Mohon tunggu...
Latin SE
Latin SE Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobby Menulis, Mendengarkan musik, Jogging, pekerja keras, Loyalitas, jujur, Amanah, Murah Senyum

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Tumbal! "Prank" Restrukturisasi Polis BUMN

27 Maret 2023   16:05 Diperbarui: 27 Maret 2023   16:21 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Latin, SE

"Program Restrukturisasi Polis Dijadikan Kedok, Untuk Menjalankan Pemasaran Praktek Churning dan Twissting Polis, Sekaligus Sebagai Pintu Masuk Untuk Menjual Seluruh Aset Protofolio Polis Juga Memindahkan Seluruh Aset-Aset Negara Kepada Perusahaan Asuransi Lain"

Jakarta, Tujuan Restrukturisasi Polis telah keluar dari kaidahnya, dengan mengambil keuntungan sebesar 40 persen atau setara dengan Rp 23,8 triliun dan menutup usaha "Legenda Asuransi."

Pada umunya tujuan dari restrukturisasi polis itu adalah untuk menjaga keberlangsungan polis, kelangsungan manfaat polis, dan untuk terpenuhinya janji manfaat masa depan (Kontrak Polis). Disamping, itu juga untuk menghindari pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh para pihak, status polis
menjadi tidak aktif ditengah jalan, menghindari cidera janji dalam kontrak polis yang berlangsung. Dan untuk menyelamatkan kepentingan perusahaan asuransi sebagai pengelola aset portofolio polis, yang juga menanggung beban resikonya.

Apa Pengertian Restrukturisasi Secara Umumnya ?

Restrukturisasi menurut kamus besar bahasa Indonesia (KKB) adalah "Restrukturisasi" artinya penataan kembali supaya struktur atau tatanannya baik.

Sejak tahun 1998 s.d 2020, belum ada satupun referensi restrukturisasi polis pada perusahaan asuransi jiwa. Dimana, implementasi program restrukturisasi polis itu harus dikoreksi kembali implementasinya, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang merugikan kepentingan Pemegang Polis, dan juga kepentingan perusahaan asuransi jiwa serta menghindari bentuk pengkianatan dalam realisasinya dilapangan.

Untuk itu pengawasan dan control dari regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya fraud Restrukturisasi Polis. Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai regulator yang menjalankan tugas fungsi pengawasannya, belum memberikan pedoman teknis, terkait adanya restrukturisasi polis asuransi pada perusahaan asuransi jiwa tertua milik Negara. Dalam hal ini, restrukturisasi yang menyasar kepada para konsumen polis asuransi disektor industri jasa keuangan non-bank khususnya pada perusahaan asuransi jiwa.

Praktek "Prank Restrukturisasi" seharusnya tidak terjadi, jika pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bisa mengemban tugasnya dengan prinsip kejujuran, keterbukaan informasi publik, amanah dan mampu menjalankan fungsi-fungsi pengawasannya dengan baik. Seharusnya, fungsi pengawasan OJK dapat berfungsi dengan baik dalam menjalankan amanat dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mandat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan (RUU-P2SK).

Meskipun begitu pelaku industri asuransi yang juga perusahaan asuransi jiwa, seharusnya dapat menjalankan praktek yang benar, diharapkan tidak merugikan kepentingan Pemegang Polis sebagai konsumen polis dan tetap menjaga reputasi perusahaan, juga melestarikan keberadaannya perusahaan dari "Legenda Asuransi Milik Negara." 

Maka penulis menyebutkan bahwa praktek tersebut bukanlah praktek dari "Restrukturisasi Polis Asuransi," melainkan ada upaya pemutarbalikan fakta, yang menyimpang dari kaidah-kidah prisipnya, karena telah merugikan bagi kepentingan para pihak yang terikat dengan perjanjian hukum (Kontrak Polis Asuransi). Hal ini, bisa dinamakan praktek yang tidak benar memutar balikan fakta yang terjadi, maka bisa dikatakan itu sebagai bentuk lain dari program restrukturisasi maka disebut sebagai bagian dari "Distorsi Restrukturisasi Polis Asuransi," karena tidak dijalankan dengan benar sesuai agenda dan tujuannyatersebut.

Apa itu Distorsi Restrukturisasi Polis Asuransi ?

Dok.Pri Penulis 
Dok.Pri Penulis 
Distorsi Restrukturisasi Polis Asuransi adalah pemutarbalikan fakta yang membuat suatu kondisi dimana penyelesaian klaim asuransi tidak se'efisien secara ekonomi, sehingga menjadi tidak produktif dapat mengganggu roda perputaran ekonomi kerakyatan, yang berdampak buruk bagi perusahaan asuransi, pemegang polis, Pegawai, mitra kerja perusahaan dalam memaksimalkan kesejahteraan, dan dalam melayani kepentingan nasabah polis secara tingkatan sosial tidak mencapaipada kepuasan pelanggan.

