut dengan Kementerian BUMN. Dimana, tidak dihadiri oleh Menteri BUMN Erick Thohir, hanya diwakilkan oleh Wamen II, yang dilaksanakan pada 12 April 2023 di Gedung Nusantara DPR-RI Senayan. Bahwa ada permintaan penambahan PMN  baru untuk asuransi IFG Life, yang secara keseluruhan di butuhkan dana sebesar Rp 8,01 triliun. Tujuan penambahan PMN itu, akan digunakan untuk menyelesaikan migrasi polis-polis milik PT AJS, yang belum berhasil untuk dilakukan restrukturisasi polis dan mengamankan beban limpahan liabilitasnya. Hal ini dimaksudkan, agar kondisi keuangan asuransi IFG Life dapat lebih sehat, juga memenuhi persyaratan kesehatan keuangan sebagai perusahaan asuransi jiwa, minimal memenuhi tingkat RBC sebesar 120% yang disyaratkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Komisi VI DPR-RI, untuk kali ini sepertinya tidak main-main dalam mengawal dana penambahan PMN untuk tujuan tertentu. Dimana dana PMN Sebelumnya sebesar Rp 20 triliun, yang bertujuan untuk mengembalikan tingkat kepercayaan berasuransi, belum jelas realisasinya seperti apa ? tujuannya untuk menyelesaikan pembayaran kewajiban utang klaim asuransi Negara kepada seluruh Pemegang Polis PT AJS dan memperkuat struktur permodalannya. Realisasi PMN Itu saja belum ada detail laporannya, kini sudah minta penambahan dana PMN lagi, maka harus ada pendalaman lebih lanjut terhadap permintaan penambahan PMN.
Pemerintah Republik Indonesia sebagai PSP dari PT AJS, sudah hadir memberikan tanggungjawabnya memberikan dukungan permodalan dalam bentuk PMN. Meski dana PMN itu, tidak langsung diberikan kepada perusahaan asuransi plat merah PT AJS. Dan besaran PMN Rp 20 triliun itu, tidak cukup menyelesaikan permasalah yang ada, namun bila dilihat dari kerugian yang ada hanya sebesar Rp 16,8 triliun diberikan PMN sebesar Rp 20 triliun, seharusnya digunakan sudah lebih dari cukup untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Belum lagi memperhitungkan terhadap sitaan aset-aset para terdakwa yang nilainya fantasis melebihi perhitungan kerugian Negara sebesar Rp 18,1 triliun. Artinya jika seperti itu, dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI, Negara sudah untung sebesar Rp 2 triliun.Â
Ditengarai sebelumnya, bahwa sempat diisukan Negara sedang mengalami gagal bayar polis atau delay-payment (default) melalui PT AJS, terhadap kewajiban Utang klaim asuransinya sebesar Rp 802 miliar pada Oktober 2018 silam. Pengumuman gagal bayar polis itu, yang dilakukan oleh Direktur Utama PT AJS berinisial HTS.
Dimana, HTS inilah yang mengumumkan gagal bayar polis secara resmi diruang publik pada saluran polis bancassurance. Pengumuman gagal bayar polis itu, yang diketahui tanpa didukung dengan data-data yang valid dari perusahaan asuransi jiwa plat merah (BUMN). Sehingga menimbulkan dampak buruk, terjadi sistemik kepercayaan berasuransi dimasyarakat, hingga terjadi RUS penarikan dana polis secara besar-besaran yang terjadi di seluruh Indonesia.
Pengumuman Gagal bayar polis / atau, delay-payment oleh Direksi PT AJS itu, telah membuat kegaduhan pada seluruh industri sektor jasa keuangan non-bank khususnya perasuransian. Pada saat itu, wajah industri perasuransian, bisa dikatakan telah tercoreng hilang kepercayaan berasuransi. Hal ini, yang mengancam reputasi BUMN khususnya pada PT AJS, secara tidak langsung menurunkan tingkat kepercayaan publik kepada Pemerintah Republik Indonesia dan menimbulkan dampak sistemik terhadap perekonomian Nasional (distrust publik). Seiring isue berkembang akan diwacanakan likuidiasi oleh Direksi PT AJS, pada akhir-akhir ini dengan mengembalikan ijin-lisensi perasuransian kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penyertaan Modal Negara (PMN) tersebut, diketahui sebagai bagian dari keputusan Pemerintah bersama-sama dengan DPR-RI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk menyelesaikan sejumlah persoalan sektor jasa keuangan non-bank yang sedang menghadapi masalah seret likuiditas keuangannya. Keputusan Pemerintah Republik Indonesia yang mengambil opsi penyelesaian melalui skenario bail-in, transfer aset portofolio pertanggungan polis asuransi milik Pemegang Polis  PT AJS, sebagai konsumen asuransi yang pada akhirnya, akan diboyong kepada perusahaan asuransi lain, masih menimbulkan kejanggalan. Katanya, demi penyehatan keuangan perusahaan asuransi plat merah PT AJS dan penyelamatan polis bagi Nasabahnya. Pada kenyataannya, semua itu tidak direalisasikan dengan baik, justru yang terjadi sebaliknya mengancam kelangsungan perusahaan asuransi plat merah PT AJS dan mengurangi, memotong, menghilangkan manfaat dan uang polis Nasabah PT AJS, sebesar 40 persen yang mengatasnamakan sebagai bentuk dari pada program restrukturisasi polis.
Program restrukturisasi polis yang menyasar terhadap seluruh pemegang polis, atas Restrukturisasi Liabilitas terhadap utang perusahaan asuransi plat merah yang terbalik dalam implementasinya. Sehingga merugikan kepentingan Pemegang Polis sebagai konsumen asuransi PT AJS sebesar Rp 23,8 triliun, dan sekaligus mengubur secara hidup-hidup  PT AJS sebagai perusahaan "Legenda Asuransi."