Terlebih, penyelesaian kewajiban perusahaan asuransi itu, dalam pembayaran utang klaim asuransi yang dilakukan pengalihan tanggungjawabnya kepada perusahaan asuransi lain, yang sudah menjadi tanggungjawab perusahaan penerima aset portofolio pertanggungan polis akan menjadi beban baru jangka panjang. Sangat berbahaya, bila  tidak memiliki hubungan hukum perjanjian dengan Pemegang Polis.
Oleh karenanya, tidak dianjurkan bagi pemegang polis asuransi untuk mengenyampingkan perjanjian kontrak polis asuransinya, bila tidak memiliki hubungan hukum dengan perusahaan asuransi yang menjalankan pembayaran cicilan klaim asuransinya.
Berdasarkan proposal rencana penyehatan keuangan perusahaan (RPKP), yang diimplementasikan melalui program restrukturisasi polis. Dimana, yang diajukan oleh Direksi asuransi BUMN yang juga sebagai Ketua TIM Percepatan Restrukturisasi. Bahwa Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP), itu tidak dijalankan sesuai dengan aturan tujuannya, begitu juga implementasi program restrukturisasi polis juga tidak dijalankan sebagai mana seharusnya.Â
Program itu tidak lebih hanyalah sebuah penipuan yang berkedok restrukturisasi, atau lelucon saja "Prank Restrukturisasi Polis" yang menyesatkan dan merugikan kepentingan seluruh pemegang polis asuransinya. Dan juga merugikan kepentingan Negara sebagai pemilik perusahaan asuransi jiwa (BUMN).
Secara ideal, model restrukturisasi polis asuransi itu seharusnya tidak merugikan bagi para pihak yang mengikatkan perjanjian (kontrak polis), baik itu kepentingan perusahaan asuransi sebagai pengelola portofolio aset asuransi dan kepentingan pemegang polis yang juga sebagai konsumen.
Akan lebih baik, jika para  Direksi asuransi BUMN, dan juga Ketua TIM Percepatan Restrukturisasi Polis, bisa menjalankan prinsip tata kelola dengan benar Good Corporate Governance (GCG), jangan hanya bisa bicara teorinya saja, tanpa merealisasikan. Dimana, yang harus dijalankan dengan mengedepankan prinsip tata kelola sesuai aturan, bukan terlalu over kreatif sehingga keluar dari aturan. Seharusnya, para Direksi BUMN, mampu menjaga akuntabilitas, transparansi, kejujuran  yang tidak merugikan kepentingan pemegang polis dan kepentingan perusahaan asuransi sebagai pengelola portofolio aset asuransi, yang dananya bersumber dari rakyat.
Perjanjian Polis asuransi adalah suatu perjanjian kontrak hukum yang harus dihormati bagi para pihak, yang telah mengikatkan diri terhadap suatu perjanjian tersebut. Dimana, perjanjian itu dibuat dalam bentuk klausa baku yang isinya telah disepakati sebelumnya, dan telah mengikat kepada para pihak atas objek pertanggungan dari manfaat yang dijanjikan, dimuat dalam dokumen polis asuransi.
Sebagaimana diketahui, bahwa dokumen polis asuransi itu, dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal (1) mengatur tentang perjanjian dua pihak, mengikat dan tidak bisa dibatalkan secara sepihak, harus ada itikad baik dari masing-masing pihak yang melakukan perjanjian itu. Hal ini, karena sudah menjadi aturan Undang-undang bagi para pihak, maka tidak dapat dibatalkan secara sepihak yang mengikatkan dirinya, dimana diatur dalam KUHP Perdata Pasal 1266 dan 1338.
Seharusnya para Direksi asuransi BUMN, mampu menghormati perjanjian polis dan menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkcraht). Dimana, putusan pengadilan itu yang telah dimenangkan oleh Nasabah Polis dalam perkara cidera janji (Wanprestasi). Dan penyelesaian itu tidak melebihi batas ketentuan aturan maksimal 30 hari kalender dari putusan pengadilan. Red.fnkjgroup-(27/03/23).
Penulis adalah Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)| Email: latinse3@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H