Berkaca dari tidak ada itikad baik dan buruknya moralitas pejabat Negara sebagai Direksi BUMN, Mentri Negara dalam memberikan pelayanan kepada publik khususnya kepada konsumen polis. PMN sebesar Rp 20 triliun sudah digelontorkan oleh Pemerintah-nya, masih saja berkilah lain, dan terbengkalai pembayaran tuntutan klaim asuransi itu, telah menunggu sangat lama para nasabah polis, hampir lebih dari 5 tahun tidak kunjung dibayarkan haknya.
Bagi mereka yang sudah menolak proposal restrukturisasi polis dan memenangkan gugatan hukum dipengadilan dengan putusan inkrah, seharusnya menjadi perhatian serius Pemerintah Republik Indonesia. Pasti ada masalah dari sisi implementasi restrukturisasinya dilapangan. Dan, bagi nasabah polis yang tetap tinggal di perusahaan asuransi jiwa milik Negara, seharusnya juga mendapatkan apresiasi dari Pemerintah Republik Indonesia, karena masih mempercayakan uangnya untuk tetap dikelola oleh Negara, melalui perusahaan asuransi BUMN. Setidaknya bagi yang tetap tinggal "Rumah Hantu Jiwasraya" harusnya dapat diprioritaskan pembayaran hak-haknya oleh Pemerintah Republik Indonesia. Untuk dipenuhi tuntutan hak asasinya, perlindungan hak hukumnya, seharusnya mendapatkan tempatnya oleh Negara. Disamping itu juga, seharusnya Pemerintah Republik Indonesia itu mengedepankan transparansi, akuntabilitas dalam mengurusi penyelesaian asuransi BUMN. Demi terwujudnya kesejahteraan dan memenuhi rasa keadilan bagi kepentingan hajat hidup orang banyak yang juga sebagai rakyat dan nasabah polis asuransi jiwa BUMN.
Direksi Asuransi BUMN Melakukan Fraud Restrukturisasi Polis Nasabah ?
Pemerintah Republik Indonesia, telah kecolongan atas keputusan yang diambil oleh para Direksi BUMN. Dimana tidak bisa menjalankan tupoksi sebagai Direksi yang berlabel perusahaan plat merah tersebut, dengan segala kewenangan dan tanggung jawabnya kepada entitas bisnis Negara. Pada akhirnya, Mentri Negara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Direksi BUMN telah mengambil kebijakan yang tidak sejalan dengan arahan dari Bapak Presiden Joko Widodo sebagai kepala Pemerintahan di Republik Indonesia. Harus diakui bahwa, dalam proposal Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP), dengan implementasi dari program restrukturisasi polis tidak dijalankan dengan rasa tanggung jawab, kejujuran, dan keterbukaan kepada publik atas pelaksanaan dari program restrukturisasinya.
Dimana, pelaksanaan RPKP dan Restrukturisasi Polis itu justru terjadi Kecurangan yang sangat terstruktur sistematis dan masif (Fraud Restrukturisasi Polis), yang belum diketahui secara luas oleh publik, pada  khususnya kepala Negara sebagai pemimpin tertinggi di Pemerintahan Republik Indonesia.
Dana PMN Rp 20 Triliun Tidak Mencapai Tujuan, Sama Saja Seperti Sedang Menggarami Air Laut  Pada Sektor Non-Asuransi ?
Salah satu yang dapat dilihat, pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada perusahaan yang jelas-jelas tidak memiliki histori prospek bisnis asuransi jiwa. Perusahaan yang bermasalah dengan keuangan dimasa lalunya. Banyak catatan hitam, atas buruknya Pengelolaan Dana Pembiayaan berdasarkan temuannya oleh BPK-RI, yang memberikan catatan tersebut. Dari mulai, soal skandal korupsi dilevel top Manajemen, pemberian fasilitas pembiayaan yang menyimpang dari aturan, yang merugikan keuangan Negara. Dan diketahui perusahaan itu, sudah tidak menjalankan operasional bisnisnya, justu diberikan suntikan bailout dana PMN. Apa dasar kajiannya itu, oleh Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan RI ? Publik pasti bertanya soal itu.
Baillout dana Negara dalam bentuk Pemberian PMN sebesar Rp 20 triliun harus dapat dipertanggungjawabkan penggunanya, mengingat dana itu milik rakyat yang dipakai untuk menggarami perusahaan non-asuransi. Alih-alih untuk menyelamatkan "Legenda Asuransi" dengan menyelesaikan pembayaran klaim asuransi jiwa milik Negara, justru arah tujuannya tidak jelas dan sasaran pencapaiannya tidak tercapai, pada kepuasan pelanggan sebagai konsumen polis asuransi.
Para petinggi Kementerian BUMN, Petinggi OJK, dan Petinggi Kementerian Keuangan RI, seolah mau cuci tangan terhadap kewajiban Hutang klaim asuransi milik Negara. Secara tidak langsung 3 (tiga) lembaga tinggi Negara itu, mengetahui rencana aksi terselubung itu, atas agenda dibalik proposal Restrukturisasi Polis dengan Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) yang sebelumnya telah diusulkan oleh Direksi asuransi BUMN.
Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai wakil dari Pemerintah RI, seolah-olah telah bekerja dengan keahlian dan profesionalnya, sebagai regulator yang mengawasi seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP), katanya sebagian telah dijalankan dengan baik.
Berdasarkan presse relasse resmi OJK, yang juga bagian dari TIM Kementerian Keuangan RI, seolah semua yang terjadi di sektor jasa keuangan non-bank perusahaan asuransi jiwa dalam kondisi sesuai target dan ekspetasinya. Padahal secara realisasinya, proposal RPK dengan Implementasi restrukturisasi polis, telah menciderai rasa keadilan perasuransian sektor jasa keuangan non-bank, dan menyimpang dari ketentuannya. Dimana, telah menabrak sejumlah aturan Undang-Undang, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK). Red.fnkjgroup (09/04/'23).
Penulis adalah Praktisi Asuransi & Anggota KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi) |Email: latinse3@gmail.com