Dokumen asli proposal rencana penyehatan keuangan perusahaan disebut RPKP, dipertanyakan kebenarannya, karena sampai hari ini masih disembunyikan dari kepentingan publik. RPKP itu dinilai janggal, yang telah mendapatkan pernyataan tidak keberatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hal ini, diperlukan koreksi  dan evaluasi secara menyeluruh oleh publik dan Pemerintah selaku pemilik perusahaan asuransi itu. Untuk menguji sejauh mana transparansi BUMN, dan sekaligus mengetahui kebenarannya dalam memastikan kembali, dari pada tujuan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK). Dimana, implementasinya itu, tidak ada kesesuaian antara tujuan RPK dengan realisasinya yang bertolak belakang dengan tujuannya.

Secara umum tujuan Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan atau RPKP adalah agar kondisi keuangan perusahaan menjadi lebih baik, lebih jelas arah kebijakan dari Pemerintah dalam menyehatkan keuangan perusahaan asuransi BUMN.

 Dimana, untuk memenuhi kewajiban jangka panjang, dan persyaratan tingkat kesehatan keuangan, yang dipersyaratkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi itu, harus memenuhi standar kesehatan Risk Based Capital (RBC) minimal terpenuhi sebesar 120%. Disamping itu juga, untuk mengembalikan kepercayaan berasuransi dimasyarakat yang sudah terlanjur rusak dan memperkuat struktur permodalannya. Guna memenuhi kewajiban asuransi BUMN dalam jangka panjang terhadap seluruh Pemegang Polis yang juga sebagai konsumen polis.

Program restrukturisasi polis asuransi, seharusnya bisa dijalankan dengan secara amanah, jujur, dan memenuhi aturan yang benar sesuai dengan Undang-Undang dibidang Perasuransian. Tentunya lebih  mengedepankan pada perlindungan konsumen polis dan kepentingan perusahaan asuransi sebagai pengelola aset potofolio asuransi. Sehingga tetap memberikan jaminan polis, menjaga keberlanjutan polis, dari tujuan awal pembelian polis bagi Nasabahnya. Tentu, menjaga amanah itu dengan mempertahankan manfaat polis yang ada didalam kontrak polis yang diperjanjikan.

Perusahaan asuransi sebagai penanggung, seharusnya mampu memelihara dengan baik sampai waktu habis kontrak polis asuransinya para Nasabah. Hal ini, diperlukan untuk memberikan jaminan rasa aman pada pemilik polis, jaminan kepastian keberlanjutan polis, dan menepati janji manfaat polis masa depan yang dijanjikannya.

Begitupun, dalam penyelesaian pembayaran uang klaim asuransi, perusahaan asuransi dilarang menahan, mempersulit proses pencairan klaim asuransi yang terlalu lama, dan apa lagi menolak pembayaran klaim dengan alasan yang tidak memiliki dasar. Penundaan penyelesaian pembayaran klaim asuransi, hendaknya tidak berlarut-larut tanpa ada kepastian, disegerakan dan harus ada kejelasan status klaim asuransinya seperti apa, menahan klaim asuransi terlalu lama menyebabkan kerugian terhadap nasabah polis.

Untuk Penyelesaian pembayaran klaim asuransi, seharusnya tidak melebihi batas waktu penyelesaian yang ada dari kesepakatan yang telah disepakatinya maksimal 30 hari. Dimana, ini telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.69/POJK.05/2016, Pasal 40.

Disamping itu juga, Perusahaan asuransi sebagai penanggung hendaknya tidak memberlakukan adanya biaya-biaya besar seperti haircut polis atau potongan polis dan atau pengurangan terhadap liabilitas perusahaan asuransi yang sudah menjadi kewajiban hutangnya. Hal itu, dikarenakan, tidak memiliki dasar pijakan hukum untuk melakukan pengurangan hak Nasabah polis yang tidak wajar dan melakukan pemotongan terhadap utang perusahaan asuransi yang sudah menjadi kewajibannya perusahaan asuransi.

Penyelesaian pembayaran klaim asuransi, sebaiknya disegerakan dibayarkan secara sekaligus atau (lumpsum) dan tanpa mengenakan biaya administrasi yang memberatkan bagi nasabah polis. Di bayarkan sesuai dengan hak manfaat polis yang diperjanjikan sesuai besaran haknya yang dimiliki masing-masing nasabah yang tercantum didalam dokumen polis asuransinya.

