Mohon tunggu...
Latif fika
Latif fika Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Blogger di www.latifika.com dan Kompasiana | Content creator

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tahun 2021: Ketika Emas Tak Lagi Cuan (?)

23 September 2021   09:08 Diperbarui: 2 Oktober 2021   05:06 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepingan emas. Sumber: kompas.com

Emas memang bukan investasi. Itulah yang sering kita dengar. Emas "hanyalah" instrumen penyelamat harta dari inflasi, safe haven, menyelamatkan tabungan terpendam dari gerusan inflasi setiap tahun

(Disclaimer: saya bukan dari background ekonomi, saya juga bukan pengamat bisnis. Anggap saja ini tulisan "lugu" dari orang awam yang  hanya melihat situasi yang sedang happening, jadi mohon dimaafkan jikalau tulisan tidak pakai data).

***

Teman-teman, 

Masih ingat bukan, setahun yang lalu (sekitar Februari - Desember 2020) harga emas tiba-tiba saja melambung tinggi seperti tak terbendung. Bahkan di Juli, Agustus, September, emas sempat menyentuh angka Rp 1 juta untuk 1 gram. Tertinggi sepanjang sejarah harga emas di Indonesia.

Yap, betul! Momen tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah saat awal-awal dunia diterjang pandemi covid-19. Tepat setelah virus ini mulai merata bergentayangan di muka bumi bulan Januari akhir, harga emas dunia pun melonjak drastis. 

Keadaan ini pun menjadikan harga emas di Indonesia juga naik gila-gilaan. Dari harga Rp 750 ribu /gram di bulan Januari, lalu naik perlahan tapi pasti menuju Rp 900 ribu /gram di akhir Maret dan puncaknya Agustus September yang menembus Rp 1 juta /gram.

Keadaan yang serba tidak pasti karena ulah virus baru ini membuat para pebisnis dan broker banyak serta konglomerat dunia berbondong-bondong menjual sahamnya dan lebih memilih aset yang lebih pasti karena fisiknya -yaitu emas- untuk mengamankan hartanya.

Walaupun lazim kita ketahui bahwa harga emas setiap hari fluktuatif alias naik turun, namun saat itu perbandingannya cukup jauh, kenaikannya bisa 10.000 - 20.000 /gram dan penurunannya hanya 1.000 - 5.0000 /gram. Atau dengan kata lain trend-nya naik cukup signifikan.

Hal ini kemudian membuat banyak orang kemudian melirik emas kepingan (sebutlah Antam, dkk). Yang tadinya tidak tahu-menahu soal emas kepingan, Antam apalagi cukim, sekarang jadi tahu dan tidak ketinggalan ikut berburu. Bahkan sebuah grup "edukasi" emas di Facebook tiap harinya selalu kedatangan ratusan member baru yang ingin update kabar emas terbaru.

Saya memang sengaja pakai tanda kutip buat edukasinya, karena sayang seribu sayang, di grup itu sejak harga emas melambung postingan edukasi yang sering ada sebelumnya jadi berubah haluan menjadi postingan "motivasi" (dengan tanda kutip). Motivasi yang berbalut eksistensi diri, motivasi yang tidak diimbangi dengan edukasi yang baik, yang hanya membuat banyak membernya yang lain impulsif membeli tanpa pikir panjang. Trend.

Kepingan emas. Sumber: kompas.com
Kepingan emas. Sumber: kompas.com

Saya iri? Bukan. Saya bukannya iri. Hanya saya jadi kasihan dengan member lainnya saja yang baru masuk tapi sudah dijejali postingan seperti itu, berkali-kali setiap hari. Seakan punya emas itu akan untung dalam sekejap karena harganya yang naik terus.

Bahkan saya pernah membaca member yang menulis kurang lebih begini:

"Sejak masuk grup ini, aku kalo lihat dapur selalu gatel pengen jual apalagi ya buat beli emas. Ada gak yang sama?" 

Well, begitulah. Dan saya baca di kolom komentar tidak sedikit yang sependapat. 

Sejak melihat fakta di atas, saya jadi punya kekhawatiran akan banyak dari mereka yang membeli emas tanpa teredukasi dengan baik. 

Ya, saya yang newbie ini memang mengakui jika sudah punya 1 keping emas itu rasanya entah kenapa ingin terus menambahnya. Sehingga saya pun "maklum" ketika sesama newbie itu ingin menambah koleksinya, lagi, lagi, dan lagi.  Tapi, kemudian buru-buru saya ingat nasihat senior di grup itu sebelum trend emas kepingan melanda. 

Ada sesuatu yang harus ditahan jika belum sesuai dengan "kaidah".

Kaidah pertama, sebelum memutuskan untuk membeli emas pastikan dulu bahwa kita memiliki dana darurat yang cukup, yang mana hitungannya 6-12x pengeluaran setiap bulan. Wabil khusus di masa pandemi ini, cash is still the king, begitu yang dikata banyak senior.

Selain memastikan sudah memiliki dana darurat, untuk memiliki simpanan emas harus dibelanjakan dari uang dingin yang tersimpan. Bukan uang dapur, bukan juga uang simpanan yang akan terpakai dalam 1 tahun ke depan. Uang dingin yang terendap dan tidak ingin "diputar".  Begitu petuah yang saya dapatkan juga dari mereka para senior.

Kaidah ketiga, ketika menabung emas maka pastikan tujuan menabung untuk apa. Misal, 15-20 tahun lagi untuk anak kuliah S1 S2 S3. Maka, ketika kita sudah memutuskan tujuannya, pantang bagi kita menjual sebelum tujuan di depan mata. Karena berasal dari uang dingin, maka kita tidak berpikir untuk menjualnya untuk menyambung hidup karena dana darurat (wajib cash) sudah disiapkan dengan baik.

Itu lah beberapa kaidah yang setidaknya harus dipenuhi sebelum memutuskan membeli emas sebagai simpanan. 

Kemudian yang juga harus kita pahami, nyatanya ada "rumus" dalam dunia ekonomi global, bahwa: jika dunia dalam keadaan huru-hara, harga emas akan naik, jika dunia dalam keadaan tenang, harga emas cenderung turun dan stabil.

Lalu, pertanyaannya, apakah kita yang menginginkan harga emas selalu naik ini juga berarti ingin dunia dalam keadaan huru-hara? 

Kan sudah jelas tidak jawabannya. Maunya sih harga emas selalu naik tapi dunia dalam keadaan baik-baik saja. Hehehe.

Tapi faktanya di tahun kedua pandemi, vaksin sudah ditemukan, dan di beberapa negara sudah berhasil mengontrol pandemi, harga emas pun akhirnya menemukan titik jenuhnya dan mau tidak mau turun secara perlahan karena para broker dan konglomerat kembali bermain dengan saham dan investasi lainnya yang lebih menjanjikan keuntungan.

Lalu, mereka yang sudah membeli emas tahun kemarin karena ter-influence, banyak yang hari ini menjualnya. Entah karena harganya takut turun lagi, sehingga takut merugi, ada juga yang dijual karena perlu. 

Dan, sayang sejuta sayang, emas yang dibeli tahun kemarin mendapat buyback yang sangat tidak diharapkan karena harga emas dunia yang memang turun ditambah lagi potongan harga dari toko emas atau pegadaian.

Akhirnya, rugi besar tak bisa dibendung, kemudian menyesal, lalu mewanti-wanti yang lain:

"Saya baru saja menjual emas yang dibeli tahun lalu dan rugi sekian juta. Ternyata menyimpan emas itu rugi. Lebih baik invest tanah atau sapi".

Saya yang membacanya ikutan nyesek, apalagi mereka yang mengalami. Karena tidak ada yang lebih nyesek dibandingkan melihat realita jauh dari harapan. 

Kekhawatiran saya tahun kemarin akhirnya terbukti. Sungguh bahaya sekali mengompori orang tanpa memahamkan "kaidah" yang benar.

Jadi, emas bukan bukan investasi?

Betul, emas memang bukan investasi. Itulah yang sering kita dengar. Emas "hanyalah" instrumen penyelamat harta dari inflasi, safe haven, menyelamatkan tabungan terpendam dari gerusan inflasi setiap tahun. 

Mau bukti?

Sudah sering kita lihat flyer perbandingan harga emas dari tahun ke tahun. Ambil contoh kepingan 100 gram di 2009 seharga Rp 36 juta, lalu 2019 seharga Rp 70 juta, lalu di 2021 ini ada di kisaran 86 juta.

Kalau kita melihat pergeseran nominalnya : 36 - 70 - 86 , memang sangat menggiurkan. Tapi jika kita melihat pergeseran tahunnya: 2009 - 2019 - 2021, maka selisih nominal dibagi selisih tahun ternyata tidak semenggiurkan itu. Ambil lah dari 2009 ke 2021, selisih 12 tahun dengan selisih nominal 50 juta. 

Jika kita melihatnya dari sudut pandang investasi berarti hanya sekitar 4 juta setahun untungnya. Itupun jika punyanya 100 gram.

 Kalau gramasinya lebih kecil lagi? 10 gram misalnya, berarti untungnya cuma 400 rb setahun. Sungguh sangat kecil sekali bukan? Oleh karena itu menyimpan emas tidak bisa dimasukkan ke dalam investasi.

Beda halnya dengan investasi sekalian bantu modal saudara yang pedagang bakso, misal. Dengan modal 10 juta jualan bakso, bisa saja dalam setahun untungnya sudah 2-4x modal (atau bahkan lebih?).

Oleh karena itu, benarlah kiranya yang dikatakan orang bahwa emas lebih cocok jadi penjaga nilai harta alias safe haven daripada investasi. Karena berharap menangguk untung banyak dengan investasi emas sangat sulit. 

Jadi, emas (memang) tak pernah cuan (untung), kecuali kalian jadi pedagang emas. Hehehe. 

***

"(Menabung) emas tidak membuatmu bertambah kaya, tapi emas membuatmu tetap kaya (dengan menjaga nilainya)"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun