Padahal secara regulasi, telah diatur secara khusus aturan rekrutmen pejabat Negara setingkat Jajaran Direksi BUMN. Pada sektor jasa keuangan non-bank khususnya pada asuransi yang diatur tersendiri dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, Bab IV Direski Pasal 6 ayat (4), berbunyi: "Seluruh anggota Direksi Perusahaan Perasuransian harus memiliki pengetahuan sesuai dengan bidang usaha perusahaan yang relevan dengan jabatannya"
Direksi asuransi BUMN, telah mengabaikan prinsip GCG (Good Corporate Governance) diperusahaan perasuransian milik Negara, yang memiliki aset portofolio bisnis  terbesar beraset triliunan dan jutaan nasabah polisnya. Alih-alih melakukan Spin-off untuk merestrukturisasi perusahaan dengan Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP). Justru para Direksi, telah melakukan kecurangan-kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam mengoperasionalkan perusahaan milik Negara. Dengan mengorbankan reputasi bisnis asuransi jiwa itu, yang membawa perusahaan semakin menuju pada sebuah kehancuran.
Untuk menutupi kinerja bobroknya dari kegagalan Direksi asuransi BUMN, kini sedang menargetkan untuk mengembalikan ijin prinsip-lisensi asuransi PT Asuransi Jiwasraya (PERSERO) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang direncanakan pada akhir April 2023. Hal ini, Secara tidak langsung, ada skenario target mengubur secara hidup-hidup perusahaan asuransi jiwa tertua milik Negara yang menjadi "Legenda Asuransinya Bangsa Indonesia". Dengan cara-cara tidak profesional melakukan kecurangan, menyebarkan berita bohong diruang publik, program restrukturisasi yang tipu-tipu, pemborosan uang Negara, menzholimi nasabah polis, Pegawai, mitra kerja perusahaan, dan mantan pegawai Pensiunannya.
Pada awalnya, memiliki polis asuransi jiwa itu, sangat menjanjikan manfaat pasti dengan uang pertanggungan, manfaat klaim meninggal dunia, manfaat klaim habis kontrak polis, manfaat pembayaran anuitas pensiun bulanan, manfaat dana tahapan belajar pendidikan  bagi anak-anak, dan ada tambahan modal dihari tuanya. Dengan memiliki polis asuransi, berarti ada tujuan perencanaan keuangan, kepastian mendapatkan dari manfaat polis dan memberikan ketenangan pada saat memasuki usia yang tidak produktif. Karena menitipkan uangnya pada perusahaan asuransi jiwa milik Negara, pasti akan dijamin sepenuhnya oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) yang 100% milik Negara, bila terjadi sesuatu yang diluar prediksinya. Pastinya Pemerintah Republik Indonesia, akan bertanggungjawab secara penuh keuangan dan permodalannya.
Tetapi itu dulu, berbeda dengan akhir-akhir ini yang dikejutkan dengan bermunculan sebuah ketidak profesional para pengelola perusahaan asuransi jiwa atau Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), yang masih bergantung pada siapa Direksinya, dan bergantung pada siapa Mentri Negara yang memimpinnya. Bukan pada sistem yang mengatur dalam mengelola seluruh portofolio pertanggungan asuransi jiwa milik Negara.
Bentuk ketidak profesionalnya para Direksi asuransi BUMN, mulai dipertontonkan diruang publik dengan segudang akrobatiknya. Melakukan pemindahan seluruh portofolio pertanggungan asuransi milik Negara, dipindahkan kepada perusahaan asuransi lain. Perusahaan asuransi jiwa yang baru dibentuk itu, tentu tidak memiliki rekam jejak pengalaman dalam mengelola dana investasi asuransi. Dimana, usianya masih seumur jagung dari anak usahanya PT Badan Pembina Usaha Indonesia (BPUI).
Hal ini, menjadi janggal karena perusahaan asuransi baru itu  yang disebut PT Asuransi Jiwa IFG Life sejak awal tidak memiliki portofolio pertanggungan asuransi bawaannya. Dimana, seharusnya yang melandasi berdirinya sebuah perusahaan asuransi jiwa. Bisa dikatakan perusahaan asuransi jiwa yang baru itu tidak memiliki nasabah polis. perusahaan asuransi jiwa, yang merupakan pecahan cangkang dari anak usaha perusahaan pembiayaan sektor UMKM pada PT. BPUI ( Badan Pembina Usaha Indonesia) yang lahir diawal pandemi Covid-19.
Badai Resesi Keuangan Dunia, Menghantam Perusahaan Besar Tumbang, Dan Menipa salah Satunya "Jiwasraya" Meski Berjalan Tanpa Akses Permodalan Negara !!
Sebelum memasuki tahun 2018, atau kondisi perusahaan asuransi jiwa secara nasional dibawah tahun 2018 mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Meskipun juga menghadapi tekanan keuangan yang sangat keras (seret likuiditas), akibat siklus 10 tahunan guncangan krisis ekonomi dunia yang juga melanda Indonesia.
Hal ini, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1998 yang menimpa Indonesia, mengalami krisis moneter yang membuat sejumlah perusahaan-perusahaan besar mengalami tumbang, guling tikar, terjadi PHK masal dimana-mana tak terhindarkan lagi dan mengalami sebuah kebangkrutan. Akan tetapi, semua itu dapat dilalui dengan baik, sejumlah perusahaan asuransi jiwa masih bisa bertahan dan tetap mampu mengelola aset portofolio asuransi. Dengan tetap komitmen pada perjanjian polis untuk membayarkan kewajiban klaim asuransi kepada nasabah polis atau pemegang polis. Demi menjaga, sebuah reputasi perusahaan asuransi jiwa agar tetap baik dimasyarakat, meskipun harus berdarah-darah membayarkan kewajiban klaim asuransinya kepada Nasabah Polis, dengan Kruss mata uang dollar yang sedang berada dipuncak ketinggiannya pada saat itu.
Pengumuman Gagal Bayar Polis Di Ruang Publik, Memantik Rusaknya Kepercayaan Berasuransi Secara Sistematis (Distrust) ?
Hancurnya sektor jasa keuangan non-bank, khususnya pada industri perasuransian Nasional, diawali adanya pengumuman gagal bayar polis diruang publik pada perusahaan asuransi jiwa milik Negara, oleh Direksinya. Belum diketahui, motivasi Pejabat Negara Direksi BUMN itu, dalam merusak reputasi bisnis asuransi BUMN diruang publik. Kerusakan kepercayaan berasuransi yang ditimbulkan oleh tindakan yang mencerminkan buruknya moralitas dan Ahlak pejabat Negara tersebut yang mendapatkan mandat dari Kementerian BUMN, sebagai seorang CEO perusahaan asuransi jiwa tertua milik Negara, seharusnya mampu bisa menjaga reputasi BUMN.