Disamping itu, perusahaan asuransi tidak dibenarkan memberlakukan penyelesaian pembayaran klaim polis asuransi kepada nasabahnya secara cicilan panjang atau angsuran yang mengurangi nilai uang polisnya. Karena, dikawatirkan akan berpotensi tidak terpenuhi kewajiban dalam batas waktu yang lama dan panjang. Siapa yang akan menjamin keberlanjutan itu, jika dikemudian hari, perusahaan asuransi itu ternyata mengalami masalah finansial dan mengalami tekanan likuiditasnya.

Terlebih, penyelesaian kewajiban perusahaan asuransi itu, dalam pembayaran utang klaim asuransi yang dilakukan pengalihan tanggungjawabnya kepada perusahaan asuransi lain, yang sudah menjadi tanggungjawab perusahaan penerima aset portofolio pertanggungan polis akan menjadi beban baru jangka panjang. Sangat berbahaya, bila  tidak memiliki hubungan hukum perjanjian dengan Pemegang Polis.

Oleh karenanya, tidak dianjurkan bagi pemegang polis asuransi untuk mengenyampingkan perjanjian kontrak polis asuransinya, bila tidak memiliki hubungan hukum dengan perusahaan asuransi yang menjalankan pembayaran cicilan klaim asuransinya.

Berdasarkan proposal rencana penyehatan keuangan perusahaan (RPKP), yang diimplementasikan melalui program restrukturisasi polis. Dimana, yang diajukan oleh Direksi asuransi BUMN yang juga sebagai Ketua TIM Percepatan Restrukturisasi. Bahwa Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP), itu tidak dijalankan sesuai dengan aturan tujuannya, begitu juga implementasi program restrukturisasi polis juga tidak dijalankan sebagai mana seharusnya. 

Program itu tidak lebih hanyalah sebuah penipuan yang berkedok restrukturisasi, atau lelucon saja "Prank Restrukturisasi Polis" yang menyesatkan dan merugikan kepentingan seluruh pemegang polis asuransinya. Dan juga merugikan kepentingan Negara sebagai pemilik perusahaan asuransi jiwa (BUMN).

Secara ideal, model restrukturisasi polis asuransi itu seharusnya tidak merugikan bagi para pihak yang mengikatkan perjanjian (kontrak polis), baik itu kepentingan perusahaan asuransi sebagai pengelola portofolio aset asuransi dan kepentingan pemegang polis yang juga sebagai konsumen.

Akan lebih baik, jika para  Direksi asuransi BUMN, dan juga Ketua TIM Percepatan Restrukturisasi Polis, bisa menjalankan prinsip tata kelola dengan benar Good Corporate Governance (GCG), jangan hanya bisa bicara teorinya saja, tanpa merealisasikan. Dimana, yang harus dijalankan dengan mengedepankan prinsip tata kelola sesuai aturan, bukan terlalu over kreatif sehingga keluar dari aturan. Seharusnya, para Direksi BUMN, mampu menjaga akuntabilitas, transparansi, kejujuran  yang tidak merugikan kepentingan pemegang polis dan kepentingan perusahaan asuransi sebagai pengelola portofolio aset asuransi, yang dananya bersumber dari rakyat.

Perjanjian Polis asuransi adalah suatu perjanjian kontrak hukum yang harus dihormati bagi para pihak, yang telah mengikatkan diri terhadap suatu perjanjian tersebut. Dimana, perjanjian itu dibuat dalam bentuk klausa baku yang isinya telah disepakati sebelumnya, dan telah mengikat kepada para pihak atas objek pertanggungan dari manfaat yang dijanjikan, dimuat dalam dokumen polis asuransi.

Sebagaimana diketahui, bahwa dokumen polis asuransi itu, dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal (1) mengatur tentang perjanjian dua pihak, mengikat dan tidak bisa dibatalkan secara sepihak, harus ada itikad baik dari masing-masing pihak yang melakukan perjanjian itu. Hal ini, karena sudah menjadi aturan Undang-undang bagi para pihak, maka tidak dapat dibatalkan secara sepihak yang mengikatkan dirinya, dimana diatur dalam KUHP Perdata Pasal 1266 dan 1338.

Seharusnya para Direksi asuransi BUMN, mampu menghormati perjanjian polis dan menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkcraht). Dimana, putusan pengadilan itu yang telah dimenangkan oleh Nasabah Polis dalam perkara cidera janji (Wanprestasi). Dan penyelesaian itu tidak melebihi batas ketentuan aturan maksimal 30 hari kalender dari putusan pengadilan. Red.fnkjgroup-(27/03/23).

Penulis adalah Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)| Email: latinse3@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun