Dalam hidup yang tak akan terlupakan
Jangan menunda sesuatu untuk dikerjakan
Jangan tunda, jangan tunda (Adera-Terlambat).
Jose keliru, sungguh keliru. Ternyata dia tak tahu banyak tentang Liza. Gadis itu telah bertunangan saja luput dari pengetahuan.
Andai saja ia lebih cepat. Andai saja ia tidak keduluan si Antonius itu. Dan andai-andai saja lainnya berkelebatan di kepala. Terlalu lama Jose memendam perasaan pada Liza. Ia mengagumi perempuan itu dari jauh. Lupa bahwa Liza cantik dan menawan. Ragu sedikit saja, ia bisa dilamar orang.
Atau...
Liza tak pernah mencintainya. Fotografer jelita itu hanya menganggapnya sahabat. Ah, ini menyakitkan. Pria kelahiran 14 Desember itu meremas rambutnya frustrasi.
"Ayah, aku gagal melakukannya." Ia bergumam tanpa sadar.
Detik itulah sebuah kesadaran menghantamnya. Seraut wajah terbayang di pelupuk mata. Siapakah yang paling mencintainya? Siapa yang selalu ada untuknya, sehat maupun sakit? Siapa yang menemaninya chatting seharian selama ia traveling menjelajahi berbagai negara? Siapa yang membacakannya buku sewaktu ia belum bisa membaca? Siapa yang mendampinginya selama hari-hari berkabung? Sebesar apa pun perhatian Liza, tak dapat mengalahkan besarnya cinta Ayah Calvin. Ayah Calvin mencintainya setiap saat. Ayah yang lebih memilih tetap di rumah ketimbang bepergian kemana-mana. Ayah yang selalu memprioritaskan anak tunggalnya. Teringat sang ayah, Jose menggigit bibirnya masygul.
Pesan Whatsapp dari Silvi menyentakkan lamunan. Teman masa kecilnya itu mengirimkan beruntai pesan diiringi emoji tinju banyak sekali.
"Cepat balik ke rumah, Gabriel! Kamu pulang nggak bilang-bilang! Ayahmu sakit dan tanyain kamu! Ngelamar cewek mulu yang dipikirin! KELEWATAN!"