"Ya?"
"Aku ingin memberimu sesuatu."
Bibir tipis Liza melengkung sedikit. "Oh, apa lagi kali ini, airport man?"
Sejurus kemudian, Jose merogoh saku jasnya. Memperlihatkan kotak kecil berwarna merah. Tutup kotak terbuka. Nampaklah kilau berlian.
"Liza, will you..."
Belum tuntas kalimat magis itu terungkap. Handphone Liza keburu memekik. Melihat layarnya, Liza terlihat senang.
"Tunggu bentar. Tunanganku telpon. Halo, Antonius?"
Apa tadi dia bilang? Tunangan? Otaknya berputar cepat, menganalisis keadaan. Hatinya bagai tersambar petir. Benarkah dia hampir melamar tunangan orang? Cepat-cepat Jose meninggalkan restoran. Sungguh tidak elegan, putra Ayah Calvin meninggalkan gadis yang diajaknya kencan tanpa pamit. Biarlah, biarlah begitu. Liza tak tahu betapa remuk hatinya.
Lagu yang terputar di dalam taksi bagai menyindirnya. Kalau tak ingat norma kesopanan yang diajarkan sang ayah, mau rasanya Jose meneriaki supir taksi agar mematikan lagu itu.
Andai saja waktu itu tak kutunda
'Tuk ungkapkan isi hati kepadanya